Share

3-Dia Kembali

“Estelle?” panggil Eric sambil tersenyum tipis.

Estelle menyeringai, lalu membuang muka. 

Tak mendapat respons positif dari Estelle, Eric pun melangkah mendekati gadis itu. Tanpa permisi, lelaki yang tubuhnya basah terguyur air hujan itu langsung meraih kedua tangan Estelle. Tentu, Estelle langsung melepas genggaman tangan itu kasar.

“Anda pikir Anda bebas menyentuh saya, hah?” 

“Ma-maaf. Aku sungguh—”

“Estelle!” Lucas memanggil Estelle dari dalam mobil.

Gadis yang memakai kaos oversize itu tersenyum lebar ke arah Lucas. “Bentar!”

“Estelle, kamu—”

“Maaf, Pak Eric. Saya harus pergi.”

Estelle pun berlari dan masuk ke mobil Lucas, sedangkan Eric hanya bisa menatapnya sendu.

Di dalam mobil, Estelle tak banyak bicara. Sesekali Lucas melirik ke arah gadis yang duduk sejajar dengannya.

“Estelle?”

Estelle menoleh dan menjawab, “Apa?”

Melihat ekspresi Estelle yang kurang baik, Lucas mengurungkan niatnya untuk bertanya. Ia pun menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. Karena tidak ada yang perlu diperbincangkan dengan Lucas, Estelle pun kembali menoleh ke luar jendela samping.

Sebenarnya apa yang dia bicarakan sama Eric? Kenapa dia jadi badmood gini?” tanya Lucas dalam hati. 

Sepanjang perjalanan pulang, tatapan Estelle kosong ke luar jendela samping. Berkali-kali Lucas mengajaknya bicara untuk memecah keheningan, tetapi Estelle mendadak tunarungu sehingga ia tak menanggapinya bahkan sekadar menoleh.

Tiba-tiba Lucas meminggirkan mobilnya. Ia mengerem mendadak agar bisa mendapat atensi Estelle.

“Lucas!” bentak Estelle sambil menatap garang ke arah Lucas.

Bukannya meminta maaf, Lucas justru tersenyum lebar. “Butuh sandaran?” tanya Lucas sambil menepuk pundak kirinya.

Gadis yang duduk di samping Lucas menatapnya nanar. 

“Aku selalu siap jadi tempatmu bersandar, Estelle. Sini!” Lucas kembali menepuk pundak kirinya.

“Lucas, jangan bercanda, deh! Kenapa kamu malah berhenti di sini? Kamu pengin nurunin aku di sini? Oke, aku turun,” sahut Estelle sambil melepaskan sabuk pengamannya.

Dengan sigap, tangan Lucas meraih tangan Estelle. “Siapa yang pengin nurunin kamu di sini, hm? Pakai lagi seatbelt-nya!”

***

Estelle terus mengumpat sejak bangun dari tidurnya. Hari ini, dewi fortuna tidak berada di pihaknya. Jam beker yang selalu berdering untuk membangunkannya tak berfungsi karena kehabisan baterai.

Dengan cepat, Estelle membersihkan tubuh dan berpakaian. Tanpa memoles wajah dengan make up, ia berlari menuju ke lift. Namun, lift tidak bisa digunakan karena ada pemadaman listrik mendadak sejak tiga menit lalu.

“Ah, sial!”

Dengan menggenggam stiletto, Estelle berlari menuruni anak tangga yang berjumlah lebih dari lima puluh. Ia melakukannya agar tidak ketinggalan bus yang mengarah ke perusahaan tempatnya bekerja.

Setibanya di halaman apartemen, Estelle langsung memakai stiletto miliknya. 

“Estelle!”

“Lucas? Kamu—”

“Aku sudah berdiri di sini sejak satu jam yang lalu. Ayo, berangkat!”

Anggapan Estelle perihal dewi fortuna yang tidak berada di pihaknya ternyata salah. Buktinya, Lucas menjemput gadis idamannya itu untuk berangkat ke tempat kerja bersama. Jika Estelle tidak terburu-buru, ia pasti tidak akan menerima ajakan Lucas untuk pergi ke tempat kerja bersama.

“Lap dulu keringatmu.”

Estelle meraih sapu tangan yang diberikan Lucas setelah mengenakan sabuk pengaman. 

“Tumben siang,” celetuk Lucas.

Alarm-nya nggak bunyi.”

“Baguslah.”

“Kok malah bagus?”

“Karena alarm-mu nggak bunyi, aku bisa ngerasain gimana rasanya menunggu jodoh yang lama muncul.”

“Cih! Dasar gila!” Estelle membuang muka. Bisa-bisanya Lucas selalu mengajaknya bercanda seperti itu!

“Aku memang selalu tergila-gila padamu,” balas Lucas sambil tersenyum.

Lucas mulai menyalakan mobil dan mengemudikannya. Karena rasa penasarannya masih bergelut di pikiran, ia pun mencoba menanyai Estelle perihal kejadian kemarin.

“Estelle, aku mau tanya,” celetuk Lucas.

“Apa?” balas Estelle tanpa menoleh karena sedang memeriksa beberapa dokumen.

“Kemarin ... kamu ngobrol apa sama Eric? Kenapa kamu tiba-tiba badmood? Kamu benar-benar bukan pacar dia, kan?” 

 “Lucas, tolong biarin aku fokus. Aku ada rapat di departemen, jadi aku harus periksa data-datanya,” balas Estelle.

Eric bilang kalau Estelle pacarnya. Apa mereka pernah pacaran sebelumnya?” tanya Lucas dalam hati.

Dengan kecepatan standar, Lucas mengemudikan mobilnya menuju kantor. Setelah mereka sampai di tempat parkir kantor, Estelle segera keluar mobil. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih karena sudah diberi tumpangan gratis.

Tanpa menunggu Lucas keluar mobil, Estelle langsung berlari menuju departemen tempatnya bekerja. Hal itu dilakukannya karena ia tak ingin Lucas kembali menanyakan perihal Eric.

***

Ketika jam istirahat kerja sudah dimulai, Estelle bergegas untuk pergi ke kantin perusahaan. Ia langsung memesan makanan porsi super. Gadis itu merasa kelaparan sebab bangun telat dan tak sempat memakan apa pun.

“Makanan ini mau kamu habiskan?” tanya Lucas sambil mendaratkan pantat di kursi depan Estelle.

“Lucas, silakan pergi ke meja lain!” pinta Estelle santun.

“Nggak bisa. Aku nggak selera kalau nggak makan semeja denganmu.”

Estelle memutar bola matanya malas. Tanpa membalas ucapan pria yang duduk di depannya, gadis itu tetap menikmati makanan.

“Saya boleh makan di sini?” tanya seseorang bersuara berat.

Estelle dan Lucas sontak mendongak. 

“Maaf, silakan Anda pergi ke tempat lainnya,” balas Lucas santun, tidak seperti sosoknya yang biasa.

“Tapi, tempat lain penuh. Jadi, saya boleh, kan, makan di sini?”

“Duduk saja dan makan,” sahut Estelle dingin.

Pria itu tersenyum, lalu mendaratkan pantatnya di kursi.

Seketika, suasana canggung menyelimuti mereka. Lucas yang biasanya aktif menggoda Estelle berubah menjadi tak banyak bicara. Ia merasa tak nyaman dengan Eric yang harus sering berada di Red Group karena kerja sama.

“Makanan di kantin ini enak.” Eric berusaha mencairkan suasana.

“Tentu saja. Buat jadi koki di perusahaan ini juga nggak mudah,” sahut Lucas dingin.

Eric memberikan udang goreng kepada Estelle. Gadis itu menoleh dan menatapnya nanar.

“Kamu suka ini, kan?” tanya Eric ramah.

Estelle tak menjawab.

“Dia nggak suka udang goreng,” sahut Lucas sambil mengambil udang goreng tersebut dan memasukkan ke mulutnya. “Tapi, aku yang suka,” sambungnya.

Eric menyeringai. Matanya terus menatap Estelle yang terus menyendok makanan ke mulut.

“Oh iya, Pak Eric ... menurut kabar yang beredar, bukannya Anda memimpin anak cabang perusahaan Anda di Amerika dan perusahaan utama dikelola kakak Anda?” tanya Lucas tiba-tiba.

“Iya, saya memang sempat memimpin anak cabang di Amerika. Tapi, saya bertukar tempat dengan kakak saya.”

“Kenapa? Bukannya lebih baik tinggal di sana? Menikmati suasana dan orang-orang baru tentunya.” Lucas kembali melempar pertanyaan.

Eric tersenyum tipis. Matanya menatap lurus ke arah Estelle. “Karena saya merindukan seseorang di sini. Meskipun orang itu adalah mantan pacar saya, saya tak menganggap bahwa kami sudah benar-benar putus.”

Estelle memelankan proses mengunyah makanan. Meskipun ia tak ikut mengobrol, telinganya tidak tuli. Tentu ia menyimak perbincangan dua lelaki yang satu meja dengannya.

“Jadi, Anda kembali karena merindukan seorang mantan? Yang benar saja! Bukannya dari kabar yang beredar, katanya Anda sudah punya tunangan?” tanya Lucas sambil menyeringai.

Eric langsung menatap nanar ke arah Lucas.  

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status