Pagi hari berikutnya Audrey sengaja bangun lebih awal, dia ingin mengunjungi suaminya di rumah sakit. Seharian kemarin dia tak sempat menjenguk Dicky Bergins sama sekali. Wanita cantik itu selalu berharap ada keajaiban yang bisa membuat sepasang mata cokelat teduh itu terbuka dan menatapnya kembali. "Selamat pagi, Mrs. Bergins. Dokter menitipkan pesan untuk Anda. Ini suratnya beserta hasil test CT Scan Mister Dicky!" Seorang perawat yang bernama Mary-Anne Flint menyerahkan sepucuk surat dan dokumen beramplop cokelat lebar kepada Audrey. 'Dear Mrs. Bergins, tim medis kami telah menganalisa kembali kondisi suami Anda. Hasilnya ada penimbunan cairan radang di rongga tengkorak dan otak, ini memperburuk kesadaran beliau sehingga tetap mengalami stadium koma. Saran medis yang dapat kami berikan yaitu pembedahan sekali lagi untuk evaluasi kondisi otak sisi kiri yang memang tadinya mengalami cedera serius akibat kecelakaan kendaraan di sirkuit tahun lalu. Perkiraan biayanya sekitar 25.000 U
"Audrey, kita pulang kantor tepat waktu. Kebetulan nanti malam aku ada acara keluarga. Beristirahatlah yang cukup agar besok pagi kamu bisa lebih semangat bekerja, okay!" Jonas menyunggingkan senyuman di wajah tampannya yang tercukur licin pagi tadi.Diam-diam Audrey menghela napas lega, dia pun punya acara penting demi 25.000 USD untuk operasi suaminya. Kemudian dia berjalan di belakang punggung Jonas dan menjawab, "Terima kasih, Sir. Semoga acara keluarga nanti malam menyenangkan. Sampai jumpa besok pagi!" Kali ini Jonas membiarkan wanita itu pulang sendiri dengan berjalan kaki sejauh beberapa puluh blok dari kantor. Dia sengaja menyuruh Donald untuk mengemudi pelan-pelan saja demi memastikan Audrey langsung pulang ke Westgate Sunflower Garden Apartement."Ke mana lagi tujuan kita sekarang, Master Jonas?" tanya Donald dari balik kemudi mobil."Pulang saja ke penthouseku, Don. Aku tak akan kembali ke tempat istriku, dia tak berguna dan hanya membuatku emosi setiap kali melihatnya!"
Sebuah kiss mark dibuat Jonas di leher sisi kiri wanita itu dengan sengaja, ketika Audrey belum terbangun pasca dia dera semalaman. 'Kenang-kanangan dariku, Audrey Darling. Aku akan senang melihat tanda merah ini di kantor nanti!' batin Jonas dengan bandel. Dia bergegas turun dari ranjang yang nampak bak kapal pecah. Suara sayup-sayup gemericik air shower terdengar di telinga Audrey. Dia masih mengenakan penutup matanya dan terbaring telanjang di bawah selimut. Bagian intimnya pegal karena terlalu banyak digunakan untuk memuaskan hasrat klien setianya itu hingga beberapa jam lalu."Ouch ... Bunny benar-benar seperti kelinci jantan yang gemar kawin!" gumam Audrey seiring rintihannya yang spontan meluncur. Namun, anehnya justru dia merasa sedikit terhibur dengan percintaan liar bersama pria misterius itu. Cepat-cepat Audrey menepis pikiran tersebut karena teringat tujuan awalnya mendapatkan 25.000 USD."Hai, selamat pagi, Cantik!" sapa Jonas dengan handuk melilit di pinggulnya ketika d
"Apa? Kau mau memukulku, hahh?!" tantang Isabella MacConnor kepada suaminya seraya menyodorkan pipinya untuk ditampar.Namun, Jonas berpikiran beda dia meraup wajah wanita dingin nan galak itu lalu menautkan bibir mereka menjadi satu dalam ciuman panas. "Aargh!" teriak Jonas disertai desisan kesal karena bibirnya digigit kencang oleh Isabella. "Aku jijik dengan pria semacam kau, Jonas! Jangan pernah sentuh aku dengan memaksa seperti barusan, aku tak segan-segan melukaimu!" ancam Isabella dengan mata melotot.Dengkusan kesal Jonas mengawali langkahnya meninggalkan kamar tidur. Dia masih mengenakan kemeja dan celana kain. Jonas menuruni tangga dari lantai dua. Kemudian dia berseru kepada Marvin Balancini, kepala pelayan rumah yang menyambutnya di dasar tangga, "Panggil Donald untuk mengantarkanku ke penthouse sekarang juga, kutunggu di teras depan, Marv!""Baik, Master Jonas!" sahut Marvin lalu berlari ke kamar Donald Anderson untuk membangunkan sopir pribadi tuan mudanya.Jonas duduk
Pesawat yang membawa rombongan kunjungan pabrik Grup Benneton mendarat mulus di Bandara Los Angeles Internacional. Sesuai dengan perkataan Jonas, mereka memang dijemput oleh anak buahnya dengan mobil SUV operasional perusahaan cabang Santa Monica."Senang sekali bisa mendapat kunjungan lagi dari Anda, Mister Benneton!" ujar Phil Filbert, kepala cabang pabrik manufaktur makanan dan minuman kaleng Benneton Prime itu dari bangku samping pengemudi.Senyum ramah tersungging di wajah Jonas, dia pun membalas, "Terima kasih atas sambutan hangat Anda, Sir. Laporan produksi yang meningkat stabil dari cabang Santa Monica membuatku penasaran."Phil Filbert sedikit merasa bangga dengan performa cabang pabrik yang dipegangnya. Dia menjawab, "Saya akan menyampaikan apresiasi Anda ke anak buah nanti. Oya, apa factory visit akan dilakukan langsung hari ini, Mister Benneton?" "Ya, sebaiknya begitu karena cabang Santa Monica sangat luas pabrik dan gudangnya. Mungkin hingga lusa baru selesai kunjungan i
"Mrs. Isabella MacConnor, silakan masuk ke ruang praktik!" panggil perawat jaga di depan pintu. Wanita berambut pirang tersanggul rapi yang nampak anggun dan tak menampakkan gejala gangguan mental apa pun itu melangkah cepat di atas highheels 12 cm fashionablenya. Dia mengenakan kaca mata hitam keluaran Chanel untuk menyembunyikan sebagian wajahnya.Dari bangku praktiknya, Dokter Gabriel Benneton bangkit lalu menyambut pasien spesial itu. "Hello, Bella. Kejutan ... ada apa? Sudah lama kau tidak menjalani konseling bersamaku. Kupikir segalanya baik-baik saja!" ujar pria berperawakan tegap atletis berambut pendek bergelombang warna cokelat gelap itu. Sepasang mata turquoise miliknya identik dengan mata suami Isabella MacConnor.Berkebalikan dengan reaksinya terhadap Jonas, justru ketika berhadapan dengan Gabriel, wanita itu lebih kalem. Isabella memeluk dokter ahli kejiwaan langganannya yang merawatnya semenjak setahun yang lalu pasca mengalami pemerkosaan di jalan."Gabe, semalam Jona
Gabriel mengancingkan kemeja putihnya di depan cermin kamar tidurnya di kediaman Benneton. Dia sedang bersiap-siap untuk menemui Isabella MacConnor sesuai janji mereka tadi pagi. Ada kegalauan yang tersembunyi dalam hati kecilnya. Pertemuan di balik dinding kamar hotel yang akan mereka lakukan bisa mengarah ke hubungan yang tidak sehat terkait status ipar yang ada di antara dirinya dan Isabella.Seusai mengenakan jas biru navy dan menyisir rambut pendeknya yang tebal bergelombang itu, Gabriel turun dari kamarnya di lantai dua. "Hai, Gabe. Kamu mau pergi ke mana malam-malam begini?" tanya ibunya, Cecilia Benneton yang tak sengaja berpapasan di dasar tangga."Ohh, Mom, aku ada janji dengan kolegaku untuk dinner bersama. Aku pamit ya, salam untuk Dad bila beliau mencariku!" jawab Gabriel seraya mengecup pipi ibunya lalu melambaikan tangan seraya berjalan menuju teras depan.Kali ini Gabriel tidak diantarkan sopir dan memilih mengemudikan sendiri mobil sedan Maserati Quattroporte maroon
"DAMN IT!" desis pria itu disusul tawa kering singkat.Gabriel menahan napas dengan jantung yang nyaris melompat keluar dari rongga dadanya. Isabella terlalu menggoda dan membuat akal sehatnya melayang kabur entah ke mana.Di hadapan Gabriel yang duduk di tepi ranjang, wanita itu menurunkan risleting gaun sequin hitam yang tadinya menunjukkan lekuk tubuhnya dengan tegas. Sepasang bulatan kembar tanpa penyangga bergoyang lembut dan membuat rahang bawah Gabriel terjatuh. "No ... no ... no. Please stop, Bella!" sergah Gabriel sebelum gaun yang merosot turun ke perut wanita itu menelanjangi tubuh indah berlekuk feminin yang membuatnya terbakar birahi.Segera Gabriel menaikkan lagi bagian atas gaun hitam yang separuh terbuka itu hingga menutup kembali tubuh Isabella MacConnor. Adik iparnya mengomelinya, "Kau ini terlalu, Bella! Apa kau ingin aku kalap lalu melakukan hal yang tidak-tidak terhadapmu?!" "Gabe, kau bilang orang tuaku membutuhkan penerus keturunan. Apa bedanya kalau putra bun