“Estelle?” panggil Eric sambil tersenyum tipis.
Estelle menyeringai, lalu membuang muka. Tak mendapat respons positif dari Estelle, Eric pun melangkah mendekati gadis itu. Tanpa permisi, lelaki yang tubuhnya basah terguyur air hujan itu langsung meraih kedua tangan Estelle. Tentu, Estelle langsung melepas genggaman tangan itu kasar.“Anda pikir Anda bebas menyentuh saya, hah?” “Ma-maaf. Aku sungguh—”“Estelle!” Lucas memanggil Estelle dari dalam mobil.Gadis yang memakai kaos oversize itu tersenyum lebar ke arah Lucas. “Bentar!”“Estelle, kamu—”“Maaf, Pak Eric. Saya harus pergi.”Estelle pun berlari dan masuk ke mobil Lucas, sedangkan Eric hanya bisa menatapnya sendu.Di dalam mobil, Estelle tak banyak bicara. Sesekali Lucas melirik ke arah gadis yang duduk sejajar dengannya.“Estelle?”Estelle menoleh dan menjawab, “Apa?”Melihat ekspresi Estelle yang kurang baik, Lucas mengurungkan niatnya untuk bertanya. Ia pun menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. Karena tidak ada yang perlu diperbincangkan dengan Lucas, Estelle pun kembali menoleh ke luar jendela samping.“Sebenarnya apa yang dia bicarakan sama Eric? Kenapa dia jadi badmood gini?” tanya Lucas dalam hati. Sepanjang perjalanan pulang, tatapan Estelle kosong ke luar jendela samping. Berkali-kali Lucas mengajaknya bicara untuk memecah keheningan, tetapi Estelle mendadak tunarungu sehingga ia tak menanggapinya bahkan sekadar menoleh.Tiba-tiba Lucas meminggirkan mobilnya. Ia mengerem mendadak agar bisa mendapat atensi Estelle.“Lucas!” bentak Estelle sambil menatap garang ke arah Lucas.Bukannya meminta maaf, Lucas justru tersenyum lebar. “Butuh sandaran?” tanya Lucas sambil menepuk pundak kirinya.Gadis yang duduk di samping Lucas menatapnya nanar. “Aku selalu siap jadi tempatmu bersandar, Estelle. Sini!” Lucas kembali menepuk pundak kirinya.“Lucas, jangan bercanda, deh! Kenapa kamu malah berhenti di sini? Kamu pengin nurunin aku di sini? Oke, aku turun,” sahut Estelle sambil melepaskan sabuk pengamannya.Dengan sigap, tangan Lucas meraih tangan Estelle. “Siapa yang pengin nurunin kamu di sini, hm? Pakai lagi seatbelt-nya!”***Estelle terus mengumpat sejak bangun dari tidurnya. Hari ini, dewi fortuna tidak berada di pihaknya. Jam beker yang selalu berdering untuk membangunkannya tak berfungsi karena kehabisan baterai.Dengan cepat, Estelle membersihkan tubuh dan berpakaian. Tanpa memoles wajah dengan make up, ia berlari menuju ke lift. Namun, lift tidak bisa digunakan karena ada pemadaman listrik mendadak sejak tiga menit lalu.“Ah, sial!”Dengan menggenggam stiletto, Estelle berlari menuruni anak tangga yang berjumlah lebih dari lima puluh. Ia melakukannya agar tidak ketinggalan bus yang mengarah ke perusahaan tempatnya bekerja.Setibanya di halaman apartemen, Estelle langsung memakai stiletto miliknya. “Estelle!”“Lucas? Kamu—”“Aku sudah berdiri di sini sejak satu jam yang lalu. Ayo, berangkat!”Anggapan Estelle perihal dewi fortuna yang tidak berada di pihaknya ternyata salah. Buktinya, Lucas menjemput gadis idamannya itu untuk berangkat ke tempat kerja bersama. Jika Estelle tidak terburu-buru, ia pasti tidak akan menerima ajakan Lucas untuk pergi ke tempat kerja bersama.“Lap dulu keringatmu.”Estelle meraih sapu tangan yang diberikan Lucas setelah mengenakan sabuk pengaman. “Tumben siang,” celetuk Lucas.“Alarm-nya nggak bunyi.”“Baguslah.”“Kok malah bagus?”“Karena alarm-mu nggak bunyi, aku bisa ngerasain gimana rasanya menunggu jodoh yang lama muncul.”“Cih! Dasar gila!” Estelle membuang muka. Bisa-bisanya Lucas selalu mengajaknya bercanda seperti itu!“Aku memang selalu tergila-gila padamu,” balas Lucas sambil tersenyum.Lucas mulai menyalakan mobil dan mengemudikannya. Karena rasa penasarannya masih bergelut di pikiran, ia pun mencoba menanyai Estelle perihal kejadian kemarin.“Estelle, aku mau tanya,” celetuk Lucas.“Apa?” balas Estelle tanpa menoleh karena sedang memeriksa beberapa dokumen.“Kemarin ... kamu ngobrol apa sama Eric? Kenapa kamu tiba-tiba badmood? Kamu benar-benar bukan pacar dia, kan?” “Lucas, tolong biarin aku fokus. Aku ada rapat di departemen, jadi aku harus periksa data-datanya,” balas Estelle.“Eric bilang kalau Estelle pacarnya. Apa mereka pernah pacaran sebelumnya?” tanya Lucas dalam hati.Dengan kecepatan standar, Lucas mengemudikan mobilnya menuju kantor. Setelah mereka sampai di tempat parkir kantor, Estelle segera keluar mobil. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih karena sudah diberi tumpangan gratis.Tanpa menunggu Lucas keluar mobil, Estelle langsung berlari menuju departemen tempatnya bekerja. Hal itu dilakukannya karena ia tak ingin Lucas kembali menanyakan perihal Eric.***Ketika jam istirahat kerja sudah dimulai, Estelle bergegas untuk pergi ke kantin perusahaan. Ia langsung memesan makanan porsi super. Gadis itu merasa kelaparan sebab bangun telat dan tak sempat memakan apa pun.“Makanan ini mau kamu habiskan?” tanya Lucas sambil mendaratkan pantat di kursi depan Estelle.“Lucas, silakan pergi ke meja lain!” pinta Estelle santun.“Nggak bisa. Aku nggak selera kalau nggak makan semeja denganmu.”Estelle memutar bola matanya malas. Tanpa membalas ucapan pria yang duduk di depannya, gadis itu tetap menikmati makanan.“Saya boleh makan di sini?” tanya seseorang bersuara berat.Estelle dan Lucas sontak mendongak. “Maaf, silakan Anda pergi ke tempat lainnya,” balas Lucas santun, tidak seperti sosoknya yang biasa.“Tapi, tempat lain penuh. Jadi, saya boleh, kan, makan di sini?”“Duduk saja dan makan,” sahut Estelle dingin.Pria itu tersenyum, lalu mendaratkan pantatnya di kursi.Seketika, suasana canggung menyelimuti mereka. Lucas yang biasanya aktif menggoda Estelle berubah menjadi tak banyak bicara. Ia merasa tak nyaman dengan Eric yang harus sering berada di Red Group karena kerja sama.“Makanan di kantin ini enak.” Eric berusaha mencairkan suasana.“Tentu saja. Buat jadi koki di perusahaan ini juga nggak mudah,” sahut Lucas dingin.Eric memberikan udang goreng kepada Estelle. Gadis itu menoleh dan menatapnya nanar.“Kamu suka ini, kan?” tanya Eric ramah.Estelle tak menjawab.“Dia nggak suka udang goreng,” sahut Lucas sambil mengambil udang goreng tersebut dan memasukkan ke mulutnya. “Tapi, aku yang suka,” sambungnya.Eric menyeringai. Matanya terus menatap Estelle yang terus menyendok makanan ke mulut.“Oh iya, Pak Eric ... menurut kabar yang beredar, bukannya Anda memimpin anak cabang perusahaan Anda di Amerika dan perusahaan utama dikelola kakak Anda?” tanya Lucas tiba-tiba.“Iya, saya memang sempat memimpin anak cabang di Amerika. Tapi, saya bertukar tempat dengan kakak saya.”“Kenapa? Bukannya lebih baik tinggal di sana? Menikmati suasana dan orang-orang baru tentunya.” Lucas kembali melempar pertanyaan.Eric tersenyum tipis. Matanya menatap lurus ke arah Estelle. “Karena saya merindukan seseorang di sini. Meskipun orang itu adalah mantan pacar saya, saya tak menganggap bahwa kami sudah benar-benar putus.”Estelle memelankan proses mengunyah makanan. Meskipun ia tak ikut mengobrol, telinganya tidak tuli. Tentu ia menyimak perbincangan dua lelaki yang satu meja dengannya.“Jadi, Anda kembali karena merindukan seorang mantan? Yang benar saja! Bukannya dari kabar yang beredar, katanya Anda sudah punya tunangan?” tanya Lucas sambil menyeringai.Eric langsung menatap nanar ke arah Lucas.Lucas tersenyum asimetris. “Kenapa Anda menatap saya seperti itu?” tanyanya. “Jangan buat berita burung!” balas Eric sambil menatap tajam ke arah Lucas. “Siapa yang bikin berita burung, hah? Rumor itu memang benar, kan? Anda sudah bertunangan. Saya membacanya sendiri di internet.” Eric sontak membisu, lisannya kelu. “Diam, berarti benar,” sindir Lucas. Estelle yang sedari tadi diam, kini ia mulai membuka suara. Makanan yang dipesan sudah selesai dilahapnya. “Saya permisi.” Melihat Estelle pergi dengan raut yang tak ramah, Lucas pun mengekorinya. Ia meninggalkan Eric yang masih mematung di kursi. Estelle sudah menduga jika Lucas pasti mengikutinya. Lelaki itu mungkin menyadari perubahan sikapnya yang tadi tak bisa ditahan setelah mendengar kabar tentang pertunangan Eric. Karena tidak ingin karyawan lain melihat Lucas mengekorinya, ia pun memilih untuk pergi ke rooftop melalui tangga darurat.&
Lucas yang terkejut atas perlakuan tanpa aba-aba dari Estelle awalnya hanya bisa mematung. Matanya menatap mata Estelle yang terpejam. Namun, beberapa detik kemudian, Lucas ikut beraksi—membalas ciuman Estelle—dan membuatnya terlihat makin intens. “Apa-apaan?” batin Eric kesal. Kedua tangan Eric mengepal kuat. Tak kuat melihat panorama sejoli yang berciuman di depan mata, Eric langsung pergi meninggalkan mereka dengan dada yang terasa sesak. Pun dengan air mata yang keluar dari ujung matanya. “Aku pikir kamu masih mencintaiku.” Eric kembali berujar dalam hatinya. Memperdalam ciuman ternyata membuat napas terasa sesak. Estelle dan Lucas pun melepas ciuman itu guna menghirup oksigen. Ketika Lucas hendak kembali mencium Estelle, gadis itu justru menunduk. “Estelle?” panggil Lucas lirih. Estelle langsung membungkam bibirnya dengan tangan kanan. “Mati kamu, Estelle
Suara Lucas yang cukup lantang membuat Estelle harus membungkam mulut pria itu dengan tangan kanannya. Lantas, gadis itu meraih tangan Lucas dan membawanya menjauh dari restoran. Untung saja restoran tempatnya makan menggunakan sistem pembayaran elektronik. Jadi, Estelle tak perlu repot-repot pergi ke kasir untuk membayar cash setelah selesai makan karena ia sudah membayarnya di awal. Setelah Estelle dan Lucas berada di depan kantor, Estelle baru melepas genggaman tangannya. Sementara itu, Lucas mencium tangannya sendiri—menikmati aroma bekas genggaman Estelle. “Wangi,” lirih Lucas dengan kedua mata yang terpejam. Estelle menggeleng melihat kelakuan Lucas. Ia tak habis pikir mengapa ada orang seperti Lucas yang harus selalu bertemu dengannya. Lucas sungguh tak terlihat seperti seorang pria dewasa, tetapi justru terlihat seperti remaja lebay. “Estelle, makasih,” ucap Lucas dengan senyum lebar yang terlukis di wajah tampannya.
Para karyawan departemen keuangan langsung kembali ke kursinya masing-masing, kecuali Estelle dan Suzy. Mereka merasa takut akan kehadiran seorang pria yang memiliki pengaruh penting di perusahaan tempat mereka bekerja. Ini adalah kali pertama mereka melihat pria itu berbicara dengan nada serius seperti itu. “Gawat. Kenapa dia harus ke sini?” batin Suzy. Suzy membalikkan tubuhnya. Seorang pria tegap berambut cokelat menatapnya dengan sedang bersedekap dada. Tatapan pria itu sungguh galak sehingga Suzy membisu. “Berani-beraninya kamu ganggu pacarku,” ucap Lucas sambil menyeringai. “Apa? Pa-pacar?” tanya Suzy tak percaya. Lucas melangkah mendekat ke arah Estelle yang mematung. Dengan sigap, ia mengalungkan sebelah tangannya ke pundak Estelle. Tak lupa dengan senyum manis yang ditampilkannya. Pria yang merupakan calon penerus perusahaan Red Group memang sudah terbiasa memperlakukan Estelle dengan manis. Namun
Setiap melihat Eric, Estelle merasa ada silet yang menggores hatinya. Pedih. Memori masa lalu muncul tiba-tiba dan ia sangat membenci hal itu. Ia merasa bahwa mengingat masa lalu bersama Eric merupakan kutukan buruk yang sulit dihilangkan. Ketika Estelle sedang memilih gaun, secara tak sadar matanya melirik ke arah Sheryl yang sedang memilih gaun dengan Diana. Mereka terlihat begitu dekat. Melihat kedekatan mereka, Estelle berpikir dalam hitungan minggu, pesta pernikahan Eric dan Sheryl akan digelar. “Kamu cemburu?” bisik Lucas tepat di samping telinga Estelle. Estelle begitu terkejut. Siapa yang tidak akan terkejut jika sedang melamun dan tiba-tiba ada orang yang berbisik padanya? Dengan mata menatap tajam ke arah Lucas, Estelle menjawab, “Tentu saja nggak. Buat apa aku cemburu? Nggak guna!” Gadis itu berpindah posisi ke tempat kumpulan midi dress berwarna soft. Ia mengambil sebuah midi dress lengan pendek berwarna lilac polos. Lantas
Debaran benda berukuran sekepal tangan di dalam dada Estelle makin tak karuan. Ia tak ingat mengapa bisa sampai di kamarnya dan apa yang telah dilakukannya dengan Lucas tadi malam. Estelle hanya mengingat waktu ia pulang dari butik. Setelah itu, ia tak mengingat apa pun. “Morning, Estelle,” sapa Lucas lembut. Estelle membulatkan kedua matanya. Bagaimana bisa Lucas setenang itu setelah melakukan hal di luar keinginan Estelle? Apa Lucas tidak merasa bersalah sama sekali? Tidak! Lucas pasti justru merasa senang telah melakukan hal itu pada Estelle. “Gila,” lirih Estelle. Kedua mata Estelle memanas seketika. Peluhnya juga tak lupa mengalir sampai membasahi bantal yang ditidurinya. Ia tak bisa menahan peluhnya untuk tidak mengalir. “Estelle, kamu kenapa?” Lucas bertanya pelan. “Kamu gila, Lucas! Aku minta kamu buat pacaran kontrak sama aku. Tapi, bukan berarti kamu bebas ngelakuin hal ini sama aku,” balas Estelle den
Meskipun Estelle menganggap Lucas layaknya seorang remaja yang menyebalkan, sesekali ia merasa bahwa Lucas merupakan seorang pria dewasa yang begitu tangguh. Ketangguhan Lucas dibuktikan dengan dirinya yang tak pernah goyah untuk mengejar cinta Estelle, meski gadis itu selalu menolaknya terang-terangan. Estelle sering mendengar bahwa seseorang akan berubah seiring berjalannya waktu. Bukan hanya fisik seseorang yang berubah, tetapi juga perasaan orang tersebut kepada yang lainnya. Namun menurut Estelle, perasaannya sangat sulit untuk diubah. Atau, ia tak sadar bahwa perasaannya telah berubah? Estelle biasanya tak menceritakan masa lalu kepada orang lain. Ia sangat membenci masa lalu indah yang justru menoreh luka di hati. Ia sangat benci membahas seorang pria yang berhasil membuatnya terpikat. Namun, sekarang Estelle justru menceritakan masa lalu itu kepada Lucas. “Eric adalah cinta sekaligus pacar pertamaku,” ucap Estelle setelah bebe
Midi dress lengan pendek berwarna lilac polos sudah melekat di tubuh Estelle. Ia terlihat begitu elegan dengan rambut yang digelung dan membiarkan beberapa helai menggantung di depan kedua telinga. Tak lupa ia merias wajah dengan riasan tipis agar tidak terlihat pucat akibat kegiatan begadangnya. Sungguh, Estelle tak tenang harus menghadiri acara ulang tahun ketiga puluh sang mantan. Entah mengapa ia merasa tak tenang sehingga sulit untuk tidur. Untung saja mata pandanya bisa disamarkan dengan foundation. Jika tidak, penampilannya akan terlihat mengenaskan. Seperti rencana, Estelle pergi bersama Lucas. Setelah mengenakan sepatu berhak tinggi warna senada dengan gaun yang dikenakannya, Estelle langsung keluar dari apartemen. “Estelle!” seru Lucas tanpa memperhatikan keadaan sekitar yang cukup ramai. Pipi Estelle bersemu merah. Ia merasa malu karena penghuni apartemen menatapnya dengan tersenyum. Karena tidak ingin berlama-lama men