Semua menjadi panik karena tidak menemukan sosok Arka. Mereka tadi asyik membahas tentang ide rujuknya Damar dan Viona. Damar beranjak dari duduknya dan berjalan ke depan, takutnya Arka keluar. Mama Laras mencari ke dapur, siapa tahu Arkq sedang bermain bersama Lina. Tapi ternyata Lina tidak ada. Mama Laras pun menuju ke ruang keluarga, tempat mereka berkumpul dan bermain bersama Arka tadi."Ketemu nggak?" tanya Damar dengan panik. Tentu saja ia sangat panik melihat Arka menghilang dari pandangan mereka berempat.Semua menggelengkan kepalanya masing-masing. "Papa, bagaimana ini? Aku nggak tahu harus ngomong apa sama Viona." Damar sangat kebingungan. "Tenang, pasti Arka ketemu." Pak Yuda berusaha menenangkan Damar."Lina, kamu melihat Arka?" tanya Damar ketika melihat Lina berjalan menuju ke arah mereka"Arka? Ada kok." Lina menjawab dengan tenang tampak santai."Dimana?" tanya Damar, wajahnya langsung ceria."Saya bawa ke kamar Mas Damar. Arka sedang tidur.""Kok bisa?" Damar masih
"Arka sangat dekat dengan ayahnya, apa nggak sebaiknya kalian rujuk saja. Kalau misalnya Damar mengajakmu rujuk, apa kamu mau?" Deg! Jantung Viona berdebar-debar. Pipinya merona tersipu malu."Nggak tahu, Mbak. Lagipula nggak mungkin Mas Damar mengajakku rujuk. Dia kan sudah mau menikah?" sahut Viona, ia pun menyibukkan diri dengan kegiatan menggoreng nugget tadi. Malu kalau sampai ketahuan ia merona.Viona memang masih mencintai Damar, walaupun ia tahu kalau Damar tidak mencintainya. Susah untuk menghilangkan rasa itu, tapi untuk berharap kembali bersama, sepertinya jauh panggang dari api."Siapa bilang? Hubungan Damar dan Jihan sudah selesai.""Bukankah mereka sudah tunangan?" tanya Viona untuk meyakinkan berita itu."Iya, tapi nyatanya nggak bisa dilanjutkan lagi.""Kasihan Mas Damar, pasti sangat kecewa berpisah dengan orang yang dicintainya." Ada rasa perih di hati ketika mengucapkan itu."Kamu tahu, mereka putus gara-gara kamu." Ucapan Adel tak khayal membuat Viona tampak sanga
"Arka kenapa?" Viona mengelus-elus kepala Arka. Arka masih saja menangis."Arka kenapa, Nak? Bilang sama Bunda, apa yang Arka inginkan?" Suara Viona bergetar, menahan sesak di dada. Sebenarnya ia ingin menangis, tapi tetap berusaha untuk tidak menangis. Jangan sampai menangis di depan Arka."Tangan sakit." Suara Arka sangat lemah. Viona melihat ke tangan Arka, tampak agak membengkak. Viona sangat kaget, kemudian ia melihat ke arah botol infus dan mengamatinya. Ternyata infusnya tidak menetes, Viona menjadi semakin ketakutan. Ia segera memencet bel.Tak lama kemudian masuklah seorang perawat."Ada yang bisa dibantu, Bu?" Perawat itu bertanya dengan sopan."Infusnya kok nggak menetes ya?" tanya Viona. Perawat itu segera memeriksa botol infus dan saluran infus yang menempel ke tangan Arka."Apa adik ini banyak bergerak, Bu?""Enggak, tadi habis saya gendong ke kamar mandi karena mau buang air kecil."Perawat itu tersenyum."Lihatlah tangan adik ini, mungkin tadi waktu bergerak jarumnya
"Arka, Arka," gumam Viona. Damar bingung harus berbuat apa."Arka, Arka." Viona mengigau lagi. Damar memegang dahi Viona, ternyata Viona demam.Damar mencari-cari tas Viona. Biasanya Viona selalu membawa obat-obatan di tasnya. Tas Viona ada di bawah tempat tidur Arka. Dengan perlahan ia membuka tas tersebut. Ternyata benar, di dalam tas Viona ada beberapa obat, seperti Paracetamol juga asam mefenamat.Setelah mengambil Paracetamol dan air mineral, Damar pun mengambil mendekati Viona lagi. "Viona," panggil Damar dengan pelan. Perlahan Viona membuka matanya."Mas, jangan ambil Arka dariku. Aku janji akan merawat dia dengan baik." Tiba-tiba Viona langsung berkata seperti itu sambil menangis. Damar hanya bisa bengong mendengar ucapan Viona.*Aku mohon, Mas." Tangis Viona semakin menjadi-jadi."Vio, tidak ada yang mau mengambil Arka darimu. Aku juga tidak, aku percaya kalau kamu merawat Arka dengan baik." Damar berusaha meyakinkan Viona."Tapi tadi Mas memaksaku menyerahkan Arka." Viona m
"Eh malah asyik pacaran disini, sampai-sampai lupa sama anaknya sendiri." Mama Laras berkata sambil tersenyum menggoda Damar dan Viona."Mama?" Viona tersipu malu."Apa sih yang kalian bicarakan? Masa depan?" tanya Adel dengan penasaran."Nggak ada apa-apa kok, Mbak. Hanya membuatkan kopi lagi untuk Mas Damar. Soalnya kopi yang aku buat tadi sudah dingin karena Mas Damar ketiduran." Viona menjelaskan. Damar hanya tersenyum."Ayo kita kesana saja, nggak enak ngobrol di dapur," ajak Viona. Mereka pun menuju ke ruang keluarga."Mumpung ada kalian berdua disini. Apakah ada kemungkinan kalian untuk rujuk? Ingat lho, ada Arka yang membutuhkan kalian berdua." Mama Laras mulai berbicara."Sepertinya memang kita yang harus bergerak, Ma. Kalau menunggu mereka berdua, kelamaan. Terus terang kami sangat menginginkan rujuknya kalian berdua. Apalagi ada pengikat di antara kalian yaitu Arka." Tanpa basa basi, Adel langsung bertanya pada Viona. Viona menjadi salah tingkah. "Ini kesempatanku untuk m
Viona menuju ke rumah David, kekasihnya. Hari ini David berulang tahun, Viona akan memberikan kejutan dengan membelikan kado. Memasuki halaman rumah David, ia disambut oleh seorang ART yang sudah sangat kenal dengan Viona. Mbak Armi, ART di rumah David tampak gelisah ketika menyambut kedatangan Viona. Sebenarnya Viona merasa heran dengan keanehan ini. Tapi Mbak Armi bilang nggak ada apa-apa. Viona berjalan menuju ke kamar David. Pintu kamar terbuka, Viona melangkahkan kaki masuk ke kamar David. Betapa terkejutnya Viona, ketika melihat David sedang berciuman mesra dengan seorang perempuan. Yang lebih membuatnya kaget, ternyata perempuan itu adalah Talitha, teman baik Viona. Nafas Viona naik turun, emosinya sudah di ubun-ubun, tapi ia berusaha untuk tenang."Ehem!" Viona berdehem, mengagetkan dua insan yang sedang berciuman mesra.Mereka berdua lebih kaget lagi karena yang muncul di hadapan mereka adalah Viona, kekasih David."Maaf, aku mengganggu sebentar. Aku hanya ingin memberikan i
Viona sibuk di dapur untuk membuatkan sarapan suaminya. Setelah azan subuh ia sudah sibuk mengurus rumah mereka. "Kopinya, Mas," kata Viona ketika melihat Damar keluar dari kamarnya."O iya, terima kasih." Damar berjalan menuju ke meja makan. Ia mengambil kopi itu dan membawanya ke ruang keluarga. Viona mengikuti Damar sambil membawa kue yang kemarin dibawakan oleh ibunya. Untuk oleh-oleh."Ayo duduk sini sekalian," ajak Damar."Sebentar, Mas, aku ambil minumanku dulu," kata Viona sambil berjalan menuju dapur."Gimana tidurnya? Nyenyak?" tanya Damar ketika Viona sudah duduk di dekatnya."Alhamdulillah, Mas.""Masih teringat mantan?" tanya Damar sambil menatap Viona.Viona kaget mendengar pertanyaan Damar. Ia pun berusaha untuk tersenyum."Kita sama, sama-sama dikhianati. Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Marcia, kekasihku menikah dengan orang lain. Orang yang menghamilinya."Viona menatap Damar, terlihat sorot mata yang sedih. Sedih yang dapat ia rasakan karena memang mereka
"Mas, hari ini sibuk nggak?" tanya Viona pada Damar. Damar yang sedang menonton televisi, atau tepatnya ditonton oleh televisi, langsung menoleh pada Viona. Damar memang menyalakan televisi, tapi matanya terpaku pada layar ponsel."Memangnya kenapa?" tanya Damar."Mumpung hari libur, temani aku belanja bulanan ya?" pinta Viona."Lho memangnya sudah habis?""Tinggal dikit, Mas, kan sudah hampir satu bulan," kata Viona lagi."Pergi sendiri, bisa kan? Aku lagi ada kerjaan. Nanti kalau belanja yang banyak sekalian, jadi awet," jawab Damar."Biar lebih awet lagi, belanja terus nggak usah digunakan, disimpan saja untuk pajangan. Pasti awet," kata Viona dalam hati."Oh, ya sudah." Viona pun berjalan menuju ke kamar, kemudian berganti pakaian. Sebenarnya hatinya sangat kecewa, ia berharap Damar mau menemaninya. Sekalian quality time bersama suaminya, siapa tahu hubungan mereka menjadi hangat. Tapi selalu alasan pekerjaan yang ia kemukakan."Hari libur kok masih ngurusin kerjaan. Bilang saja n