Share

3. Kecewa

Malam harinya. Clarissa berbaring di atas tempat tidur. Ia menanti kedatangan Raymond yang sejak sore hari pergi. 

"Dia pergi dan tidak bilang mau ke mana. Apa  dia sibuk dengan pekerjaan, ya?" batin Clarissa.

Tidak lama pintu kamar terbuka, Raymond masuk ke dalam kamar dan melepas jasnya. 

"Kau sudah kembali. Mau ganti pakaian? aku akan siapkan pakaianmu," kata Clarissa yang buru-buru bangun dari posisi berbaring.

"Tidak perlu. Kau tidur saja. Aku bisa sendiri," jawab Raymond pergi ke kamar mandi.

Clarissa terdiam, ia menatap jauh ke arah pintu kamar mandi yang baru saja tertutup. Ia menarik napas dalam, kemudian mengembuskan napas perlahan.

"Dia masih marah rupanya. Entah sampai kapan dia seperti ini," batin Clarissa.

Clarissa berdiri dan berjalan mendekati sofa, ia memungut jas suaminya lalu melipatnya. Ia mengusap jas tersebut dengan mata berkaca-kaca. Ia segera menyeka air matanya yang hampir jatuh, saat mendengar ponselnya berdering.

Dengan langkah cepat ia mendekati nakas dan mengambil ponselnya. Terlihat di layar ponsel, Mama mertua menghubunginya.

"Mama mertua, kenapa?" batinnya bingung. Ia pun menggeser panel hijau diponselnya.

"Ha-hallo, Ma. Ada apa?" tanya Clarissa.

"Hallo, sayang. Kau sudah tidur, ya? maaf, kalau telepon Mama mengganggu. Apa Ray sudah tidur?" tanya sang Mama mertua.

Clarissa menatap ke arah pintu kamar mandi. Tepat pada saat yang sama Raymond keluar dari kamar mandi. Pandangan Clarissa dan Raymond bertemu, Raymond langsung memalingkan pandangan ke arah lain.

"Ah, dia baru selesai mandi. Mama mau bicara?" tanya Clarissa.

"Oh, ok. Tolong berikan padanya, ya. Terima kasih, sayang." jawab Mama mertua Clarissa.

Clariss mendekati Raymond dan berbisik, "Maaf, ini Mamamu dan ingin bicara denganmu." kata Clarissa dengan suara lembut memberikan ponselnya.

Raymond menerima ponsel Clarissa dan berbincang dengan Mamanya. Clarissa diam menatap ke arah Raymond, terlihat sang suami hanya mengenakan kimono dan berdiri membelakanginya. Setelah selesai bicara, Raymond memberikan kembali ponsel Clarissa pada sang pemilik. Clarissa menerima dan bicara pada Mama mertuanya.

"Ya, Ma ... " kata Clarissa lembut.

"Sayang, tidurlah. Mama sudah bicara pada Raymond. Terima kasih, ya. Selamat malam, Nak." pamit Mama mertua.

"Oh, ya. Selamat malam, Ma." jawab Clarissa.

Mama mertua menutup panggilannya. Clarissa hanya diam menatap layar ponselnya. Ia merasakan tempat tidur bergerak, rupanya Raymond naik ke tempat tidur dan segera berbaring.

"Oh, kau tidak pakai piama?" tanya Clarissa.

"Aku selalu tidur seperti ini. Kenapa? kau tidak nyaman? tenang saja, ini yang pertama juga terakhir kita tidur satu tempat tidur dan satu selimut." kata Raymond. Ia mengubah posisinya miring membelakangi Clarissa.

"A-apa? dia ini manusia atau bukan sebenarnya? bicaranya selalu kaku dan dingin. Wajahnya juga datar. Kenapa juga dia bicara seperti itu? aku 'kan hanya bertanya. Tidak ada maksud lain," batin Clarissa.

Clarissa pun meletakkan ponselnya di nakas dan segera berbaring. Ia juga mengambil posisi miring membelakangi Raymond.  Clarissa berpikir keras akan keputusannya menikah dengan Raymond. 

"Sudah aku duga ini tidak akan mudah. Bagaimana bisa aku selalu menjawab pertanyaan konyolnya?" batin Raymond dalam keadaan menutup mata.

Raymond merasa tidak nyaman dengam adanya Clarissa di sampingnya. Ia pun bangun dan beranjak dari tempat tidur. Ia membawa bantal mendekati sofa, lalu berbaring di sana. Clarissa bergerak, ia memalingkan pandangannya ke sisi tempatnya tidur. Dilihatnya Raymond tidak ada. Clarissa bangun, ia menatap sekeliling mencari keberadaan Raymonda dan melihat suaminya itu tidur di sofa. Tampak kesedihan di wajah Clarissa. Tanpa disadari olehnya, air matanya jatuh menetes membasahi kedua pipinya.

"Sebegitu menjijikannya kita tidur berdampingan, Ray? apa akan seperti ini kehidupan pernikahan yang kedepannya akan aku jalani dengan Raymond? tidak mau, aku tidak mau diperlakukan seperti ini." batin Clarissa mengeluhkan. 

Malam itupun menjadi malam yang menyedihkan bagi Clarissa. Meski ia tidak mendambakan malam pertama layaknya pasangan pengantin yang lain, ia merasa tidak senang dengan perlakuan sang suami yang sudah membentaknya. Membuat hatinya sakit.

***

Keesokan harinya, Raymond dan Clarissa pergi bulan madu ke luar kota. Dengan alasan sibuk, Raymond meminta pada orang tuanya untuk berbulan madu di villa milik keluarga yang ada di luar kota. Ia tidak ingin menghabiskan banyak waktu pergi bulan madu ke luar negeri. Setibanya di villa, keduanya disambut oleh Asisten rumah yang sudah menjaga villa tersebut selama bertahun-tahun.

"Selamat datang, Tuan, Nyonya." sapa Asisten rumah dengan ramah dan senyum khasnya. Ia adalah perempuan paruh baya berusia sekitar lima puluh tahunan.

"Hm," gumam Raymond yang langsung masuk ke dalam villa.

"Hallo, terima kasih sudah menyambut kami. Anda?" sapa Clarissa yang ingin tahu siapa orang yang menyambutnya itu.

"Maaf, Nyonya. Anda tidak perlu terlalu sopan pada saya. Saya hanyalah Asisten rumah tangga yang sudah lama menjaga villa ini. Nama saya Marie. Silakan masuk dan beristirahat, saya akan buatkan teh hangat dan menyiapka kue." jawab Asisten itu ramah. Ia menjelaskan apa yang perlu dijelaskan pada Clarissa.

"Oh, ok. Terima kasih, Bibi." kata Clarissa tersenyum.

"Wanita yang anggun dan cantik," batin Marie, tersenyum menatap Clarissa.

Clarissa masuk ke dalam rumah. Ia melihat Raymond duduk di sofa, sibuk menatap layar ponsel. Ia pun duduk di hadapan Raymond, manatap sekeliling ruang tengah dari villa itu.

"Keluarganya punya berapa villa, ya? semua villanya mewah." batin Clarissa kagum.

Bibi Asisten datang, ia membawa nampan berisi cangkir teh dan toples kue. Meletakan di atas meja, dihadapan Clarissa dan Raymond.

"Silakan, Tuan, Nyonya." kata Marie.

"Ya, Bi. Terima kasih," kata Clarissa tersenyum.

"Tuan, Nyonya. Anda berdua ingin makan apa sebagai menu makan siang? saya akan siapakan sesuai keinginan anda berdua," tanya Marie. Menatap Clarissa dan Raymond bergantian.

"Terserah saja. Bibi 'kan tahu kemauanku," jawab Raymond tanpa memalingkan pandangan dari ponselnya.

"Umh, Bi. Maaf, apa boleh aku yang memasak?" tanya Clarissa.

"Apa? Nyonya ingin memasak? Ta-tapi ... " kata -kata Marie terpotong oleh Raymond.

"Tidak perlu kau yang memasak. Bibi sudah bekerja dengan keluargaku selama lebih dari dua puluh tahun. Masakannya tidak pernah mengecewakan. Kau lakuka saja apa yang ingin kau lakukan," kata Raymond, menatap sang istri.

"Bukan maksudku tidak percaya. Aku hanya ingin menunjukkan peranku saja. Aku ingin menjadi istri yang baik yang bisa menyenangkan hati suaminya," jawab Clarissa.

"Oh, tidak masalah, Nyonya. Silakan saja. Saya akan menyediakan bahan apa saja yang Anda butuhkan. Memasak untuk suami memang tugas istri, Tuan pasti menyukai masakan Anda." kata Marie tersenyum. Ia senang dengan usaha dan keberanian Clarissa.

"Terserah kau saja. Lakukan sesukamu," kata Raymond dingin.

Raymond berdiri dari posisi duduknya, ia langsung pergi meninggalkan Marie dan Clarissa di ruang tengah. Ia masuk ke dalam kamar. Sementara itu Clarissa mencatat apa saja bahan yang ia butuhkan dan menyerahkan catatan itu pada Marie. Segera Marie pergi setelah menerima catatan. Clarissa pun pergi masuk ke dalam kamar. Ia ingin mandi dan berganti pakaian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status