"Angkat wajahmu, Jovanka!"Dia memberi semangat pada dirinya, saat memasuki halaman kampus yang luas. Jovanka sudah berjanji akan mengubah dirinya yang menyedihkan. Dia membalas tatapan orang-orang padanya, tak akan bida biarkan terus menunduk saat bertemu dengan orang lain. "Pagi, Nona Spencer!" seru Jovanka tidak terlalu keras, raut wajah dan senyumnya cukup untuk menunjukkan bahwa Jovanka bersemangat.Sarah Spencer tidak menjawab sapaan sahabatnya. Dia justru dibuat bingung oleh Jovanka yang sangat berbeda hari ini.Jika biasanya dia datang ke kampus dengan lemas dan duduk tak berekspresi, hari ini bibir Jovanka tersenyum manis. Meski tidak begitu lebar, sungguh itu sangat manis sampai Sarah berpikir itu bukan Jovanka. "Hari apa ini? Apakah hari ulang tahunmu?" tanya Sarah, tapi kemudian dia ingat Jovanka bukan orang yang peduli dengan hari ulang tahun."Tidak. Kenapa? Kau ingin memberiku kado?"Oke! Anggap lah mungkin dia tengah berbahagia. Tapi apa yang dia katakan tadi? Kado?
"Halo, Kate, kau sudah tiba di rumah keluargamu?" Setelah mempertimbangkan banyak hal, Rich akhirnya mengangkat panggilan itu. Dia akan mencari alasan jika pun Cataline sudah mengetahui Jovanka memeriksakan kehamilan di sana. Toh, Rich bisa berpura tidak tahu dan membuat alasan lainnya. Tapi jika dia sampai mengabaikan telepon, Cataline pasti mengomel dengan berbagai pertanyaan penuh tuduhan. "Hai, Honey," jawab Cataline di ujung telepon, tampaknya dia sangat senang. "Ya, aku sudah tiba sejak subuh tadi, tapi maaf baru bisa menghubungimu. Aku sangat lelah, aku tidur sangat lama di samping ibuku." Syukurlah, tampaknya Cataline tidak tahu apa-apa tentang Jovanka, jadi Rich sedikit lega. Dia berlari menuju ruangan dokter di mana mereka merencanakan bayi tabung saat itu. "Rich, kau sedang di mana? Aku mendengar kau seperti terburu-buru." "Oh, ya, begitulah." Rich gugup sejenak, tahu saja istrinya kalau dia tengah berlari. "Sebenarnya aku akan makan siang dengan klien, aku sudah terla
"Rich, kau...""Apa yang kau lakukan di sini, Kate?" Rich memotong perkataan istrinya. Terlalu lama, Cataline masih mematung dengan mulut yang tak juga sampai kata-katanya. Dia tidak sabar ingin tahu kenapa istrinya itu ada di ruangan dokter."Bukankah tadi kau berkata di rumah keluargamu? Kenapa kau ada di sini?" sambung Rich tak sabar."Honey, aku..." Masih terlihat gugup, Cataline menghampiri suaminya. "Sebenarnya aku-" Dia sangat bingung mencari alasan, sampai harus memutar otak. "Rich, sebenarnya aku tidak pergi ke rumah orang tuaku. Aku tengah melakukan program agar bisa segera mengandung, seperti yang kukatakan malam itu."Lolos. Kate akhirnya bisa memberikan alasan pada suaminya. Dia pasang wajah menyedihkan itu untuk mencari simpatik dan rasa iba dari Rich."Aku tahu kau masih tak bisa melupakan janin kita, jadi aku ingin segera mengandung. Aku tidak ingin membuat kau sedih, jadi aku merencanakan ini sendiri. Tadi malam... aku menginap di sini, benar kan, Dokter?" ucapnya, m
"Kate... apa yang kau bicarakan?" "Bayi itu tak boleh lahir, Rich. Kita harus menggugurkannya, apa kurang jelas ucapanku?"Cataline akan pergi mencari Jovanka, tapi Rich menghentikannya."Tidak, Kate, kita tak bisa melakukannya." Wajah Cataline pun merah padam dan dia membentak Rich dengan marah."Kau ingin memiliki anak dari gadis itu? Rich, bagaimana bisa kau tidak memikirkan perasaanku?"Kenapa Cataline menjadi marah padanya? Dokter di depan mereka lah yang melakukan kesalahan, seharusnya Cataline membentak dokter yang tak tahu malu itu.Oke, dia cukup paham perasaan Cataline, tapi di sini juga ada perasan Rich yang seharusnya Cataline jaga."Aku tidak mau, Rich. Aku tidak rela gadis itu membesarkan anakmu. Mari kita gugurkan kandungannya agar tak ada pengganggu yang mengusik hidup kita!"Semakin dia mendengarkan perkataan Cataline, semakin Rich marah pada dokter yang membuat masalah ini menjadi berantakan."Aku akan membuat kau menanggung akibat perbuatanmu. Meski kau pergi ke
Sampai bosan Jovanka menunggu di dalam mobil Rich, pria itu belum juga terlihat batang hidungnya. Dia terus melihat ke pintu keluar Rumah Sakit."Kenapa dengannya? Bukannya dia ingin bayinya lahir sehat? Kenapa dia menyuruhku turun sebelum melakukan pemeriksaan?"Aneh. Kata itu yang terlintas di pikiran Jovanka, oleh sikap Rich kali ini. Dia ingin bayi yang sehat tapi tidak mengizinkan Jovanka pergi memeriksakan kandungan. Setelah sekian lama, akhirnya orang yang dia pikirkan terlihat di ujung sana. Rich berjalan cepat menuruni tangga Rumah Sakit. Tapi, wajahnya terlihat tegang seperti tengah menahan amarah.Perasaan Jovanka tidak melakukan kesalahan, dan mereka sudah sepakat untuk menjalani kerja sama ini dengan baik. Lantas, apa lagi kali ini yang membuatnya marah? Banyak pertanyaan di benak Jovanka, yang tak mampu dia keluarkan saat pria itu duduk di sebelahnya."Ke villa," titah Rich, mobil yang mereka tumpangi pun mulai bergerak.Takut-takut Jovanka melirik pria itu di sebelahn
"Rich, mari bicara."Ketika Rich memasuki kamar, Cataline sudah berdiri menunggunya. Matanya sembab, tampaknya Cataline menangis sejak lama. Rich ingat istrinya meraung di ruangan dokter saat dia pergi meninggalkan tempat itu. Mungkin, Cataline masih menangis sampai dia tiba di rumah, terlihat dari jejak air di bulu matanya yang lentik."Jangan hanya diam. Bukankah kau yang berkata kita akan membicarakan ini di rumah?" kata Cataline lagi, mendesak Rich yang diam mematung."Aku sudah mengatakannya Cataline, aku tidak sanggup membunuh janinku sendiri."Napas berat Cataline terdengar bersama wajahnya yang kembali menunjukkan amarah. Rich sudah menduga istrinya akan mengamuk seperti tadi."Apa susahnya? Itu masih sangat kecil bahkan bentuknya belum jelas terlihat, kenapa kau tidak bisa? Rich, pikirkanlah nasib rumah tangga kita dengan kehadiran bayi itu. Aku tidak akan pernah menerimanya!"Lihat, Cataline kembali berapi-api. Kepulangannya ke rumah bukan untuk memperdebatkan tentang bayi i
Mereka semua masih bungkam membuat Rich semakin geram. Dia manatap semua pelayan yang berbisik-bisik mencuri pandang pada Cataline. Tampaknya, mereka ingin mengatakan sesuatu tapi ketakutan saat istrinya balas menatao. Rich semakin muak dan dia kembali berteriak."Kalian tak ingin bicara? Baik, aku akan memeriksa rekaman CCTV, jika Jovanka tidak pernah memasuki ruangan ini, kalian semua akan mendapat hukuman!"Entah kenapa Rich baru memikirkan hal itu, padahal di rumahnya sudah dilengkapi CCTV sejak lama. Seharusnya masalah ini sudah terpecahkan sejak awal jika dia langsung pergi ke ruang pemeriksaan rekaman. Dan sesuai yang Rich perkirakan, para pelayan segera berlutut di depannya."Tuan, tolong kasihani lah kami. Kami tidak bisa mengatakannya karena tak ingin membuat nyonya marah, kami semua tidak melihat gadis itu menaiki tangga."Dia sudah menduga sejak awal, tapi kenyataan yang baru saja terdengar sangat membuat Rich kecewa. Istrinya berbohong, satu kebohongan lagi sudah terun
Saat Rich keluar dari rumah, Cataline juga pergi mengejarnya. Dia harus tahu di mana Rich menyembunyikan gadis yang sudah menghancurkan rumah tangganya. Tapi pria itu memacu mobilnya sangat cepat, sehingga Cataline tak bisa mengimbangi Rich di jalanan. Cataline tak tentu arah, rumah tangganya berantakan sekarang. "Arh!" Dia berteriak di tepi jalan, melampiaskan emosi yang membuncah. Kemudian Cataline membawa mobilnya ke rumah yang sudah lama tak dikunjungi. Gadis itu berjalan tertatih seperti orang yang tak punya harapan. "Kau datang, Kate?" Pria itu tersenyum menyambut kedatangan kekasih yang selalu dirindukan. Tapi saat melihat penampilan Cataline yang menyedihkan, senyumnya perlahan pudar. Liam mencengkeram pundak Cataline dan mengguncangnya."Apa yang terjadi? Kenapa dengan penampilanmu, Kate?" tanya Liam, khawatir dia pada kekasihnya.Semua sudah hancur jadi Cataline tak ingin ribut-ribut lagi. Dia sudah lelah berteriak. Lantas masuk ke dalam rumah, Cataline menyambar rokok m