...Julian tidak menduga jika raja Charles pada akhirnya merestui dirinya dengan Anne. Bahkan mulai sekarang raja Charles sudah bisa menerima Anne di Thedas. "Apa yang membuat ayah merestui aku dan Anne?" Tanya Julian melirik sekilas. Setelah sejak tadi lama terdiam, Julian memutuskan untuk membuka suaranya. Dia hanya ingin memastikan jika ucapan ayahnya bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Sepenuhnya Julian masih belum bisa yakin jika kini raja Charles mau menerima Anne. Bagaimana jika ini hanya sebuah jebakan ayahnya untuk menyakiti Anne lagi? "Karena aku tahu jika kalian saling mencintai," jawab raja Charles tersenyum simpul. Namun Julian masih belum puas. Dia memperhatikan sang ayah lebih lekat untuk mencari kebohongan dan dusta di sana. Sadar akan itu lantas raja Charles pun terkekeh kecil. "Julian, aku tahu kau masih ragu padaku. Tapi percayalah, kali ini aku benar-benar mengatakan dengan serius." Julian mendengus dingin. Apa harus ia percaya pada ayahnya setelah semua
...Jika ada kebahagiaan, tentu pasti juga akan ada kesedihan. Itulah yang saat ini tengah dirasakan seluruh rakyat Thedas. Kesedihan merundung mereka ketika kabar kematian raja Charles terdengar. Hal itu mengejutkan semua orang termasuk pihak keluarga istana. Semuanya seperti mimpi. Bagaikan tersambar kilatan petir, mereka seakan tidak percaya dengan kabar duka ini. Termasuk ratu Maria, dia menangis pilu menerima kenyataan jika suaminya telah tiada. Begitupun dengan Julian. Padahal baru kemarin ia berbincang bersama ayahnya, tapi Julian tidak menyangka jika kemarin adalah perbincangan terkahirnya dengan raja Charles. Dengan tatapan yang kosong Julian menatap jasad raja Charles yang sudah siap untuk dikremasi. Wajahnya memang tidak menampilkan kesedihan sedikitpun, tapi jauh di dalam hatinya, Julian teramat merasakan kesedihan. "Pangeran, ini sudah waktunya." Julian mengangguk saat mendengar instruksi dari Duck. Perlahan Julian mengambil sebuah obor untuk membakar jasad raja Charl
..."Eudora!" Tepat saat ujung pisau itu mengenai leher Anne, teriakan seseorang menghentikan aksi gila dari Eudora. Itu Julian yang datang dengan wajah yang tajam. Disusul oleh Duck dan juga raja Eggar. Mereka datang di waktu yang tepat. "Lepaskan Anne!" Sentan Julian. "Tidak! Aku tidak akan melepaskan gadis sialan ini! Kau tahu Julian, karena gadis ini pernikahan kita batal! Karena gadis ini juga hidupku hancur! Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku membunuhnya!" Julian semakin berang di sana. Dia melirik Anne yang sudah meringis kesakitan. Eudora sangat gila dan nekat. "Eudora! Apa-apaan kau ini! Lepaskan dia!" Sahut raja Eggar. Lagi-lagi Eudora menggeleng. "Tidak ayah! Sudah aku bilang jika aku akan membunuh gadis ini!" Raja Eggar menekan pelipisnya melihat tingkah dari putrinya. Seharusnya raja Eggar tidak usah mengijinkan Eudora untuk ikut bersamanya. Sementara itu, Julian mulai memberi kode pada Duck lewat tatapannya. Seakan mengerti Duck lantas mengangguk. Diam-dia
...Seluruh rakyat Thedas berbahagia. Hari ini tepatnya adalah hari di mana pernikahan Anne dan Julian digelar. Suasana bahagia menyelimuti semua orang. Setelah pewarisan tahta kerajaan kepada Julian, mereka segera menggelar pesta pernikahan. Kini Julian dan Anne ditetapkan sebagai ratu dan raja Thedas. Senyum ratu Maria merekah melihat Anne dan Julian di atas altar. Keduanya terlihat begitu serasi. Seketika ratu Maria mengingat raja Charles. Jika saja raja Charles masih ada di sini pasti ia juga akan sangat bahagia melihat Julian yang menikah dengan Anne. "Kalian sudah resmi menjadi suami istri. Yang Mulia bisa mencium kening ratu sebagai simbol kasih sayang," ujar seorang pendeta. Julian maju beberapa langkah hingga tidak ada jarak lagi antara dirinya dan Anne. Mengangkat dagu Anne dengan jari telunjuknya. Mata tidak pernah bisa berbohong. Julian menatap Anne penuh damba dan binar cinta. Hari ini Anne begitu cantik dan anggun. Kedua pipi putihnya terlihat merah merona menahan mal
...Julian melompat dari kudanya dengan terburu-buru. Tungkai jenjangnya melangkah begitu lebar. Raut cemas dan penuh khawatir terlihat jelas di wajah dinginnya. Tanpa peduli dengan beberapa prajurit yang memberinya salam hormat, Julian terus melangkah masuk ke dalam istana. "Yang Mulia!" Panggil Duck mengejar langkah Julian. Seakan tuli, Julian tidak sama sekali mendengar seruan dari Duck. Julian hanya terus melangkah untuk mencapai tujuannya. "Di mana Anne?!" Seru Julian sedikit meninggi. Ratu Maria menoleh begitu melihat Julian yang datang secara tiba-tiba. Wanita yang tidak lagi muda itu menghampiri Julian untuk mengusap bahunya menenangkan. "Anne ada di dalam. Dia sedang diperiksa oleh tabib." Julian mendengus kasar mendengar ucapan ibunya. Setelah mendapat kabar dari Duck jika Anne pingsan di istana membuat Julian kalut. Julian yang tengah berburu lantas bergegas pulang ke istana. Bahkan dia meninggalkan busur panahnya di hutan karena terlalu mencemaskan Anne. Sabar bukan
...TrangTrangTrangKini hamparan tanah luas yang sunyi itu diisikan dengan suara pedang yang saling berdenting keras. Sorakan dari puluhan ribu orang disana bergema dengan lantang. Adapun rintihan kesakitan dan jeritan keputusasaan yang ikut terdengar disana. Terlihat sebagian prajurit mengelilingi seorang pria berperawakan tinggi. Mereka berancang-ancang untuk menyerbu pria itu. Namun, dengan lihainya pria itu cepat tangkas menepis berbagai serangan. Kedua mata tajamnya menatap awas pada setiap pergerakan dari prajurit itu. Dan pada akhirnya semua prajurit yang mengepung kalah tidak tersisa."Julian!" Teriakan itu mengalihkan perhatian nya. Dia melihat disana sang ayah yang tengah kewalahan menahan serangan dari prajurit musuh. Dengan langkah cepat Julian menghampiri sang ayah dan menyerang prajurit itu. Julian melindungi ayahnya dari serangan musuh. Kepiawaian nya dalam bertarung membuat para musuh kesulitan.Pertarungan pun terus berlanjut hingga langit menjadi gelap. Puluhan r
...Pagi ini Putri Anne terbangun sedikit terlambat dari biasanya. Anne mengucek matanya, lalu terduduk dengan rambut yang seperti singa—sangat berantakan sekali. "Selamat pagi, Tuan Putri." Sapa seseorang yang baru saja masuk kedalam kamar Putri Anne. Anne melirik dan tersenyum manis. "Selamat pagi, bibi Mery." Balas Anne berseri.Bibi Mery tersenyum hangat, lalu mendekat pada Anne yang masih betah diatas kasurnya. "Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu, Tuan Putri." Seru Bibi Mery."Terimakasih bibi," ujar Anne. Dia lantas bangkit dan berjalan cepat menuju kamar mandi.Bibi Mery yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Bibi Mery merupakan pelayan kerajaan Neverland, dia berada disini sudah berpuluh-puluh tahun. Sekaligus pengasuh Tuan Putri Anne sejak gadis itu masih belia, tidak heran jika Anne bisa sedekat itu dengan Bibi Mery. Walaupun usia Putri Anne sudah beranjak dewasa, tapi bagi bibi Mery Tuan Putri masihlah seperti anak kecil, Tuan Putri yang selalu manja dan cen
..."Bagaimana?" "Sesuai perintah mu." "Hahaha, bagus. Kerja yang bagus." Suara tawa puas dari Raja Charles begitu menggema memenuhi ruangan istana Thedas. Raut wajahnya memancarkan kepuasan dan kesenangan. Dia tidak berhenti untuk tertawa puas."Pergilah!" Usirnya pada prajurit itu.Setelah prajurit itu pergi, Raja Charles kembali tertawa puas. Bahkan saat kedatangan Julian pun pria itu itu masih terus tertawa di atas singgasana nya.Julian menatap ayahnya dengan aneh. Apa ayahnya sudah gila? Pikiran Julian melaknat seketika."Ada apa denganmu?" Tanya Julian mengehentikan tawa sang ayah.Raja Charles menoleh pada Putranya itu. Kemudian tersenyum simpul dengan penuh makna. "Kemarilah Julian, aku mempunyai kabar baik." Seru nya."Kabar apa?" Tanya Julian tanpa basa-basi.Raja Charles semakin tersenyum lebar. "Prajurit kita berhasil mengacaukan Neverland. Mungkin sebentar lagi mereka akan menyerah." Ungkap Raja Charles diiringi tawa gelagarnya.Julian tidak bereaksi apapun. Dia hany