Share

6-Masalah Baru

Suara Lucas yang cukup lantang membuat Estelle harus membungkam mulut pria itu dengan tangan kanannya. Lantas, gadis itu meraih tangan Lucas dan membawanya menjauh dari restoran. Untung saja restoran tempatnya makan menggunakan sistem pembayaran elektronik. Jadi, Estelle tak perlu repot-repot pergi ke kasir untuk membayar cash setelah selesai makan karena ia sudah membayarnya di awal.

Setelah Estelle dan Lucas berada di depan kantor, Estelle baru melepas genggaman tangannya. Sementara itu, Lucas mencium tangannya sendiri—menikmati aroma bekas genggaman Estelle.

“Wangi,” lirih Lucas dengan kedua mata yang terpejam.

Estelle menggeleng melihat kelakuan Lucas. Ia tak habis pikir mengapa ada orang seperti Lucas yang harus selalu bertemu dengannya. Lucas sungguh tak terlihat seperti seorang pria dewasa, tetapi justru terlihat seperti remaja lebay.

“Estelle, makasih,” ucap Lucas dengan senyum lebar yang terlukis di wajah tampannya.

“Lucas, apa yang kamu pikirin? Kamu pikir aku serius ngajak kamu pacaran?” 

Lucas membuang muka. Sepersekian detik berikutnya, ia tersenyum asimetris menyadari kebodohannya. Sudah ia duga jika Estelle tak semudah itu untuk mengajaknya menjalin hubungan asmara.

“Jadi?” tanya Lucas tanpa menoleh ke arah Estelle.

“Aku ingin kita menjalani pacaran kontrak. Sebelumnya aku minta maaf karena sudah bikin kamu salah paham. Tapi, aku mohon kamu terima ajakanku.”

Pria berambut cokelat di depan Estelle membisu. Menjalin hubungan asmara dengan Estelle adalah impiannya sejak pertama kali bertemu dengan gadis itu. Namun, menjalani hubungan kontrak rasanya cukup memberatkan hatinya.

“Kenapa kamu ingin menjalani pacaran kontrak denganku?” tanya Lucas setelah membisu lebih dari sepuluh detik.

“Karena aku ingin bikin Eric cemburu,” balas Estelle cepat.

Estelle segera mengulum bibirnya. Seharusnya ia tak keceplosan mengatakan itu di depan Lucas. Sesaat kemudian, ia mendongak untuk melihat ekspresi Lucas.

Lucas tertawa lirih setelah Estelle mendongak ke arahnya. “Kamu yang sering bilang aku kayak bocah, tapi kayaknya malah kamu yang kayak bocah, deh,” ucapnya.

Kedua tangan Lucas meraih tangan Estelle. Gadis itu hendak melepas genggaman Lucas, tetapi Lucas justru mengeratkan genggamannya.

“Lucas—”

“Estelle, sekarang mungkin kamu belum bisa sepenuhnya move on dari dia. Tapi, aku yakin kalau suatu saat kamu sadar kalau orang yang pantas buat kamu itu aku,” sahut Lucas lembut. “Aku terima ajakanmu. Hitung-hitung sebagai latihan sebelum kita pacaran sungguhan.”

Lucas mendaratkan bibirnya ke punggung tangan Estelle. 

Gadis berambut panjang di depan Lucas membisu. Baru kali ini rungunya mendengar kalimat Lucas yang tidak terdengar seperti ucapan remaja lebay. Cara Lucas berbicara kali ini sungguh membuat jantungnya berdebar. Ditambah lagi Lucas mengecup punggung tangannya lembut.

Rentetan gigi yang rapi terlihat begitu bersih di wajah Lucas. Sesaat kemudian, ia melepas genggaman tangannya dan beralih ke pipi Estelle. 

“Lucas, sakit!” pekik Estelle.

Tak kunjung melepas cubitan di pipi Estelle, gadis itu pun langsung menginjak keras kaki Lucas.

“Akh!”

“Kamu ini emang kayak remaja lebay!” seru Estelle, lalu ia berlari ke dalam kantor.

***

Semua pasang mata karyawan departemen keuangan menatap sinis ke arah Estelle yang baru sampai di ruang kerja. Mendapat tatapan seperti itu, Estelle mematung di pintu. Matanya menoleh ke arah jam dinding.

Aku belum terlambat masuk. Tapi, kenapa mereka lihatin aku kayak gitu? tanya Estelle dalam hati.

Seorang senior yang mengenakan rok span selutut berjalan dengan tampang galak mendekati Estelle. Sementara itu, Estelle hanya menatapnya nanar. Ada apa ini?

“Hebat ya, kamu. Mentang-mentang punya hubungan yang baik sama anak pemilik perusahaan ini, kamu pikir kamu bebas buat kerja semaumu, hah?” gertak Suzy.

“Maksud Kakak apa? Aku datang tepat waktu. Bahkan, lima menit lebih awal dari jam masuk kerja,” balas Estelle.

“Sini hapemu!” ucap Suzy sambil menjulurkan tangan kanannya.

Estelle mengambil ponsel yang tersimpan di tas selempangnya. 

“Buka sekalian!” lanjut Suzy.

Setelah ponsel Estelle terbuka, Suzy langsung merebutnya. Lantas, ia membuka sebuah aplikasi obrolan. Tampangnya makin terlihat kesal setelah melihat sesuatu di dalam aplikasi obrolan di ponsel Estelle.

“Punya hape gunanya buat komunikasi, kan? Kenapa kamu nggak buka obrolan grup kita, hah?” Suzy meninggikan suaranya.

“Obrolan grup?” tanya Estelle lirih.

Suzy langsung memperlihatkan obrolan grup yang dimaksudnya. Membaca setiap obrolan di layar itu, Estelle sungguh merasa bersalah. Pekerjaan seniornya menjadi kacau karena Estelle tak bisa dihubungi bahkan sudah di-tag berkali-kali.

“Ma-maaf ak—”

“Maaf katamu? Heh, asal kamu tahu ... Pak Jonas marahi kami habis-habisan. Dia bilang kalau kami itu nggak becus ngurus data keuangan. Kalau kamu bisa dihubungi tadi, Pak Jonas nggak bakal semarah itu,” sahut Suzy.

Estelle kembali meminta maaf, tetapi Suzy tak mau mendengarkan permintaan maaf darinya. Ia justru makin menyudutkan Estelle. Bukan hanya Suzy yang menyerang Estelle dengan kata-kata, tetapi juga rekan kerja yang lain.

“Kamu enak, Estelle. Gaji bulananmu nggak bakal dipotong oleh Pak Jonas. Tapi, kami? Gaji kami dipotong 25 persen!”

“Kamu tahu, kan, gaji itu sangat berharga buat kami?”

Dada Estelle sontak terasa sesak. Ia ingin menumpahkan perasaan bersalahnya dalam bentuk tangisan. Namun, ia tak melakukannya.

Suzy, senior yang sudah bekerja di Red Group selama lima tahun itu memang sudah lama merasa iri kepada Estelle. Estelle dengan tempo yang singkat bisa naik jabatan, sedangkan ia butuh waktu lebih dari tiga tahun untuk bisa naik jabatan. 

Ditambah, sekarang Estelle terlihat makin dekat dengan Lucas, orang yang ia sukai sejak SMA. Tentu rasa iri yang bersemayam di dalam diri Suzy makin bertambah.

“Kamu itu memang parasit,” gertak Suzy.

Estelle menunduk dan kembali berucap maaf. 

Tangan kanan Suzy meraih surai panjang Estelle yang indah. Dengan keras, ia menjambak surai itu sampai Estelle merasa kesakitan. Bukannya membantu Estelle agar terlepas dari perbuatan kasar Suzy, rekan kerja yang lain justru diam dan tersenyum sinis kepada Estelle.

Air mata kini tak bisa Estelle bendung lagi. Cairan bening itu lolos perlahan membasahi pipi mulusnya. Estelle tak bisa melepaskan diri dari Suzy karena setiap ia bergerak, jambakan Suzy makin kuat.

“Aku kira, kegiatan perundungan hanya ada di sekolah. Tapi, ternyata di tempat kerja juga ada,” ucap seseorang bersuara berat.

Suzy sangat paham dengan suara yang begitu familiar di telinganya. Segera ia melepas jambakannya. Dengan jantung yang berdetak lebih cepat, matanya justru menatap marah ke seorang gadis yang berada di depannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status