Share

Chapter 6

Setelah menemukan kemejanya, Dewa segera mengangkat panggilan video dari ibunya itu. Pria berlesung pipi itu menutup telinganya saat ibunya yang berada di seberang sana tengah ngomel tidak jelas. Malas rasanya jika harus mendengar omelan sang ibu. Itu sebabnya Dewa memilih untuk menutup telinganya.

[ Dewa, kamu dengerin mama ngomong apa nggak ]

[ Iya, Mamaku Sayang yang paling cantik ]

[ Mama mau lihat, apa ada orang selain kamu di situ ]

[ Nggak ada lah, Ma. Dewa kan sendirian ]

[ Kamu nggak lagi bohongin, Mama kan ]

[ Enggak, Ma ]

[ Ya sudah, udah malam mama mau tidur ]

[ Lah siapa suruh malam-malam pake acara video call segala ]

[ Kamu tuh ya .... ]

Belum sempat Sinta melanjutkan ucapannya, Dewa lebih dulu mematikan sambungan video tersebut. Dewa melempar benda pipih miliknya itu, lalu ia merebahkan tubuhnya di sofa. Pikirannya menjadi kacau, ibunya sudah mulai merasa curiga. Ia jadi berpikir jika wanita yang Salsa maksud adalah Viola. Jika benar itu Viola, berarti keberadaan Salsa terancam.

"Salsa ke sini," panggil Dewa.

Salsa berjalan menghampiri sang suami. "Ada apa? Tadi di suruh ngumpet."

Dewa tersenyum saat melihat istrinya cemberut, lalu dengan cepat pria berlesung pipi itu menarik tangan istrinya hingga Salsa jatuh ke pangkuannya. Salsa terkejut dengan apa yang suaminya lakukan, bahkan bergidik ngeri saat melihat senyum mesum sang suami. Salsa hendak bangkit, tetapi Dewa menahannya, alhasil ia hanya bisa pasrah.

"Mau kemana, hem?" tanya Dewa.

"Aku mau .... "

"Kita lanjutkan yang tadi," potong Dewa dengan cepat. Dan pernyataan itu sukses membuat mata Salsa melotot.

"Tapi, Om .... "

"Tidak ada tapi-tapian, buka gawangnya biar aku bisa mencetak goal lagi." Lagi-lagi Dewa memotong ucapan Salsa.

"Dasar, Om-om mesum," batin Salsa.

"Om mandi dulu sana, bau tahu," punya Salsa, berharap ia bisa lepas dari nafsu suaminya itu.

"Nanti kita mandi bareng, aku mau mencetak goal dulu," ujar Dewa, bahkan ia mulai melepas kancing kemejanya satu persatu.

"Tapi hump .... " 

Dewa membungkam mulut Salsa dengan benda kenyalnya. Ia juga mengunci tangan istrinya agar lebih leluasa. Keduanya kembali melakukan hubungan halal itu.

Pukul satu dini hari Dewa berhasil mencetak dua goal. Tenaganya cukup terkuras habis, kini tubuh kekarnya itu terkapar di samping sang istri. Hanya selimut tebal yang menutupi tubuh polos keduanya. Sementara Salsa sudah berlayar di alam mimpi, mungkin itu semua efek capek setelah berolahraga malam bersama sang suami.

Dewa menoleh ke samping, ia tersenyum saat melihat wajah damai istrinya yang sudah tertidur pulas. Meskipun Salsa belum pandai dalam melayani hasratnya, tetapi ia tetap merasa puas. Dewa yakin lama kelamaan istrinya yang mungil bin konyol itu bisa pandai dalam urusan ranjang, hanya butuh waktu saja.

"Terima kasih ya, Sayang." Dewa mencium kening istrinya, lalu memeluknya seperti bantal guling.

***

Hari telah berganti, pukul tujuh pagi Salsa baru terbangun dari tidurnya. Rasa capek serta rasa nyaman saat tidur dalam dekapan suaminya membuat wanita berambut panjang itu enggan untuk membuka mata. Namun, setelah terbangun ia terkejut saat melihat waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Salsa bergegas bangkit, tetapi ia sadar jika dirinya masih dalam keadaan polos.

"Om, bangun udah siang. Nanti, Om bisa telat ke kantor." Salsa mengguncang tubuh kekar suaminya.

"Biarin aja, aku capek, Sayang," ujar Dewa dengan mata yang masih terpejam.

"Ish, siapa suruh malam-malam olahraga. Buruan bangun, Om udah jam tujuh." Salsa berdecak, ia kembali mengguncang tubuh suaminya itu.

"Ini hari Minggu, Sayang. Aku libur, jadi aku ingin tidur lagi, sini." Dewa menarik tubuh mungil istrinya dan kembali memeluknya dengan sangat erat.

Alhasil, Salsa memilih menurut, percuma melawan. Justru nanti Dewa akan mengajak olahraga lagi, dan hal itu bisa membuat tulangnya benar-benar remuk. Mata yang sudah terjaga, membuat Salsa tidak bisa memejamkannya kembali. Berbeda dengan sang suami, mungkin efek dari kelelahan yang membuat Dewa mudah tertidur.

Tiga puluh menit kemudian, Salsa memutuskan untuk bangun. Dengan perlahan ia menyingkirkan tangan besar suaminya yang berada di perutnya. Selepas itu, ia bangkit dan beranjak masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Dewa masih pulas dalam berlayar di alam mimpinya. Ia tidak sadar jika istrinya sudah bangun dan mulai mengerjakan tugasnya sebagai seorang istri.

"Om, aku ke bawah dulu ya, mau beli nasi goreng." Salsa mengguncang lengan kekar suaminya.

"Hem, ya sudah. Tapi jangan lama-lama," sahut Dewa dengan mata yang masih terpejam.

"Iya, Om." Salsa beranjak dari kamar, dan bergegas keluar dari apartemen tersebut.

Selepas Salsa pergi, pintu terdengar suara yang tidak asing baginya. Yaitu suara khas Sinta---ibunya. Dewa yang mendengarnya terlonjak kaget, dan yang lebih mengejutkan adalah. Wanita setengah abad itu sudah masuk ke dalam apartemennya. Dengan panik ia mencari pakaiannya, tetapi naas. Pakaiannya masih berserakan di lantai.

"Dewa, bangun udah siang." Sinta membuka pintu kamar putranya itu.

"Mama ngapain ke sini," sahut Dewa, seraya meraih kemejanya.

"Astaga, Dewa. Kamu ... sejak kapan tidur nggak pakai baju," ujar Sinta, ia merasa heran dengan kelakuan putranya itu. Pasalnya, ia tidak pernah melihat Dewa tidur dengan posisi seperti saat ini, yaitu dengan tubuh polos.

"Dewa, ini lingerie punya siapa?! Kenapa bisa ada ... terus ini bra milik siapa?!" tanya Sinta dengan penuh amarah. Tangannya terulur mengambil lingerie dan bra yang tergeletak di sofa.

"Oh, itu milik teman tidurku, Ma," jawab Dewa dengan santai. Percuma mencari alasan, asalkan Salsa jangan dulu kembali sebelum Sinta pergi dari apartemennya.

"Dewa! Sejak kapan kamu jadi bakal seperti ini hah! Jadi ini kelakuanmu iya. Itu sebabnya kamu memilih tinggal di sini dari pada tinggal sama mama iya!" teriak Sinta, rasanya jantungnya ingin copot mendapati kelakuan putranya yang seperti itu.

Bukannya menjawab, Dewa justru berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Sinta masih syok dengan apa yang putranya itu lakukan. Bagaimana tidak syok, Sinta mendapati Dewa tidur tanpa pakaian, bukan itu saja. Kondisi ranjang yang berantakan, serta lingerie dan bra berwarna hitam tergeletak di sofa. 

Dua puluh menit kemudian, Dewa selesai mandi, pria dengan balutan kaos berwarna putih dan celana pendek santai keluar dari kamarnya. Ia melihat ibunya tengah duduk di sofa, Dewa berjalan mendekatinya dan duduk berseberangan. Dewa melihat raut wajah ibunya yang memerah, mungkin wanita setengah abad itu sangat marah dan geram terhadap dirinya.

"Dewa, katakan siapa wanita yang ada di apartemen ini?" tanya Sinta.

Dewa terdiam sejenak. "Dia calon istriku, calon ibu dari anak-anakku, dan calon menantu, Mama."

"Siapapun dia, sampai mati aku tidak akan pernah merestui hubungan kamu dengan wanita itu. Wanita yang tidak jelas, wanita murahan. Mama hanya setuju kamu menikah dengan Viola, mengerti!" tegasnya. Dadanya naik turun menahan amarah. Sinta tidak habis pikir jika putranya telah mencintai wanita lain, dan melakukan hal di luar dugaan.

"Terserah, Dewa tidak peduli," ucap Dewa acuh. Ia tidak peduli dengan perjodohan itu, perjodohan yang sama sekali tidak pernah ia harapkan.

"Baik, jika itu keputusanmu. Secepatnya, mama akan mengumumkan pertunanganmu dengan Viola. Mama tidak peduli kamu setuju atau tidak, yang jelas kalian akan segera bertunangan, mengerti," ujar Sinta dengan menahan amarahnya. Setelah itu ia bangkit dan berlalu dari apartemen putranya.

Dewa menghela napas, ia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Pikirannya kembali kacau, akhirnya yang ia takutkan terjadi. Dan lama kelamaan pasti pernikahannya dengan Salsa akan terbongkar. Dewa akan memberitahu soal pernikahannya setelah Salsa positif hamil, dengan begitu ibu serta kakeknya pasti akan merestuinya meski dengan terpaksa.

Selang beberapa menit, pintu apartemen kembali terbuka. Terlihat seorang wanita dengan balutan kaos berwarna hitam dan celana hotpants berwarna biru dengan bahan jeans. Dewa mengernyitkan keningnya saat melihat bibir mungil istrinya yang tengah cemberut itu. Rasanya Dewa ingin mencubitnya dengan benda kenyal miliknya.

"Itu bibir dikondisikan, nanti jatuh aku juga ya repot," ujar Dewa, sementara Salsa semakin cemberut dan berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya. Layaknya anak kecil yang kehilangan balonnya.

"Nasi gorengnya mana? Katanya mau beli. Aku udah lapar nih?" tanya Dewa.

"Udah abis, Om. Udah aku bela-belain ngantri sampai satu meter, nggak tahunya udah abis. Nggak kebagian," adunya. Salsa benar-benar kesal, lantaran ia tidak kebagian nasi goreng kesukaannya.

"Kirain kenapa, tahunya cuma gara-gara nggak kebagian nasi goreng. Sabar, Dewa dalam menghadapi istrimu ini," batin Dewa.

"Ya udah aku bikinin mau?" tawarnya. Dewa berharap istrinya mau ia buatkan nasi goreng.

"Nggak mau, aku maunya beli, Om." Salsa menggelengkan kepalanya.

"Huft, ya udah ayo cari." Akhirnya Dewa memilih untuk mengalah. Ia bangkit dan menarik tangan istrinya lalu beranjak keluar dari apartemennya.

***

Kini keduanya sudah berada di bawah, Salsa meminta untuk berjalan kaki. Alhasil, Dewa pun harus menurutimu, jika tidak bisa-bisa istrinya yang mungil itu ngambek tujuh hari tujuh malam. Sekarang Dewa harus extra sabar dalam menghadapi tingkah dan sifat sang istri. Namun meski demikian, Dewa merasa beruntung bisa memiliki istri unik seperti Salsa, konyol dan aneh.

"Om, itu ada penjual nasi goreng," ujar Salsa, seraya menunjuk ke arah penjual nasi goreng yang berada di pinggiran jalan.

"Salsa, kamu yakin mau .... " belum sempat Dewa melanjutkan ucapannya. Salsa sudah menarik tangannya terlebih dahulu.

"Buruan, Om. Nanti nggak kebagian lagi," ujar Salsa seraya menarik tangan suaminya.

Alhasil, Dewa memilih untuk menurut, kini keduanya sudah berdiri di sebelah tukang nasi goreng tersebut. Mata Dewa melihat dari balik kaca mata hitamnya jika banyak yang antri untuk beli nasi goreng tersebut. Mungkin rasanya enak, sehingga banyak yang antri, sementara itu Salsa segera memesan dua porsi nasi goreng. Ia takut kalau sampai nggak kebagian lagi.

"Bang, nasi gorengnya dua porsi ya. Yang pedes," ucap Salsa pada penjual nasi goreng tersebut.

"Iya, Neng," sahutnya. 

Cukup lama mereka harus menunggu, dan setelah hampir setengah jam menunggu kini nasi goreng itu sudah berada di hadapan Dewa dan Salsa. Aromanya cukup membuat cacing di perut Dewa bernyanyi ingin segera mencicipinya. Jujur, ini adalah pengalaman Dewa untuk yang pertama kali makan di pinggir jalan. Seumur hidupnya ia tidak pernah makan makanan yang di jual di pinggiran jalan.

"Buruan, Om dimakan," ujar Salsa. Ia melirik suaminya yang seperti ragu-ragu untuk memakan nasi goreng yang ada di hadapannya.

"Salsa, kamu yakin .... "

"Om malu makan di pinggiran jalan seperti ini? Kalau, Om tidak mau ya nggak apa-apa. Biar aku aja yang makan, Om kan orang kaya mana doyan orang miskin sepertiku," potong Salsa dengan cepat. Wanita berambut panjang itu nampak acuh dan tak peduli dengan pria yang duduk di sebelahnya. Salsa begitu menikmati setiap suapan nasi goreng yang masuk ke mulutnya.

Perkataan Salsa mampu membuat Dewa terdiam, ia sadar tidak selamanya kekayaan bisa dibanggakan. Ia benar-benar beruntung memiliki istri seperti Salsa, meskipun gadis itu terlahir dari keluarga sederhana. Dewa melirik istrinya yang begitu lahap memakan nasi goreng tersebut. Sampai-sampai ia tidak sadar jika istrinya itu sudah selesai memakan makanannya.

"Kok nggak dimakan, Om." Salsa melihat jika nasi goreng milik suaminya masih utuh.

"alau, Om nggak mau ya udah." Salsa mengambil nasi goreng tersebut. Lalu memanggil tiga orang anak jalanan yang sedari tadi memperhatikan dirinya.

"Adek lapar ya, ini dimakan ya. Tapi maaf cuma ada sepiring, nggak apa-apa ya," ujar Salsa pada tiga anak tersebut.

"Tidak apa-apa, Kak. Terima kasih ya," sahut salah satu dari mereka. Sementara Salsa hanya mengangguk dan tersenyum.

Lagi-lagi Dewa terdiam melihat apa yang sang istri lakukan. Dia begitu peduli dengan orang lain, bahkan orang yang sama sekali tidak ia kenal. Dewa benar-benar beruntung bisa menikahi gadis seperti Salsa. Setelah itu, Dewa segera membayarnya, bahkan ia memesan tiga porsi nasi goreng untuk dibungkus untuk ketiga anak jalanan itu.

Setelah itu, keduanya memutuskan untuk kembali ke apartemen. Ada beberapa tugas kantor yang harus Dewa selesaikan. Dewa berjalan dengan memasukkan kedua tangannya di saku celananya. Sementara itu Salsa berjalan di sampingnya, terdengar jika sedari tadi Salsa merengek kecapean. Padahal dia sendiri yang meminta untuk berjalan kaki.

"Om, capek." Salsa menarik lengan kekar suaminya.

"Kamu sendiri kan yang minta jalan kaki," sahut Dewa dengan terus melangkahkan kakinya.

Salsa berdecak. "Om, gendong."

Dewa menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. "Ya udah buruan."

Dengan penuh semangat, Salsa naik ke punggung suaminya. Setelah itu, Dewa mulai melangkahkan kakinya. Selama dalam perjalanan, Salsa nampak menikmati keindahan kota Jakarta yang selalu padat dengan kendaraan dan pejalan kaki. Namun baru setengah perjalanan, tiba-tiba Salsa menghentikan langkah suaminya.

"Om, berhenti," ujar Salsa, seraya menepuk pundak suaminya.

"Ada apa?" tanya Dewa heran.

"Beli itu dulu, Om." Tangan Salsa menunjuk ke arah penjual gula-gula. Hal tersebut membuat Dewa membulatkan matanya, ia merasa jika istrinya itu masih terlalu bocah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status