Aldi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ternyata Riska tidak tahan karena ingin buang air, bukan karena ingin menuntaskan hasratnya sama seperti dirinya tadi, yang menuntaskannya sendiri.“Bapak kenapa sih? Aneh ih tanyanya? Masa orang lagi buang air suruh teriak-teriak?” ucap Riska.“Aku lapar, makan yuk? Sudah selesai masaknya, kan?”Aldi sengaja mengalihkan pembicaraan, karena ia malu dengan pikirkannya sendiri yang tiba-tiba jadi berpikiran negatif tentang Riska. Pasalnya, jika Marta ingin sekali, dia menuntaskan hasratnya sendiri di kamar mandi. Aldi kira Riska melakukan hal yang sama dengan Marta.“Hmmm ... pantas saja bicaranya ngelantur, ternyata Bapak lapar? Ya sudah yuk kita makan,” ajak Riska.Mereka duduk saling berhadapan di depan meja makan. Tangan Riska cekatan mengambilkan makanan untuk suaminya.“Silakan, Pak. Selamat makan,” ucapnya dengan senyum tipis di wajahnya.“Selamat makan juga, Riska,” jawab Aldi.Aldi menyendokkan makanannya, dan mulai mencicipi masakan
Riska menenangkan degup jantungnya yang tidak keruan karena perbuatan Aldi yang tiba-tiba saja berlaku manis di depannya. “Ya Allah ... apa yang terjadi pada diriku?” batin Riska sambil melongo mengingat apa yang Aldi lakukan tadi. Sementara Aldi yang baru sampai di kantornya, langsung disambut oleh Hasan. Asistennya itu merasa ada yang aneh dengan penampilan sang bos. Biasanya memakai baju rapi dan formal, sekarang hanya memakai kemeja lengan pendek, dan terlihat tampil lebih fresh, terlihat sangat muda menurut Hasan. “Kok bengong, San? Bagaimana, sekarang saja meetingnya? Saya belum terlambat, kan?” tanya Aldi yang melihat Hasan melongo memandang penampilannya dari atas sampai bawah. “Tuan gak salah ke kantor pakai pakaian seperti ini? Apa tidak terlalu santai? Atau saya siapkan baju Tuan yang lain?” tanya Hasan. “Apa saya salah pakai baju? Sepertinya tidak salah? Baju ini bersih, rapi, wangi, dan pantas untuk dipakai ngantor, ya meskipun terkesan santai,” jawabnya dengan me
“Ternyata, dia membelikan rumah mewah untuk Yani dan anak-anak mereka,” ucapnya dengan berderai air mata. “Rumah itu lebih mewah dari rumahku dan Rendi, dan hal yang paling mengejutkan, mereka sudah menikah SAH tanpa sepengetahuanku, sebelum anak pertama mereka lahir. Mereka menikah Sah dengan berdasarkan surat perjanjian yang aku buat, sehingga pihak Kantor Urusan Agama mengesahkannya, karena berdasarkan surat itu, aku telah menyetujuinya,” jelas Intan dengan sesegukkan.“Kok bisa sih? Kamu bilang Rendi sangat mencintaimu dan tidak akan berpaling darimua meski ada Yani?” tanya Selfi. “Iya dia mencintaiku, dan mencintai Yani. Dia tidak mau melepaskan Yani juga diriku. Terlebih Orang tua Rendi tahu pernikahan dia dengan Yani karena aku yang minta, karena aku yang tidak mau hamil. Sekarang aku tidak tahu harus bagaimana, Rendi bilang semua yang ia kasih untuk Yani sudah di atas namakan anak-anak mereka, sudah tercatat dalam surat dari Notaris, itu semua sah,” ucapnya. Marta yang mende
“I—iya, Pak. Nanti Saya pakai baju itu,” balas Riska.Riska bergegas masuk, lalu mengunci pintu depan, dan langsung masuk ke kamarnya. Matanya tertuju langsung ke arah lemari pakaiannya, ia membuka lemari pakaiannya lalu mengambil baju yang dimaksud Aldi.“Hanya ini yang warna merah hati, masa iya aku pakai baju yang kurang bahan begini, nerawang, dan bolong-bolong?” ucapnya dengan tatapan ngeri pada baju di depannya.“Enggak mau!” Riska melempar baju itu ke atas tempat tidur. “Eh tapi ... bukannya lebih cepat lebih baik? Kan jadi cepat selesai tugasku?” ucapnya dengan mengambil baju dinas merah hatinya.Riska mencoba baju dinasnya itu, melihat penampilannya memakai baju dinasnya saja Riska risih, apalagi dilihat oleh lawan jenis? Meskipun suaminya, tetap saja Riska risih, apalagi baru pertama kalinya memakai baju model seperti itu,“Ya Allah ... ini baju apaan? Apa ini yang namanya baju dinas yang sering Yani katakan? Ling—lingerie? Ah iy benar sepertinya itu namanya,” ucap Riska.T
“Ah kelamaan kalau tahun depan, Pak. Sekarang yuk?” ajak Riska dengan genit.Aldi hanya menggeleng, melihat Riska yang menjadi agresif seperti itu. Istri mudanya malam ini seakan menantangnya untuk berduel di atas ranjang.“Yakin? Nanti kamu nangis?” ledek Aldi.“Ya kalau bapak ingin, tapi memang saya masih takut, Pak. Boleh jangan sekarang?” tawar Riska.“Ya sudah, tidak apa-apa. Aku paham itu. Kita saja baru sehari ini ketemu lagi setelah pernikahan kita itu. Jadi mulai sekarang anggap saja kita ini sedang PDKT,” ucap Aldi.“Hmm ... benar sekali,” jawab Riska.Aldi meregangkan otot tubuhnya yang kaku. Ia merasakan pegal di tubuhnya karena tadi memang sibuk di kantor, meski bekerja setengah hari saja, pekerjaan hari ini menguras tenaga Aldi.“Bapak kenapa? Capek, ya?” tanya Riska.“Iya, badannya pegel-pegel, Ris,” jawab Aldi.“Sebentar, ya?”Riska meninggalkan Aldi, entah dia mau apa. Riska terlihat berjalan ke arah dapur. Aldi hanya melihat Riska pergi ke dapur dari tempat duduknya,
“Kenapa, hmm ...? Katanya mau aku ajari? Apa tadi pagi masih belum paham saat aku ajari kamu?” ucap Aldi. “Pak, lepasin ih!” “Katanya mau sekarang? Jangan kelamaan?” ucap Aldi dengan mendekatkan wajahnya pada wajah Riska. “Ta—tap .... uhmpp ....” Tak tahan lagi melihat bibir ranum Istri mudanya, Aldi langsung menyambar bibir manis Riska yang menantang di depannya. Melumatnya dengan lembut tapi lahap, apalagi sudah lama bibirnya kering, tidak pernah ciuaman dengan Marta sampai basah seperti sekarang. “Uhmmpp ...,” lenguh Riska karena lidah Aldi berusaha membukan mulut Riska, dan langsung membelit lidah Riska tanpa ampun. Napas mereka makin memburu, bak genderang yang mau perang. Aldi benar-benar ingin menguasai permainannya dengan Riska sekarang juga, apalagi yang di dalam sana sudah mengeras karena Aldi merasakan bau harum tubuh Riska yang sangat menggoda. “Kita lanjutkan di kamar!” Aldi membopong tubuh Riska masuk ke dalam kamar. “Pak, jangan sekarang,” ucap Riska terengah. “
Tidak peduli Riska yang merintih kesakitan, Aldi tetap fokus pada penyatuannya malam ini. Riska benar-benar masih tersegel rapat. Ada rasa sesak di dalam dada Aldi, karena ia sudah merenggut kesucian Riska, yang mempertaruhkannya demi adik-adiknya supaya bisa bersekolah.Aldi masih dalam penyatuannya dengan Riska. Sesekali ia kecup kening Riska dengan rasa yang aneh. Rasa yang begitu dalam, hingga timbul rasa aneh di hatinya. Ia usap air mata Riska yang mulai merembes di sudut matanya.“Pak ...,” Rintih Riska.“Maafkan saya, sudah membuatmu seperti ini. Saya janji tidak akan meninggalkanmu,” ucap Aldi.“Apa masih sakit?” tanya Aldi.“Iya, sudah cukup, Pak. Rasanya aku mau pipis,” ucap Riska dengan terengah.Aldi tersenyum dengan gemas melihat Riska yang ingin meluapkan hasratnya. Mungkin pertama kalinya Riska mengalami puncak pencapaian kenikmatan.“Pipis saja, gak apa-apa,” bisik Aldi dengan terus menggerakkan tubuhnya semakin kencang.Mereka bermandi peluh kenimatan malam ini. Tubuh
“Ya Salat dong Riska?” “Oh kirain bikin anak lagi?” ucapnya lega. “Kita Salat di kamar sebelah saja, ini kamar kotor semalam sudah diberantakin kita, Salat di kamar sebelah yang bersih,” ajak Aldi Riska mengangguk, ia berjalan di belakang suaminya untuk ke kamar sebelah. Aldi kedua kalianya menjadi Imam. Setelah puluhan tahun ia meninggalkan kewajibannya, sekarang Aldi melaksanakan kewajibannya lagi sebagai seorang muslim. Menikah dengan Marta hanya dunia dan nafsu saja yang ia pikirkan. Jangankan salat, ada adzan saja dia tidak mengindahkannya, yang penting kekuasaan dan kekayaan yang Aldi pikirkan, dan itu untuk membahagiakan Marta. ** Sudah satu bulan lamanya Marta di Paris. Ia semakin gelisah, karena suaminya sama sekali tidak menanyakan kabarnya, jangankan tanya kabar lebih dulu, membalas pesan dari Marta saja sangat singkat, tidak ada romantisnya lagi. Tidak ada kata rindu dan kata cinta lagi. Dengan tatapan pilu, Marta memangdangi layar gawainya, berharap malam ini suaminy