“Akhirnya dia pergi juga. Haduuh, tuh orang kapan sih gak bikin aku susah?” gerutu Sandra yang merasa kesal pada Devan karena pria itu sampai nekat datang ke ruang kerjanya.“Sandra. Eh ita bener, ini kamu kan? Sandra si kutu buku,” sapa seseorang yang sedikit mengagetkan Sandra.“Bang Rio. Astaga Bang, amu ampe lupa kalo Abang di sini,” sapa balik Sandra yang senang bertemu dengan kenalannya saat dia kuliah di Malaysia.“Hmmm ... gitu ya, aku dilupain. Kupikir kamu belum dateng, San. Aku denger kamu bakalan pindah ke sini, kamu masuk kapan sih emang?” tanya Rio.“Baru kemaren, Bang. Oh ya, Abang di divisi apa sekarang?” tanya Sandra.“Aku di pemasaran. Naik jadi manajer aku sekarang.”“Waah ... kalo gitu aku harus panggil Pak Rio dong. Halo Pak Rio, saya Sandra, pegawai baru di sini, Pak,” ledek Sandra.“Gak pantes, San.” Rio tertawa mendengar candaan receh Sandra yang selalu berhasil membuat dia tertawa.“San, aku pergi dulu ya. Ntar kita ngobrol lagi. Eh, makan siang bareng
“Namanya Rio Haryanto. Dia seorang manajer keuangan di Artha Graha dan merupakan kakak tingkat Bu Sandra saat mereka kuliah di Malaysia dulu,” lapor Raka pada Devan.“Jadi mereka udah kenal sejak di Malaysia ya” tanya Devan dengan nada geram.“Iya Bos, tapi Pak Rio dulu tidak bekerja di cabang Surabaya dan sepertinya mereka baru bertemu kembali setelah sama-sama pindah ke Jakarta.”“Mereka lulus bareng?”“Tidak, Bos. Pak Rio lulus lebih dulu dan kembali ke Jakarta, kemudian beliau langsung masuk ke Artha Graha. Satu tahun kemudian baru Bu Sandra datang untuk masuk ke Artha Graha Pusat juga.”“Seberapa dekat hubungan mereka?” tanya Devan yang masih kesal ketika dia mengingat ketika tangan istrinya digandeng oleh Rio.“Maaf Bos, saya belum mencari tahu soal itu.”“Cari tahu kedekatan mereka sejauh apa. Aku nggak mau si brengsek itu bakal semakin berani ngedeketin istriku!” perintah Devan sambil menyipitkan matanya menahan rasa geramnya pada Rio.Sejak malam itu Devan menjadi lebi
‘Mas Devan,’ panggil Sandra lirih di dalam hati. Tubuh Sandra menjadi kaku dan membeku melihat sosok yang sudah 6 tahun dia tinggalkan itu kini kembali ada di hadapannya. Tekad Sandra untuk tetap melihat Devan sebagai kliennya rasanya langsung hancur lebur begitu dia menatap sorot mata nyalang milik Devan yang langsung tertuju kepadanya. Rahang Devan mengetat dan ingin sekali rasanya Dia menarik tubuh Sandra agar menjauh dari pria yang tidak dia kenal itu. Melihat Sandra tampak kaget saat melihatnya, Devan mengurungkan niatnya karena dia takut Sandra akan bereaksi lebih dan itu mungkin akan bisa membuat dirinya kehilangan Sandra kembali. "Sandra, kamu nggak apa-apa?" tanya Rio yang melihat perubahan mimik wajah Sandra. "Aku nggak papa, Bang," jawab Sandra yang kemudian segera mengibaskan tangannya agar tangan Rio terlepas darinya. Devan meneruskan langkah kakinya ke arah lift setelah dia memastikan tangan Sandra kini sudah lepas dari pegangan teman prianya. Sebelum meninggalkan Sa
Braak!!“Nyebelin ... nyebelin, nyebelin!” pekik Sandra sambil membanting map berkas yang dia bawa.“Apa maksudnya aku suruh buat gedung yang bakalan dia hadiahkan buat Irene! Apa dia lupa gimana kelakuan Irene dulu sama aku! Gak bisa! Aku gak akan mau ngerjain ini!” gerutu Sandra yang saat ini sedang sangat marah pada Devan.“Aku mau ngadep Pak Beni sekarang, aku mau mengundurkan diri dari proyek ini. Aku gak sudi!”Sandra segera berjalan menuju ke pintu ruang kerjanya lagi karena dia akan menghadap ke pimpinan tertinggi dari perusahaan ini. Sandra sudah membulatkan tekadnya untuk menolak proyek milik Devan ini meskipun Beni pernah mengatakan berapa bonus yang akan dia terima kalau mengerjakan proyek dari Devan.Harga diri Sandra kembali terluka karena ternyata Devan masih saja membela Irene di depannya tanpa memedulikan perasaannya. Sandra bahkan rela kehilangan pekerjaannya daripada dia harus bertahan pada proyek ini.“Eh ya ampun,” ucap Sandra kaget saat dia membuka pintu dan me
Sandra berdiri terpaku melihat orang yang ada di depannya saat ini. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan orang ini lagi.“Sandra. Kamu Sandra kan?” tanya Irene sambil melihat ke arah Sandra dari atas ke bawah.“Irene,” jawab Sandra pelan.Irene melihat ke arah Sandra dari atas ke bawah. Dia tanpa ragu menampakkan wajah kesalnya saat harus bertemu kagi dengan wanita yang sudah pernah dia singkirkan itu.Sandra melihat ke arah Irene yang berdiri di hadapannya sambil memegang troli belanjaan. Sandra yang tidak berminat untuk berlama-lama di sana segera menggandeng Nathan untuk dia ajak pergi dari supermarket.“Anak siapa itu?!” tanya Irene yang mampu menghentikan langkah Sandra lagi.Sandra menoleh ke arah Irene, “Anakku,” jawab Sandra tegas.“Anak kamu? Siapa bapaknya? Apa dia anak Devan?” selidik Irene.Sandra sedikit terganggu dengan apa yang dikatakan Irene. Meskipun Nathan adalah ayah kandung dari Nathan, tapi hati Sandra masih menolak hal itu karena luka yang dulu pernah dibe
Sandra melihat ke arah Rio. Tampaknya pria yang sudah lama dia kenal itu menaruh curiga pada sosok Irene. Tapi tentu saja Sandra tidak akan mau membagi masa lalunya bersama dengan orang lain lagi pula jika dia harus membuka masa lalunya itu, maka sama saja dengan dia membuka lagi luka lama yang sudah hampir dilupakan oleh Sandra sebelum dia bertemu dengan Devan lagi. "Maaf Bang, bukannya aku nggak mau cerita sama Abang. Tapi masalah ini terlalu pribadi." Sandra sedikit tidak enak pada Rio. "Oh gitu, nggak papa kok. Justru aku yang mau minta maaf sama kamu karena ingin tahu banget tentang masalah kamu. Oh ya, kok kamu ada di sini? Kamu tinggal di dekat sini." Rio segera mengalihkan pembicaraan mereka agar suasana tidak menjadi semakin canggung. "Iya Bang, aku tinggal di sini. maksud aku nggak jauh dari sini. Aku ngontrak di komplek Cempaka Asri.""Oh, perumahan itu. Jauh dari gerbangnya?" Rio ingin tahu. "Dekat kok Bang, tapi dari gerbang kedua ... bukan gerbang utama.” Sandra menj
Devan sudah duduk di ruang meeting bersama dengan Sandra dan timnya. Tatapan matanya lebih banyak terarah pada Sandra yang duduk tidak jauh dari posisinya.Sore ini Sandra terlihat sangat cantik dengan memakai setelan berwarna peach yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih dan rambut panjangnya yang hitam legam. Dulu Devan sering sekali memuji dan membelai rambut lebat istrinya itu ketika mereka hendak tidur dan Sandra pasti akan segera lelap dalam pelukan suaminya.“Bu Sandra, udah siap dengan konsep barunya?” tanya Beni menanyakan kesiapan Sandra untuk presentasi saat ini.“Sudah Pak, saya mulai sekarang aja?” tanya Sandra balik.“Kita mulai sekarang aja ya, Pak? Biar nggak terlalu malam nanti.” Beni menoleh ke arah Devan.“Boleh, kali ini tolong beri saya konsep yang luar biasa,” harap Devan sambil tersenyum pada Sandra.Sandra melepas napas berat ketika dia melihat senyum Devan yang mengembang di bibir pria dingin itu. Sandra langsung membuang mukanya ketika pandangan mat
Sandra masih tercengang dengan apa yang dikatakan oleh Devan. Dia tidak menyangka pria yang pernah menjadi bagian dari hidupnya itu membuat pernyataan yang sangat mengejutkan.“Gak mungkin. Dia pasti lagi becandain aku. Aku gak akan termakan sama guyonan receh kamu, Mas!” gerutu Sandra sendirian.Ceklek.Pintu ruang meeting terbuka. Sandra yang sedari tadi ada di tempat itu sendirian langsung melihat ke arah pintu untuk mengetahui siapa orang yang masuk.‘Ini asistennya Mas Devan kan? Ngapain dia ke sini,’ gumam Sandra ketika melihat Raka masuk.“Selamat sore, Bu Sandra. Ini ada pesan dari Pak Devan,” ucap Raka sambil mengulurkan kertas pada Sandra.Sandra melihat ke arah kertas itu lalu melihat lagi ke arah Raka, “Oh iya, makasih.”“Tunggu bentar!” cegah Sandra saat dia melihat Raka sudah bersiap untuk keluar ruangan.“Ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanya Raka sambil melihat ke arah Sandra yang masih duduk di depan laptopnya.“Maaf, saya boleh nanya tentang Pak Devan sedikit ngg