Share

Pernikahan Kedua Duda dan Janda
Pernikahan Kedua Duda dan Janda
Author: SashiArumi

1. Talak

Suasana ruang tamu bercat putih dengan berbagai hiasan dinding itu, terasa menegangkan. Mengingat empat orang dewasa di sana sedang terlibat perdebatan yang sedari tadi belum menemukan jalan keluar.

“Sudah, ceraikan saja Tari kalau dia tidak mau menerima Ajeng!”

Tari menatap wanita tua di depannya dengan sendu. Masih jelas di ingatannya, dulu wanita itu sangat menerima kehadirannya dengan baik. Menyayanginya, membanggakannya di depan semua orang. Namun, ketika usia pernikahannya memasuki tahun ketiga, ibu mertuanya mulai berubah.

Apa yang dilakukannya selalu salah di mata wanita itu. Bahkan mertuanya juga suka membandingkan dirinya dengan wanita lain.

Semua itu terjadi hanya karena dia tidak bisa memberi sesuatu yang diinginkan wanita paruh baya itu. Lalu dengan tega wanita itu menyakiti hatinya berulang kali.

“Ma, jangan begitu. Aku yakin Tari pasti mau menerima Ajeng. Iya, ‘kan?”

Dipta memandang istrinya penuh harap. Pria itu sadar jika meminta Tari bertahan, dia akan terlihat sebagai pria egois. Karena wanita mana yang mau bertahan saat suaminya berkhianat? Namun, dia juga tidak bisa melepaskan wanita yang masih dicintainya itu. Wanita yang menemaninya dari bawah, meski kesalahan fatal telah dia lakukan. 

Tari memandang datar pada pria yang sudah sepuluh tahun ini menemaninya. Pria yang dia puja, seseorang yang dia hormati. Rasanya Tari masih sulit percaya, sang suami tega menghancurkan hatinya dengan cara yang paling menyakitkan. Membuat hatinya hancur berkeping-keping.

Kenangan saat pria itu memintanya pada orang tuanya, awal pernikahan mereka, kebahagian di awal pernikahan, perjalanan penuh suka duka yang pernah mereka alami saat ini berputar di kepalanya. Menciptakan gelombang rasa sakit yang luar biasa. Hingga sulit sekali baginya untuk bernapas.

“Maaf, Mas. Aku enggak bisa. Lebih baik kita berpisah seperti kata mama,” jawab Tari setenang mungkin. Dia mencoba kuat, tidak ingin menunjukkan kehancurannya saat ini. Sadar jika menunjukkan kesedihan, orang-orang itu pasti akan bahagia dan dia tidak mau itu terjadi!

Ini bukan masalah dia mau atau tidak dimadu, tapi ini tentang bagaimana sang suami telah mengkhianatinya dengan bermain api bersama sahabatnya. Dalam bayangannya, dia tahu akan hancur jika memilih untuk bertahan.

“Jangan bercanda, Tari! Kamu bisa apa tanpa aku!” bentak pria itu. “Tak ada perpisahan di antara kita!”

Dipta berdiri. Emosi tergambar jelas di wajah rupawan itu. Tangannya meraih lengan Tari yang akan pergi menjauh. Tidak! Tari harus tetap bersamanya!

Ketika dia memutuskan untuk memberitahu rahasia besarnya pada Tari, pria itu yakin sang istri akan memaafkannya. Namun, dia tidak menyangka wanitanya memilih untuk berpisah, mengingat bagaimana wanita lembut itu sangat mencintainya. Ini diluar perkiraannya.

“Sudahlah, Mas. Kalau Tari mau berpisah, kamu turuti aja.”

“Diam kamu, Ajeng!”

Wanita bertubuh sintal itu terkesiap mendengar bentakan Dipta,  kemudian menatap Tari dengan tajam. Ajeng merasa kesal, hanya karena wanita yang tidak lebih cantik darinya, ayah dari anaknya itu berani membentak dirinya.

“Jangan membentak ibu dari anakmu, hanya demi mempertahankan seseorang yang tak bisa memberimu keturunan.”

Kalimat yang diucapkan dengan nada dingin itu, sukses membuat Tari merasa begitu hancur. Rasa sakit mengetahui sang suami telah berselingkuh, kini bertambah parah ketika sang mertua dengan jelas mengungkap alasan dibalik perbuatan Dipta.

Bukannya selama ini Tari tidak pernah berusaha. Segala hal telah dilakukan wanita berlesung pipit itu. Melakukan saran orang-orang terdekat, berbagai jenis makanan yang dipercaya membuat orang subur dia konsumsi. Minuman herbal yang pahit, semua itu sudah pernah dicobanya.

Tari juga sudah memeriksakan diri ke beberapa dokter dan semuanya mengatakan tidak ada yang salah pada dirinya. Dia sehat dan subur.

Dulu dia pernah mengajak Dipta untuk program bayi tabung, tapi sang suami menolak dengan berbagai macam alasan. Parahnya, ketika berita itu sampai di telinga sang mertua, dia dimarahi habis-habisan. Dia dituduh ingin menghamburkan uang suaminya.

“Untuk kali ini saja, aku mohon mama jangan ikut campur dalam urusan rumah tanggaku.” Dipta menekan suaranya, meski rasanya ingin melepaskan amarah pada sang ibu.

“Jangan bodoh Dipta. Jika Tari memilih pergi, biarkan saja.”

Ajeng melirik sinis pada Tari. Senyum penuh kemenangan tergambar di bibir yang dipoles warna merah itu, melihat bagaimana ibu Dipta membelanya.

“Dipta tak akan membiarkan Tari pergi, Ma.”

Tari memandang takjub pada pria di sampingnya. “Sungguh egois!” batinnya. 

Melepaskan cengkeraman Dipta di lengannya, Tari mengedarkan pandangan, sesaat dia terpaku melihat foto pernikahannya dengan sang suami yang terbingkai indah. Dalam foto itu tergambar jelas bagaimana bahagianya mereka dulu, seakan mereka mampu melewati semua hal buruk yang terjadi dimasa depan. Namun, nyatanya pikiran Tari salah. Dia hancur!

Menghela napas dalam, Tari kembali menatap kembali ketiga orang yang tengah memandangnya tajam. Kemudian senyum tipis dia berikan kepada sang suami. Untuk terakhir kali dia akan mencoba peruntungannya. “Kalau kamu enggak mau aku pergi. Maka kamu harus memilih, Mas.”

Kedua wanita yang berada di ruangan yang sama dengan Tari itu memelototkan mata. Sedangkan Dipta menatap tidak percaya pada sang istri. Mereka seakan tidak menyangka Tari bisa mengeluarkan kalimat seperti itu.

“Jadi, silakan kamu tentukan, Mas. Aku atau Ajeng?”

“Kamu mengancamku?!” geram Dipta.

“Aku bukan mengancam, tapi aku memberi pilihan.”

Dipta memandang sang istri dengan tajam. Egonya terusik saat wanita yang dia tahu sangat penurut kini berani menggertaknya.

Sebuah senyum sinis tergambar di bibir Dipta. “Baiklah kalau itu maumu.” Dadanya bergemuruh hebat kala melihat raut tenang Tari, ada rasa tidak rela untuk melepaskan wanita itu. Namun, harga dirinya seolah terinjak karena sang istri berani melawannya. Maka dengan keyakinan penuh, dia mengatakan, “Batari Andriani mulai hari ini aku menceraikanmu.”

Meskipun Tari sudah menebak siapa pilihan sang suami. Namun, dia tidak bisa memungkiri rasa sesak yang terasa begitu menyakitkan. Oksigen di sekelilingnya seolah menipis hingga menimbulkan rasa sesak. “Baik, Mas. Aku akan pergi.”

“Kamu pasti akan menyesal Tari!” Dipta menyeringai, semata-mata untuk menutupi keraguan hatinya.

“Kita lihat nanti, Mas. Aku atau kamu yang akan menyesal,” jawab Tari setenang mungkin.

Lalu dengan langkah tegap, wanita itu berjalan menjauhi ruang tamu tanpa memedulikan reaksi ketiga orang di belakangnya. Kamar adalah tujuan utamanya, tempat di mana dia bisa mengeluarkan segala rasa yang terpendam.

Maka begitu sampai dalam kamar bercat putih itu, Tari langsung menyandarkan tubuhnya pada tembok. Pertahanan yang sedari tadi coba dia bangun, akhirnya roboh. Mengakibatkan kakinya tidak mampu lagi menopang tubuh, dia jatuh terduduk bersamaan dengan air mata yang mengalir deras.

“Ya Allah ....” Tari menyebut berkali-kali Sang Pencipta. Berharap dengan itu dia mampu kembali untuk bangkit.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status