Share

Akhirnya Aku Menemukanmu

“Kita ke Cafe Mentari dulu,” ucap Devan pada Raka, asisten pribadinya yang akan mengantarkannya pulang.

“Siap, Bos,” jawab Raka yang kemudian segera menginjak pedal gas mobil menuju ke Cafe Mentari.

Setibanya di Cafe, Devan langsung menuju ke sebuah meja yang berada di sudut belakang Cafe. Di sana sudah ada seorang pria yang duduk sendirian dan melihat ke arah Devan. Pria itu berdiri, ketika Devan sudah ada di depannya.

“Selamat malam, Bos,” sapa pria muda itu.

“Di mana dia?” tanya Devan tanpa basa-basi.

Pria muda itu mengeluarkan amplop berwarna coklat berukuran besar dari dalam tas yang dia letakkan di sampingnya. Dia segera menyodorkan amplop itu pada Devan, agar orang yang sudah membayar jasanya itu bisa melihat hasil dari pencariannya selama ini.

Devan melihat sejenak ke arah detektif yang dia sewa, kemudian dia segera membuka isi amplop yang diberikan oleh detektif berharga mahal itu.

“Malaysia,” tebak Devan ketika dia melihat foto-foto Sandra di tangannya.

“Benar Bos, ternyata selama ini Bu Sandra ada di Malaysia,” lapor detektif muda itu.

“Ngapain dia di sana? Apa dia kerja,” selidik Devan.

“Setahu saya beliau kuliah di Malaysia, Bos.”

Devan menoleh ke arah Raka yang ada di sampingnya, “Sandra kuliah di Malaysia? Uang dari mana dia? Setahu aku dia nggak bawa banyak barang waktu pergi dari rumah. Apa kamu udah periksa semua tabungannya?” tanya Devan pada asisten pribadinya.

“Tidak ada dana keluar lagi setelah penarikan dalam jumlah yang besar setelah beberapa hari Bu Sandra pergi dari rumah, Bos,” lapor Raka yang mengawasi semua rekening dan kartu kredit milik Sandra.

“Sepertinya Bu Sandra memang kuliah di Malaysia bukan atas kehendaknya sendiri, Bos. Dari informasi yang saya dapatkan, ternyata Bu Sandra di sekolahkan oleh perusahaan tempat beliau bekerja di Surabaya,” lapor detektif itu lagi.

“Sandra di Surabaya? Apa kamu tahu di mana tempatnya,” Devan sangat antusias untuk mendapatkan informasi yang detail tentang Sandra.

“Bu Sandra tidak di Surabaya lagi, Bos. Beliau sekarang sudah kembali ke Jakarta dan bekerja di sini.”

“Sandra di Jakarta! Di mana dia?” tanya Devan yang sudah menjadi geram karena saat ini Sandra sudah benar-benar ada di dekatnya.

“Beliau sekarang bekerja di Artha Graha. Sepertinya Bu Sandra menjadi salah satu desain interior di perusahaan itu sesuai dengan jurusan yang beliau ambil di Malaysia kemarin.”

Braaak!!

“Jadi orang yang kemarin aku lihat itu benar-benar Sandra,” gumam Devan sambil menyipitkan matanya dan mengepalkan kedua tangannya.

“Raka, bayar dia!” perintah Devan.

“Tapi saya belum dapet alamat tempat tinggalnya, Bos,” jawab detektif itu.

“Gak perlu! Biar saya sendiri yang menangkap dia,” ucap Devan yang kemudian segera berdiri dan beranjak pergi.

Melihat atasannya sudah mulai melangkah pergi, Raka segera menyelesaikan pembayaran akhir pada detektif itu sesuai dengan apa yang sudah mereka janjikan dulu. Setelah menyelesaikan semua proses transfernya, Raka segera menyusul langkah kaki depan yang kini sudah mendekati pintu utama Cafe.

Devan duduk terdiam di jok belakang mobil sambil menahan amarahnya. Mendengar kabar kalau Sandra ada di dekatnya, bahkan seharusnya ada di depan matanya, membuat amarahnya mendadak naik. Dia ingin bertemu dengan Sandra lagi dan melampiaskan kekesalannya.

“Besok kita ke Artha Graha!” perintah Devan.

“Saya akan segera membuat janji dengan Pak Beni, Bos,” ucap Raka.

“Nggak perlu. Kita datang mendadak aja. Lagi pula sebenarnya yang ingin aku temui bukan Beni, tapi Sandra,” geram Devan yang berusaha menahan emosinya agar tidak lepas.

“Baik, Bos,” jawab Raka yang sangat mengerti bagaimana Penantian Devan pada Sandra yang dibalut dengan emosi selama ini.

Devan menyandarkan tubuh dan kepalanya di sandaran jok mobilnya sambil memejamkan mata. Dia mencoba untuk mengontrol emosinya yang meluap malam ini karena kini dia sudah menemukan Sandra.

Kini yang ada di pikiran Devan hanyalah bagaimana cara dia akan menangkap Sandra agar wanita itu tidak pergi lagi. Devan sangat tahu, sepertinya luka yang pernah dia torehkan dulu untuk Sandra benar-benar memukul wanita itu sampai membuat Sandra pergi meninggalkannya.

Padahal wanita itu selalu sabar menghadapinya sejak pertama kali mereka menikah dulu. Meskipun Devan kerap kasar pada Sandra karena dia tidak menerima pernikahan paksaan dari mendiang papanya, namun Sandra akhirnya berhasil membuat Devan tetap bertahan bersamanya hingga 3 tahun.

“Kamu hanya perlu menunggu sampai besok Devan. Setelah itu kamu bisa membawa sandera lagi kembali ke rumah,” gumam Devan dalam hati sambil melepas senyum tipis di bibirnya.

“Bos, kita sudah sampai,” ucap Raka membangunkan Devan.

Devan membuka matanya, “Kamu langsung pulang aja. Jangan lupa besok pagi kosongkan schedule-ku, karena aku mau ke Artha Graha,” pesan Devan mengingatkan asisten pribadinya.

“Siap, Bos.”

Devan segera turun dari mobilnya, lalu dia segera masuk ke dalam rumahnya. Badan Devan terasa lebih lelah malam ini dan dia ingin segera beristirahat.

“Devan! Dari mana saja kamu!” bentak Diana yang melihat Devan baru masuk ke dalam rumahnya.

“Mama ... ngapain Mama malam-malam di sini?” tanya Devan yang melihat wanita paruh baya Itu tampak sedang emosi saat ini.

“Apa yang sudah kamu lakukan sama Irene. Kenapa kamu nggak mau ngakuin kalau anak yang dikandung sama Irene itu adalah anak kamu!” Diana protes pada putranya.

“Itu bukan anak Devan, Ma. Jadi ngapain Devan harus tanggung jawab sama sesuatu yang nggak Devan lakuin.” Devan memberikan penjelasan pada mamanya.

“Bukan anak kamu gimana? Irene bilang sendiri kalau waktu ulang tahun ya kalian tidur bareng. Jadi itu anak kamu, Van. Kamu harus segera bertanggung jawab sebelum perut Irene semakin membesar. Kalian harus segera menikah!” perintah Diana.

“Nggak mau! Devan nggak akan nikah sama Irene,” tolak tegas Devan.

“Apa?! Apa kamu udah gila ya Van, Mama nggak pernah ngajarin kamu yang kayak gini. Lagi pula selama ini kamu pengen punya keturunan kan? Dan sekarang Irene udah ngasih kamu keturunan, kenapa kamu masih nggak mau menerima anak yang ada dalam kandungan Irene,” tuntut Diana.

“Udah Devan bilang dari tadi kalau itu bukan anak Devan. Kalaupun Devan bulan lalu tidur sama Irene, tapi Devan nggak ngerasa kalau Devan udah melakukan itu pada Irene. Mama tahu sendiri kan, selama Devan dekat sama Irene, Devan nggak pernah nyentuh Irene sejauh itu. Jadi Devan yakin kalau itu bukan darah daging Devan,” jawab Devan penuh dengan keyakinan.

“Kamu keterlaluan Van, pokoknya Mama nggak mau tahu, kalian berdua harus segera menikah. Mama nggak mau kamu terus cari alasan untuk menolak Irene. Mama akan mengatur pernikahan kalian!” Diana menunjukkan arogansinya pada Devan.

“Silakan aja lakukan semau Mama. Tapi jangan harap Devan akan datang. Sebelum Devan yakin kalau anak itu adalah darah daging Devan, Jangan harap Devan akan menikahi Irene!” jawab Devan tegas.

Devan malas melayani mamanya terlalu lama. Wanita paruh baya itu selalu saja membela Irene sejak dulu hingga dia pernah terbuai dengan rayuan Irene dan melepas Sandra pergi. Devan tidak ingin mengulang kesalahan yang sama, ketika saat ini dia sudah menemukan Sandra kembali.

Devan langsung pergi meninggalkan mamanya di ruang tengah rumah mewahnya itu menuju ke kamar tidur. Dia tidak memedulikan teriakan mamanya memanggil dia, karena yang ada di pikiran Devan saat ini hanyalah dia ingin segera tidur untuk mengumpulkan lagi tenaganya, agar besok saat dia bertemu dengan Sandra, dia bisa memiliki kekuatan full agar Sandra tidak mampu lagi lari darinya.

“Dasar keras kepala! Dia nggak ada bedanya sama papanya. Tetap aja Devan nggak mau sama Irene gara-gara perempuan rendahan itu. Awas kamu Van, Mama bakalan bikin kamu nggak punya pilihan lain selain menikahi Irene,” gerutu geram Diana melihat putranya yang kini sudah mulai naik ke lantai 2 rumahnya.

Pagi ini Sandra sedang sibuk di ruang kerjanya. Dia sedang mempelajari proposal proyek milik perusahaan Devan yang akan dia kerjakan. Sandra harus menemukan konsep ide yang sesuai seperti yang diinginkan oleh Devan.

Sandra terpaksa harus mulai mengingat lagi tentang selera mantan suaminya itu. Dia ingin agar urusannya dengan Devan tidak berlarut-larut, sehingga dia tidak akan memiliki banyak urusan dengan pria muda itu terlalu lama.

Tok tok tok.

“Bu Sandra, dipanggil Pak Beni, Bu,” ucap sekretaris Beni yang datang ke ruang kerjanya.

“Sekarang?” tanya Sandra sambil menoleh ke arah pintu di mana sekretaris Beni berdiri.

“Iya Bu, nanti Ibu langsung masuk saja ya ... soalnya saya disuruh ke bagian keuangan.”

“Oh iya, makasih. Saya langsung ke sana abis ini,” jawab Sandra sambil mengangguk dan tersenyum.

Sandra menarik nafas panjang sebelum dia akhirnya berdiri dan membawa ponselnya keluar dari ruang kerjanya. Dia berjalan santai menuju ke arah lift yang akan mengantarkannya pada ruangan Beni di lantai atas.

Sandra menekan tombol lift dan tidak lama kemudian pintu lift yang ada di depannya terbuka. Sandra terbelalak hingga mulutnya terbuka saat dia melihat sosok yang ada di depannya.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
amymende
mana koinnya mahal lagi, weeeeeekkkk
goodnovel comment avatar
amymende
yah paling ta baca sampe sini, maless peran bodok c Devan, hahaha ngaco
goodnovel comment avatar
Bre Charona
brikan km bonus biar km tetap baca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status