Share

Chapter 9

Salsa menyeka air matanya saat melihat suaminya, ia tidak ingin jika Dewa tahu tentang apa yang terjadi tadi di toilet. Salsa bisa saja mengadukan itu semua, tapi ia bukan tipe orang yang suka mengadu. Sementara itu, Dewa langsung menghampiri sang istri dengan perasaan panik. Ia tidak suka melihat wanitanya menangis.

"Salsa, ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Dewa dengan panik, untung saja tidak ada orang lain selain mereka berdua.

"Eng-enggak, aku nggak nangis. Tadi habis cuci muka, makanya basah," dustanya. Salsa tidak ingin memperpanjang masalah tersebut.

Dewa mengernyitkan keningnya. "Beneran kamu ... tapi matamu merah."

"Oh, ini ... katanya, Om ada meeting." Salsa sengaja mengalihkan pembicaraan.

Dewa menepuk jidatnya sendiri. "Oh, iya aku sampai lupa. Sekarang kamu ikut aku ke ruangan."

Dewa melangkahkan kakinya dengan diikuti oleh Salsa. Wanita berambut panjang itu sedikit kewalahan mengikuti langkah suaminya, bahkan Salsa hampir saja terjatuh lantaran high heels yang ia gunakan terlalu tinggi. Tidak butuh waktu lama, kini keduanya sudah tiba di ruangan, Salsa terkagum-kagum melihat ruangan kerja suaminya itu. 

"Ini ruangan, apa lapangan sepak bola," gumamnya, Salsa benar-benar terpesona dengan keindahan dan kenyamanan ruangan milik suaminya itu.

"Mulai sekarang kamu akan bekerja di sini, aku sudah menyuruh orang untuk membawa meja serta kelengkapan yang lainnya ke ruangan ini," terang Dewa, sementara Salsa hanya mengangguk sambil terus memperhatikan isi dan desain ruangan tersebut.

"Jadi kita .... " ucapan Salsa terhenti saat pintu ruangan diketuk dari luar.

"Masuk." Dewa berjalan menuju meja kerjanya, lalu menjatuhkan bobotnya di kursi kerjanya.

Pintu terbuka, dua orang security perlahan masuk ke dalam dengan menggotong meja kerja untuk Salsa. Bukan hanya meja, tetapi juga kursi serta kelengkapan yang lainnya. Salsa hanya diam sembari memperhatikan pegawai suaminya bekerja. Ia tidak menyangka jika dirinya akan bekerja satu kantor bahkan satu ruangan dengan pria yang sangat dicintainya, suami mesumnya.

"Letakkan di situ." Dewa menunjuk tempat yang kosong yang berada di sebelah kiri meja kerja miliknya.

"Baik, Tuan," ucap salah seorang security itu.

"Setelah selesai kalian boleh keluar," ujar Dewa, matanya fokus memperhatikan pegawainya bekerja.

"Selesai, Tuan. Kami permisi." Dua security itu bergegas keluar setelah pekerjaan mereka selesai.

Sementara itu, Dewa bangkit dari kursinya dan berjalan menuju meja kerja yang ia siapkan untuk sang istri. Salsa pun mengikuti langkah Dewa, ia terus tersenyum karena semua itu rasanya seperti mimpi. Namun saat menginjak kejadian sewaktu di toilet, membuat pikiran Salsa tidak tenang. Ia takut jika nanti akan ada yang mengusiknya.

"Sekarang kamu duduk di sini," titah Dewa pada sang istri, sementara Salsa bergegas menjatuhkan bobotnya di kursi tersebut.

"Bagaimana, kamu suka?" tanya Dewa, dan dibalas dengan anggukan semangat oleh sang istri.

"Ok, sekarang aku ada meeting. Dan tugas pertamamu adalah, kamu cek data ini. Jika masih ada yang salah tolong dibetulkan," titah Dewa seraya menunjukkan tugas pertama untuk sang istri.

"Ok, Om." Salsa memberi hormat kepada sang suami. Hal itu membuat Dewa semakin merasa gemas pada istri kecilnya itu.

"Anak pintar." Dewa mengacak rambut panjang istrinya. "Ya sudah aku meeting dulu ya, kamu jangan keluar sebelum aku kembali."

"Iya, Om," sahut Salsa dengan tersenyum.

Salsa langsung mengerjakan tugas yang Dewa berikan untuknya, meski ini pertama kali baginya, tetapi wanita berambut panjang itu sangat mudah memahami dan dengan cepat menyelesaikannya. Sementara itu, saat ini Dewa tengah meeting, hari ini jadwalnya begitu padat. Karena setelah meeting nanti, Dewa juga pertemuan dengan kliennya.

***

Waktu makan siang telah tiba, Salsa telah menyelesaikan tugas pertamanya sejak dua jam yang lalu. Sementara itu, saat ini Dewa baru kembali ke ruangannya, ada banyak urusan yang ia tangani. Dewa membuka pintu ruangannya, pertama kali yang ia lihat adalah Salsa yang tengah sibuk menonton video kesukaannya. 

Dewa berjalan mendekati sang istri yang tengah tertawa cekikikan. Salsa sama sekali tidak menyadari jika suaminya telah kembali, ia terlalu fokus pada video di handphonenya. Dewa berdiri tepat di belakang sang istri, ia terus memperhatikan Salsa. Istrinya itu benar-benar masih bocah, sudah menikah tetapi tontonan yang dilihat seperti anak kecil, yaitu Upin Ipin, Tom and Jerry, dan yang lain lagi.

"Sudah selesai nonton Upin Ipinnya?" tanya Dewa, seketika Salsa terlonjak kaget. Bahkan handphonenya hampir saja jatuh.

"Hehe, Om ngagetin aja. Sejak kapan, Om ada di sini?" tanya Salsa dengan cengengesan.

"Sejak seminggu yang lalu. Tugasmu bagaimana, apa sudah selesai." Dewa mengalihkan pandangannya ke meja yang ada di hadapan sang istri.

"Sudah dong." Salsa menyerahkan tugas tersebut pada sang suami.

"Ok. Kamu mau makan siang apa hari ini?" tanya Dewa, seraya menerima tugas tersebut.

"Aku pengen makan seblak yang pedes, Om," jawab Salsa. Hal itu membuat Dewa mengernyitkan keningnya.

"Nggak ada seblak, yang lain aja. Nggak usah yang aneh-aneh," sahut Dewa. Pasalnya akhir-akhir ini permintaan Salsa aneh-aneh. Semalam saja, Salsa minta dibuatkan jus belimbing.

Salsa berdecak sebal. "Ish, Om mah gitu. Orang pengennya seblak, masa disuruh yang lain."

Dewa menghela napas. "Salsa .... "

"Ya udah, aku nggak mau makan," potong Salsa, ia pun bangkit dan berjalan menuju sofa.

Sabar, Dewa mengelus dadanya agar bisa lebih sabar dalam menghadapi istrinya yang unik itu. Tanpa berkomentar lagi, Dewa segera menelepon orang untuk mencarikan seblak, ia tidak ingin melihat sang istri ngambek gara-gara permintaannya tidak dituruti. Setelah menelpon, Dewa berjalan menghampiri sang istri dan duduk disebelahnya.

"Nggak usah manyun seperti itu, udah aku pesenin," ucap Dewa seraya mencolek hidung Salsa.

"Beneran, Om. Makasih ya." Saking senangnya, Salsa langsung memeluk tubuh kekar suaminya. 

"Sama-sama, Sayang." Dewa membalas pelukan sang istri. Bahkan tangannya nakalnya mulai berkeliaran.

"Om, mau ngapain. Ini kantor loh, nanti kalau ada yang lihat gimana," ujar Salsa, saat ia merasa jika tangan suaminya mulai meraba area terlarangnya.

"Yang bilang ini kamar hotel siapa." Dewa mengangkat wajah Salsa dan menatap matanya.

"Om .... " ucapan Salsa terhenti saat Dewa menyambar benda kenyal miliknya.

Salsa berusaha untuk menolak, ia takut jika nanti ada pegawai yang masuk. Namun, Dewa sama sekali tidak peduli, bahkan ia mengunci tangan Salsa agar tidak bisa berkutik. Dewa merebahkan tubuh istrinya ke sofa, dan akhirnya .... 

***

Pukul tiga sore, Dewa akan keluar untuk bertemu dengan kliennya. Ia pun harus meninggalkan Salsa lagi, dan sebelum pergi Dewa akan memberi istrinya itu tugas agar tidak merasa bosan. Dewa segera memakai jasnya dan bersiap-siap untuk bergegas pergi. Sementara itu, Salsa terus memperhatikan apa yang tengah suaminya itu lakukan, betapa bangganya memiliki suami seperti Dewa.

"Salsa, aku mau keluar dulu karena ada pertemuan dengan klienku. Jadi aku akan memberimu tugas lagi agar tidak merasa bosan," ucap Dewa seraya berjalan menghampiri sang istri.

"Tugas apa, Om?" tanya Salsa.

"Kamu tulis tanggal yang ada di berkas ini. Semuanya kamu tulis, jangan sampai ada yang keliru. Kamu paham." Dewa meletakkan beberapa berkas di atas meja Salsa.

"Ok, Om," ucap Salsa dengan tersenyum.

"Ya sudah, aku pergi dulu ya." Dewa mengacak rambut panjang Salsa, setelah itu ia beranjak keluar dari ruangannya.

Selang dua puluh menit kemudian, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Dengan segera Salsa menoleh ke arah pintu, ia mengira jika harus datang adalah suaminya. Namun dugaannya salah, terlihat dua orang wanita tengah berjalan mendekat. Dua wanita itu yang Salsa lihat saat berada di toilet, ia tidak tahu apa tujuan mereka datang ke ruangan suaminya itu.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya Salsa dengan ramah.

"Ah, enggak. Kami hanya ingin mengantarkan dokumen ini untuk meeting besok. Nanti kamu bilang ya." Mona dan Niken berjalan menghampiri Salsa.

"Oh, baik, nanti akan saya sampaikan," ujar Salsa.

"Sepertinya kamu sedang sibuk," ucap Mona seraya menyerahkan dokumen tersebut.

"Ah, iya. Aku sedang mengerjakan tugas dari, o ... tuan Dewa." Hampir saja Salsa keceplosan.

Tiba-tiba saja, secara sengaja Niken menyenggol gelas yang berisi air putih itu agar tumpah. Dan benar saja, gelas itu roboh sehingga isinya tumpah. Yang membuat Salsa terkejut, airnya mengenai dokumen yang harus Dewa tanda tangani itu. Sementara Mona dan Niken pura-pura panik, padahal itu adalah rencana mereka berdua. Sungguh licik, kelakuan dua pegawai itu.

"Ya ampun, Salsa dokumennya basah," pekik Mona dengan ekspresi wajah yang terlihat panik.

"Duh, gimana nih." Dengan panik Salsa mengangkat dokumen tersebut yang sudah basah.

"Salsa, kamu ceroboh banget sih. Kamu tahu kan kalau dokumen itu akan digunakan, tuan Dewa untuk meeting besok," ujar Mona.

"Nanti, tuan Dewa bisa marah besar kalau tahu dokumen itu basah," timpal Niken.

"Tapi aku tidak .... "

"Ini kesalahan kamu, baru saja bekerja sudah buat masalah," potong Mona dengan cepat.

"Makanya kalau tidak bisa bekerja, jangan sok-sokan bekerja di perusahaan ini," timpal Niken. Perkataan dua wanita itu sungguh pedas di telinga.

"Tapi aku tidak .... "

"Tidak apa .... "

"Sudah-sudah, mending kita keluar aja sebelum, tuan Dewa kembali." Mona memotong ucapan Salsa dan juga Niken. Lalu ia menarik temannya itu untuk keluar dari ruangan Dewa. Kedua wanita itu benar-benar licik.

"Ya Allah, bagaimana ini. Kalau, om Dewa sampai tahu bisa-bisa .... " Salsa menggantung ucapannya, ia tidak bisa membayangkan seperti apa kemarahan Dewa nanti.

"Tulisannya mulai pudar lagi, aku bisa terkena masalah." Salsa mencoba mengeringkan dokumen tersebut.

Salsa terus mencoba mengeringkan dokumen tersebut. Ia benar-benar panik, jika suaminya sampai tahu. Dewa pasti akan marah besar, bahkan dirinya bisa dihukum atas kecerobohannya itu. Namun, Salsa tidak merasa menyenggol gelas itu, tetapi kenapa bisa tumpah. Salsa merasa ada yang tidak beres, tetapi rasa paniknya tidak bisa ia hindari untuk saat ini.

Pukul lima sore Dewa baru kembali, pria berlesung pipi itu bergegas menuju ke ruangannya. Setiba di ruangan, matanya menangkap sosok seorang wanita yang tengah gelisah, bahkan ia melihat mata wanita itu merah. Mungkinkah dua habis menangis, dengan sedikit penasaran Dewa berjalan menghampirinya.

"Salsa, kamu kenapa?" tanya Dewa. Seketika Salsa menoleh ke sumber suara tersebut.

"A-aku, maaf aku benar-benar tidak sengaja. Aku minta maaf, Om aku memang ceroboh." Salsa terus meminta maaf, hal ini membuat Dewa mengernyit heran.

"Maaf untuk apa?" tanya Dewa.

"Ini, Om." Salsa menyodorkan dokumen yang basah itu. Memang sudah sedikit mengering, tetapi tulisannya pudar.

"Salsa ini apa." Dewa menerima berkas tersebut dengan raut wajah yang sudah berubah.

"Tadi mbak Mona sama mbak Niken datang untuk mengantar dokumen itu. Katanya untuk meeting besok, tapi tadi .... " Salsa menggantung ucapannya saat melihat mata Dewa menatapnya dengan tajam.

"Salsa, kamu tahu. Dokumen ini .... " Dewa menggantungkan ucapannya setelah memeriksa berkas tersebut. Entah kecerobohan apa yang sudah sang istri perbuat.

"Salsa, kecerobohan apa yang sudah kamu perbuat. Kamu tahu dokumen ini sangat penting untuk meeting besok tapi kamu ... Salsa kamu bisa kan sedikit bertindak dewasa, jangan ceroboh seperti ini," ujar Dewa dengan menahan amarahnya.

"Maaf." Hanya itu yang mampu Salsa ucapkan. Bahkan air matanya tidak bisa ia bendung.

"Maaf kamu tidak bisa mengembalikan ini semua. Kamu lihat, tulisannya pudar gara-gara .... " Dewa menggantung ucapannya. Meski sudah mencoba untuk bersabar, tetapi kesabaran itu ada batasnya.

"Kamu tahu kan dokumen ini untuk apa, tapi kenapa ... apa kamu tidak pernah diajarkan untuk bersikap dewasa oleh ibumu iya. Meski usianya baru sembilan belas tahun, tapi seharusnya kamu sudah bisa bersikap dewasa!" bentak Dewa. Dadanya naik turun menahan amarah.

"Maaf, aku benar-benar tidak sengaja." Salsa terus meminta maaf, ia berharap suaminya mau memaafkan kesalahannya itu.

Air mata Salsa semakin deras, baru saja bekerja tetapi sudah mendapat masalah. Meski Salsa wanita yang tegar, tetapi tetap saja ia bisa menangis. Dan yang membuat hatinya terasa sakit saat Dewa menyebut ibunya. Dewa memang belum tahu jika Salsa telah kehilangan seorang ibu.

Dewa berjalan menuju meja kerjanya lalu membanting dokumen tersebut dengan kasar. Pria berlesung pipi itu melepas jasnya seraya mengendurkan dasinya yang terasa sedikit mencekat. Ia melirik ke arah sang istri yang masih menunduk dengan pipi yang sudah basah dengan air mata.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status