Share

Kelicikan dan Kepintaran

Waktu berjalan dengan cepat. Empat bulan berlalu sejak Alea dibawa pulang dari rumah sakit jiwa. Selama itu, Alea dikurung dalam rumah. Fiona menempatkannya di ruang bawah tanah dengan pintu yang selalu terkunci rapat.

Karena kesibukan di perusahaan, selama empat bulan ini Carlos mempercayakan penjagaan Alea kepada Fiona. Dia percaya istri keduanya akan menjaga Alea dengan baik. Mengingat Fiona adalah mantan ibu tiri Alea. Namun pada kenyataannya, Alea hanya mendapatkan siksaan dari ibu tirinya.

Alea terus dicekoki dengan obat-obatan psikiatri hingga membuatnya ketergantungan. Bahkan, obat-obatan tersebut berpengaruh pada kesuburannya. Alea mengalami gangguan fungsi seksual hingga mengalami penurunan libido dan membuatnya kesakitan setiap kali Carlos menggaulinya.

Setiap Carlos pulang ke rumah, Fiona selalu memindahkan Alea ke kamar. Dia bahkan mempersiapkan Alea untuk melayani carlos. Fiona menyadari semua kesakitan yang Alea alami, namun dia tidak peduli. Baginya, yang terpenting dirinya dan Carlos puas bermain bersama Alea.

Selama empat bulan ini, Carlos dan Fiona bahkan tidak segan lagi walau harus bermain bertiga. Carlos lebih bersemangat setiap menyentuh Alea dan Fiona mendapatkan keuntungan dari itu.

"Laras, pindahkan Alea ke kamarnya. Dandani dia! Carlos akan pulang sore ini," titah Fiona pada Larasati, perawat yang bertugas mengurus Alea.

"Baik nyonya," jawab Laras. Dia pergi ke ruang bawah tanah untuk membebaskan Alea.

"Nyonya, kenapa duduk di bawah?" Laras menghampiri Alea yang duduk di pojok ruangan seraya memeluk bantal yang dibungkus dengan kemeja biru yang terlihat lusuh.

"Ssst! Kamu membuat bayiku bangun," desis Alea seraya menyimpan telunjuk di bibir. Alea berdiri meninabobokan bantal yang didekapnya. Mengira bantal itu adalah bayinya.

Laras menatap Alea dengan iba. Dia sedih melihat keadaan Alea yang berubah gila. Larasati adalah perawat yang membantu Alea dan bayinya kabur dari rumah sakit beberapa bulan lalu. Laras tidak pernah menyangka, keputusannya membantu Alea kabur malam itu akan membuat keadaan Alea semakin memburuk. Alea kehilangan bayinya dan dia menjadi gila.

Masih teringat dalam ingatan Laras kejadian empat bulan lalu, saat Laras hendak memberitahu Kevin tentang Alea yang baru sadar setelah operasi. Tanpa sengaja, Laras mendengar percakapan Kevin dan Fiona tentang rencana pembunuhan bayi Alea yang gagal.

Keadaan bayi Alea yang terlahir prematur dan lemah menyebabkannya harus dirawat di ruang NICU, sehingga dokter anak harus menangani bayi itu secara langsung. Kevin dan Fiona pun tidak bisa menyentuh bayi tersebut.

Namun, betapa kagetnya Laras saat mendengar mereka ingin melenyapkan bayi itu dengan menyuruh orang. Karena itu, Laras nekad membantu Alea kabur dari rumah sakit.

Empat bulan lalu, setelah mendengar bayi Alea kecelakaan hingga membuat Alea mengalami depresi. Laras memutuskan melamar kerja di rumah keluarga Rahardja sebagai perawat. Dia ingin menebus rasa bersalahnya dengan menjaga Alea. Namun, tidak banyak yang bisa Laras lakukan untuk Alea, kerena Fiona terus membuat keadaan Alea semakin memburuk.

"Nyonya, malam ini tuan Carlos akan pulang. Nyonya besar meminta anda untuk pindah ke kamar."

"Tidak!" Alea menggeleng keras. Dia mulai terisak. "Tidak mau. Sakit!"

Laras memeluk Alea yang menangis ketakutan. Sungguh! Dia iba melihat majikannya.

Empat bulan bekerja merawat Alea, membuat Laras tahu tentang kekejian yang Carlos dan Fiona lakukan. Termasuk kelakuan Fiona, Kevin dan Alex yang memberikan obat terlarang untuk mengendalikan Alea.

Selama ini, Laras diam-diam mengurangi dosis obat yang Alea minum. Walau tidak bisa terlalu sering karena takut Fiona mengetahuinya.

"Anda harus bersikap tenang agar nyonya besar tidak memberi anda obat lagi," bujuk Laras.

Alea tetap menangis. Dia menyusupkan kepala dalam dekapan Laras seolah meminta perlindungan.

"Nyonya, saya berjanji akan mencari cara agar anda bisa terbebas dari siksaan mereka. Tapi untuk saat ini, anda harus bersabar lebih dulu." Laras mengelus punggung Alea.

Pelukan Laras membuat Alea nyaman. Dia pun mulai tenang. Dalam rumahnya sendiri, Alea diperlakukan seperti kotoran, hanya Laras yang menyayanginya dengan tulus.

Setelah berhasil menenangkan Alea, Laras membawa Alea ke kamarnya. Dia memandikan Alea, menyisir rambutnya dan membubuhkan bedak di wajahnya. Penampilan Alea pun terlihat cantik. Tidak ada sedikitpun kesan tidak waras dalam dirinya.

"Bayiku?"

Alea melirik box bayi ketika Laras selesai menyematkan jepitan rambut di poninya. Melihat itu, Laras buru-buru membawa bantal berselimut kemeja lusuh dari keranjang bayi, kemudian memberikannya pada Alea.

"Ternyata kamu masih tidur, Nak." Alea tersenyum seraya memainkan permukaan bantal dengan telunjuknya seolah sedang memainkan hidung bayinya.

Laras berjongkok di hadapan Alea. "Nyonya, sebentar lagi nyonya besar akan kesini. Anda harus mengingat apa yang saya katakan. Tolong, jangan minum obat apapun yang nyonya besar berikan."

Alea tidak menjawab. Dia malah sibuk bermain dengan bayinya. Laras memegang tangan Alea. Meminta perhatian.

"Nyonya … putra anda akan marah jika anda tidak menuruti kata-kata saya," ujar Laras. Nada bicaranya terdengar lembut tapi tegas.

"Marah? Bayiku?" Alea menatap Laras dengan mata berkaca-kaca.

Laras mengangguk. Caranya mencuri perhatian Alea memang tidak masuk akal. Namun, ancaman seperti itu bisa membuat Alea memberi perhatian padanya.

"Bayi anda akan menangis jika anda sampai meminum obat yang nyonya besar berikan. Karena itu, berusahalah untuk membuangnya," tutur Laras. Tidak mau Alea terus dicekoki obat perangsang oleh ibu tirinya.

Alea mengangguk. Dia mengecupi bantal yang dipeluknya. "Mamah tidak akan membiarkan kamu menangis, Nak. Mamah akan melindungimu."

Laras tersenyum.

Beberapa menit kemudian.

Seperti dugaan Laras, Fiona datang ke kamar Alea. Dia membawa segelas air dan obat pada nampan yang dibawanya.

"Keluar!" Fiona mengusir Laras.

Tanpa diminta dua kali, Laras pergi dari kamar Alea. Fiona menyimpan nampan di atas meja rias. Sekilas, tatapannya tertuju pada bantal yang Alea pegang.

"Dasar wanita gila!" cibir Fiona. Dia memberikan air dan sebutir obat pada Alea. "Minum obat ini! Kamu harus bersiap. Malam ini kita bertiga akan bersenang-senang. Kamu harus bisa memuaskan kami."

Alea menatap gelas dan obat di hadapannya, lalu melirik bayinya. Dia teringat dengan kata-kata Laras.

"Cepat minum atau aku akan memaksamu menelannya!" Fiona kesal melihat Alea yang hanya diam. Tidak mau membuka mulut.

Alea memeluk bayinya. Suara Fiona begitu keras. Dia tidak mau bayinya terbangun. Alea pun mengambil gelas dan obat yang Fiona berikan, lalu meneguknya bersamaan.

"Pahit!" keluh Alea.

Fiona tersenyum melihat Alea sudah meminum obatnya. Dia yakin, sebentar lagi pengaruh obat itu muncul dan Alea siap diajak bermain.

"Carlos datang!" seru Fiona saat mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. Buru-buru, Fiona pergi menyambut suaminya.

Begitu Fiona keluar kamar, Alea mengeluarkan obat yang dia sembunyikan di balik lidah. Kemudian, membuangnya keluar jendela. Alea tersenyum sambil menatap bantal di pangkuannya.

"Mamah pintarkan, sayang?"

Di lantai bawah. Fiona tersenyum sumringah menyambut kepulangan suaminya. Dia berjalan menghampiri Carlos.

"Dimana Alea?" tanya Carlos. Langsung menanyakan istri pertamanya.

Senyum Fiona memudar. Hatinya kesal. Namun, Fiona berusaha meredam emosinya. Walau Carlos sudah menikahinya dan sebentar lagi akan memiliki anak darinya. Tapi Fiona sadar, hati dan cinta Carlos tetap tertambat pada Alea. Karena itu, sampai saat ini Carlos tidak mengumbar pernikahan keduanya. Dihadapan semua orang, Carlos tetap menantu Fiona dan Fiona adalah ibu tiri Alea, janda dari Andrean.

"Sayang, apa kamu tidak merindukan aku? Kamu bahkan belum menyapa bayimu."

Fiona bergelayut manja di lengan Carlos. Berusaha menarik perhatiannya. Namun, Carlos dengan tegas menolak kemanjaannya. Dia menjauhkan Fiona dari tubuhnya.

"Alea di kamarnya?" Carlos melangkah menuju tangga.

Fiona menggeram pelan. "Ya. Dia di kamar. Aku yakin, dia sudah siap menyambutmu."

Langkah Carlos terhenti. Dia tersenyum senang. Tangannya terulur mengusap kepala Fiona.

"Kerja bagus! Kamu memang bisa diandalkan."

Dengan tidak sabar, Carlos melangkah menuju kamar. Ingin segera menumpahkan kerinduannya pada Alea yang sudah lima hari tidak ditemuinya.

"Sial! Selalu saja wanita itu yang menjadi prioritas utamamu, Carlos."

Fiona mengeluarkan sebuah botol kecil dari sakunya. Dia menatap botol tersebut se

raya tersenyum miring.

"Lihat saja! Malam ini aku akan membuat Alea tersiksa. Obat ini akan membuat Alea menderita."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status