"Aku hanya memiliki nomor ponselnya saja, kalau alamat rumahnya aku tidak tahu." Pelangi terdiam memikirkan cara bagaimana untuk Diana bisa berbicara dengan Renjana secara langsung. Apalagi keadaan sedang sangat genting sekarang. "Coba kamu hubungi dia melalui ponsel dan ajak dia untuk bertemu secara langsung, karena keadaanmu tidak bisa dibicarakan lewat ponsel," ujar Pelangi memberikan ide.Sejujurnya Diana ragu untuk mengatakannya pada Renjana, tapi apa yang dikatakan oleh Pelangi memang benar adanya. Ia tidak bisa menyembunyikan terus-menerus apa yang sekarang sedang ia alami. Lagipula Renjana juga berhak tahu."Aku akan mencobanya." Pelangi menganggukkan kepalanya. Diana sedang membutuhkan dukungan dan tentu saja Pelangi akan selalu mendukung Diana. Beberapa saat berlalu, Diana sudah beberapa kali mencoba untuk menghubungi Renjana tapi nyatanya tidak bisa. Renjana seperti hilang ditelan bumi."Bagaimana, Diana? Apa dia mengangkatnya?" tanya Pelangi."Aku sudah berulang kali me
"Pelangi? Kenapa tidak masuk ke dalam?" tanya Pak Andy sambil membenarkan jas yang ia pakai. "S-saya ragu, Pak," jawab Pelangi masih dengan jawaban yang sama. "Ragu? Kenapa harus ragu? Masuklah dengan saya jika kamu takut." Pak Andy pun berjalan lebih dulu sambil memberikan kode pada Pelangi untuk mengikutinya dari belakang. Tentu saja Pelangi menurut dan segera masuk ke dalam mengikuti Pak Andy. Beberapa saat kemudian, Pelangi sampai di sebuah ruang tamu besar yang di sana Prita dan keluarganya memang sedang menunggu kedatangan Pak Andy. Ini pertama kalinya Pelangi melihat Prita, saudara kembar Kayla. Selama berkunjung ke rumahnya, Pelangi belum satu kali pun bertemu dengan saudara kembar Kayla. Pandangan mata Pelangi lalu mengarah pada sosok pria yang sedang duduk di kursi, bahkan sampai menajamkan matanya. Ia merasa penglihatannya agak bermasalah. Apa benar yang di depannya adalah Akarsana? Pelangi melafalkan huruf demi huruf yang merangkum namanya yang begitu indah di dalam ha
Pelangi tak pernah menyangka, bahwa cinta itu datang dari tempat yang tak terduga dan dengan siapa dia akan jatuh cinta. Cinta itu datang menyapanya dua hari setelah hari ulang tahunnya yang ke-25 tahun. Secara tidak sengaja ia bertemu dengan pangeran impiannya saat sedang mengunjungi ayahnya yang terkena serangan jantung di ruang ICU disebuah rumah sakit terbesar di Bandung. Ia tidak jatuh cinta pada seorang dokter atau perawat tampan di sana, tapi ia jatuh cinta pada salah satu pasien tampan yang sedang di rawat di ruang ICU. Ruangannya berada di sebelah ruangan ayahnya. Sayangnya pasien tampan itu sedang koma selama satu Minggu. Pertama kali Pelangi melihatnya ketika pintu ruangan pasien tersebut terbuka, karena ada dokter yang sedang memeriksanya. Rasa penasaran dan rasa tertariknya itu Pelangi nekat masuk dan berdiri tidak jauh dari ujung tempat tidur. Saat melihatnya, Pelangi langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia tidak bergeming. Dunianya tiba-tiba meluruh. Jutaan kup
"Apa kamu sudah gila?"teriaknya. Tatapan semua orang mengarah kepadanya. "Mungkin aku memang sudah gila." Ardian agak mencondongkan kepalanya ke depan. "Kamu sadar apa yang kamu katakan tadi, kan?" Pelangi mengangguk. "Tapi kenapa?" "Karena aku ingin dia sembuh." "Tapi kamu tidak akan bisa bersamanya." "Aku tahu dan itu tidak masalah. Cinta akan menemukan jalannya sendiri." Pelangi tersenyum sendu. Ardian menyandarkan tubuhnya dikursi dan bersidekap sambil menatap Pelangi. "Cinta sudah membuatmu berpikir tidak waras dan bertindak bodoh." "Itulah cinta. Dalam mencintai seseorang yang terpenting adalah melihat orang itu bahagia." "Kau tahu menjadi pedonor hati itu tidak mudah harus melewati serangkaian tes yang cukup panjang dan si pedonor harus dalam keadaan benar-benar sehat. Selain itu mungkin ada beberapa efek samping setelah mendonorkan hati, tapi tidak terjadi pada setiap pedonor." "Aku sehat." "Masalahnya apa hatimu itu cocok untuk didonorkan, karena ada berbagai mac
Pelan tapi pasti, jari-jari tangan milik Akarsana mulai bergerak. Meskipun hanya pelan, terkesan halu, masih dapat ditangkap oleh penglihatan Ardian. Laki-laki itu lantas berjalan ke sisi brankar, tubuhnya sedikit mencondong, memastikan penglihatannya tidak salah.Jari itu kembali bergerak. Kali ini Ardian sangat yakin dengan penglihatannya. Dengan cepat, tangan Ardian menekan tombol nurse call di atas brankar milik Akarsana.“Akarsana, bisa mendengar saya?” Ardian tentu saja mengerti jika pertanyaannya tidak akan dijawab, tapi itu semua keluar begitu saja dari mulutnya. Reflek saat melihat pergerakan dari Akarsana yang dikatakan koma.Tidak tenang karena belum ada tanda-tanda dokter akan datang, Ardian memilih untuk bergegas melangkah keluar. Dia ingin Akarsana segera mendapatkan pemeriksaan terkait kondisinya saat ini.Ini kabar baik. Sangat baik.Bangunnya Akarsana dari koma adalah keajaiban yang ditunggu oleh Pelangi, sepupunya. Ardian sudah bisa membayangkan seperti apa respon Pe
Tubuh yang dibalut pakaian dari merk terkenal itu menjadi pusat perhatian orang, namun hal itu tidak terasa mengganggu bagi Prita. Sudah biasa bagi Prita menjadi perhatian termasuk gadis yang baru saja meliriknya sekilas yang ada dipikirannya saat ini adalah secepatnya bertemu dengan Akarsana.Setelah memastikan ruang rawat sudah benar, Prita langsung menekan pegangan pintu dan mendorongnya pelan. Dia bisa melihat Akarsana yang terlihat begitu lemah dengan jarum infus di tangan kanan.Prita melangkah perlahan memastikan suara ketukan heels yang dikenakan tidak mengganggu istirahat Akarsana. Sayang, harapannya tidak terkabul saat melihat Akarsana perlahan membuka mata.Oh Tuhan, hati Prita bergetar melihat tatapan lemah Akarsana.“Nak, bagaimana keadaan kamu? Masih ada yang sakit?” tanya Prita seraya mengusap puncak kepala Akarsana dengan lembut.“Ma … Na, Naomi di mana?” tanya Akarsana dengan suara lemah. "Aku mau bertemu dengan dia, Ma. Aku mau tanya kenapa di pergi begitu saja."Rau
Lelah tetapi juga bahagia. Itulah yang dirasakan Pelangi saat ini. Setelah mengunjungi sang Ayah dan memastikan keadaan laki-laki itu baik-baik saja, Pelangi melangkahkan kaki keluar rumah sakit.Setelah keluar dari halaman rumah sakit, Pelangi memberhentikan angkutan umum. Pelangi langsung bergerak menuju rumah seseorang. Orang itu selalu meminta dirinya untuk menemani berbicara dan tentu saja Pelangi tidak menolak. Dia juga merasa nyaman saat berbicara dengan orang itu.Setelah sampai dan membayar ongkos angkutan umum, Pelangi langsung disambut baik oleh wanita yang tengah berkutat dengan tanaman hias. Senyuman itu yang Pelangi rindukan setelah kepergiaan sang Ibu. Orang itu seakan memberikan sosok ibu yang masih diperlukan oleh Pelangi."Pelangi,” sambutnya dengan senyum gembira. Padahal, dia tadi mengira Pelangi tidak akan datang karena ini sudah telat dua puluh menit dari kebiasaan mereka.Pelangi dengan sedikit canggung membalas pelukan Kayla. Keduanya lantas duduk di kursi yang
Pelangi menurunkan tas dari bahunya. Ia dan adik laki-lakinya baru saja tiba di rumah bertepatan dengan adik perempuannya. Adik perempuan Pelangi baru saja kembali dari kampus. Baru saja tiba di rumah, gadis itu membanting tas dan ponselnya ke atas kursi yang ada di ruang tamu. Pelang menjadi sangat heran. Apa yang membuat adiknya menjadi sangat marah dan uring-uringan begini? Sebagai Kakak yang baik, Pelangi menghampiri adik perempuannya. Berusaha mengajak gadis itu bicara dan meminta adiknya agar lebih tenang. Gerakkan kasar Diana membuat perempuan itu mengembuskan napas. Jujur saja Pelangi lelah dan ingin istirahat, tapi melihat Diana uring-uringan seperti itu membuat Pelangi urung untuk istirahat. Ia tidak akan tenang sebelum mengetahui masalah sang Adik. "Kamu kenapa? Ada masalah? Kakak lihat, kamu pulang-pulang malah marah kayak gini. Coba sini cerita sama Kakak," bujuk Pelangi penuh kelembutan. Gadis itu menatap sang Kakak dengan tatapan seolah ingin menerkam. Dientak