Share

Bab 5. Kenyataan Pahit

Sepulang dari Bank, Kaila memutuskan untuk langsung pulang kerumah. Namun sebelum itu ia mampir ke toko kue terlebih dahulu. Kaila membeli beberapa aneka macam kue kering dan kue manis sebagai camilannya nanti di rumah. Setelah membeli beberapa Roti dan kue kering Kaila langsung menuju rumah. Sore ini ia berencana akan pergi ketempat gym langganannya. Sudah lama sekali dia tidak pergi ketempat gym. Dulu sebelum menikah, Kaila selalu menyempatkan diri setiap minggu untuk berolahraga, namun setelah menikah ia tak pernah lagi melakukan aktivitas itu lagi. Pasalnya Andika selalu melarangnya untuk datang ketempat gym yang alasannya Kaila pun tak tahu. Kali ini dia akan melakukan apapun untuk menyenangkan dirinya.

Setelah tiba di rumah, Kaila menangkap sosok Sang Mama mertua yang sedang duduk di sofa ruang tamu sedang menunggu dirinya. Mama Diana adalah Mertua Kaila ibu dari suaminya. Mukanya terlihat sangat judes menatap Kaila tak suka. Sejak awal menikah hingga sekarang Mama Diana tak pernah menyukai Kaila sedikit pun, entah apa alasannya. Menurutnya, Kaila bukanlah menantu idaman, ia hanyalah seorang anak yatim piatu yang di tinggalkan oleh orang tuanya karena kecelakaan. Selain yatim piatu Kaila sudah pasti akan bergantung hidup pada Putranya mengingat Kaila yang tak bekerja.

Kaila mendekati dan menyapa dengan sopan. Walaupun Mama Diana sering menyakiti hatinya dengan kata-katanya yang pedas, namun Kaila tetap menganggapnya sebagai orang tua yang patut di hormati.

"Mama," sapa Kaila. Ia mengulurkan tangan berniat untuk menyalami mertuanya.

"Dari mana kamu?" Tanyanya tanpa mau menyambut uluran tangan Sang menantu.

"Aku ada sedikit keperluan di luar, Ma!" Jawab Kaila sembari duduk di samping Mama Diana.

"Cih, Sok sekali kamu! Pengangguran aja banyak gaya."ketus Mama Diana sambil melirik kantong plastik yang ada di tangan Kaila. " Bawa apa kamu? Sini kasih mama," pinta Mama Diana merampas kantong plastik itu.

"Roti dan kue kering, Ma! Mama mau?" Tanya Kaila sopan.

Mama Diana mendelik tidak suka. "Kamu ini gimana sih? Kalau memang mau ngasih langsung kasih aja, nggak usah basa-basi nawarin segala!" Ketusnya lagi.

Kaila menghela napas panjang dan tersenyum. Aduh! Rasanya apa saja yang dilakukan olehnya akan selalu salah di mata sang Mama mertua. Perkara menanyai mau atau tidak saja seakan-akan Kaila sudah melakukan kesalahan besar.

"Iya, Ma!"

"Kamu itu, ya! Kenapa sih jadi menantu nggak bisa nyenangin hati mertua? Contoh tuh Lala, menantunya Bu Ratna." Ujar Mama Diana membandingkan sang menantu dengan Menantu sebelah rumahnya. " Dia selalu bisa menyenangkan hati mertua nggak kayak kamu bisanya cuma bikin kesal aja! Tiap bulan Bu Ratna di kasih hadiah sama menantunya, tas LV, perhiasan, sama di ksih duit juga. Kamu sudah pernah ngasih apa ke Mama? Nggak ada, kan? Makanya kerja biar punya uang sendiri jangan cuma ngandalin suami. Kalau kamu jadi wanita karir kan Mama nggak malu-malau banget punya menantu kayak kamu." Oceh Mama Diana.

"Maaf Ma! Sudah membuat Mama malu karena punya menantu aku. Maaf juga karena nggak pernah ngasih Mama hadiah seperti yang Lala kasih sama Bu Ratna. Tapi, asal Mama tahu, uang yang selama ini Mas Dika kasih sama Mama itu sebagian pakai uangku." Jawab Kaila apa adanya.

"Heh! Kalau ngomong suka seenaknya. Itu murni uangnya Dika nggak ada campuran uang kamu! Lagian dari mana kamu dapat uang, sok-sokan ngasih uang ke Mama pakai uang kamu. Kerja juga enggak! Palingan juga uang dari Dika, iya kan?" Mama Diana melotot ke arah Kaila.

Kaila kembali menarik napasnya. Niat hati sampai dirumah ingin istrihat malah harus adu emosi dengan Sang Mertua.

"Maaf Ma! Aku nggak mau berdebat sama Mama." Ucap Kaila mengalah. "Mama kesini mau ngapain?"

"Siapa juga yang mau berdebat sama kamu! Nggak ada untungnya buat Mama, yang ada bikin sakit kepala."

Mama Diana kemudian membuka tasnya, lalu dia mengeluarkan sebuah amplop besar berwarna coklat dari dalam tas.

"Nih, kamu baca dan tanda tangani. Mama mau kamu dan Andika bercerai. Kamu juga sudah tahu kan, kalau Andika sudah menikah lagi. Jadi, Kamu jangan egois masih mau bertahan dengan Andika, kasihan anak yang di perut Luna kalau orang tuanya hanya menikah siri." Mama diana melempar amplop coklat itu dengan kasar.

"Apa ini, Ma?" Tanya Kaila sambil mengambil amplop yang di lempar oleh mertuanya. Kaila membuka amplop itu dan membacanya. Selesai membaca Kaila langsung merobek amplop tersebut dan menghamburkannya ke udara.

Kaila tersenyum sinis lalu merobek kertas yang ia baca karena isi suratnya tidak masuk akal menurutnya. Andika yang berselingkuh dan menikah siri secara diam-diam namun Kaila di minta untuk menyetujui penyebab Andika berselingkuh adalah karena Kaila Mandul dan tak bisa memberikan anak.

"Apa aku terlihat bodoh di mata Mama?" Hanya karena selama ini aku banyak mengalah dan menerima saja perbuatan Mama padaku? Itu bukan berarti aku bodoh, Ma! Aku tidak sudi menandatangi surat itu. Mama tak perlu khawatir, aku yang akan menggugat cerai Mas Dika." Tegas Kaila.

"Kaila!" Teriak Mama Diana. "Kenapa kamu merobek kertasnya?"

"Apa Mama tidak mikir dulu sebelum membuat surat itu? Apa hati Mama sebagai seorang perempuan dan sekaligus Ibu sudah membeku? Di mana hati nurani Mama? Kenapa Mama seolah-olah mendukung perbuatan Mas Dika yang berselingkuh? Bagaimana jika itu terjadi pada diri Mama sendiri?" Pekik Kaila yang merasa sangat terluka oleh sikap Mama Diana.

"Kurang ajar ya kamu! Kamu nyumpahin Mama di selingkuhin? Iya? Dasar menantu kurang ajar kamu! Menantu durhaka!" Balas Mama Diana tak kalah nyaring.

"Mama yang Mertua durhaka! Selama ini Mama selalalu ikut campur dalam urusan rumah tangga kami." Seru Kaila.

PLAK!!!

Kaila memegangi pipinya yang di tampar oleh mertua.

"kamu jangan kurang ajar ya! Mama dari dulu sudah menahan diri untuk tidak menampar kamu karena Andika selalu melarang. Tapi sekarang Mama sudah tidak perduli." Teriak Mama Diana dengan mata mendelik.

"Sebaiknya Mama pulang sekarang! Sebelum aku bertindak melewati batas dan membalas perbuatan Mama.." Usir Kaila dengan bibir bergetar menahan amarah. "Mama tenang saja keinginan Mama agar aku bercerai dengan Mas Dika sebentar lagi akan terwujud, aku akan segera menggugat anak Mama."

"Kamu ngusir Mama?"

"Iya, aku mengusir Mama dari sini." Balas Kaila tak takut.

Mama Diana berdiri dari duduknya dan berkacak pinggang di hadapan Kaila.

"Kamu ini benar-benar perempuan nggak ada akhlak! Nggak punya sopan santun sama sekali! Apa hak kamu mengusir Mama dari rumah anak Mama sendiri, hah? Asal kamu tahu, Ini rumah Dika yang di beli dari jerih payah dan hasil keringatnya. Kamu itu cuma istri yang sebentar lagi akan bercerai darinya. Jadi, kamu nggak punya hak apa-apa atas rumah ini apalagi sampai ngusir Mama." Protes Mama Diana tak terima.

Kaila tersenyum miring mendengar perkataan sombong Mama Diana. Ia sudah muak dengan sifat Mama Diana yang selalu mengklaim rumah orang tuanya sebagai rumah anaknya. Setiap berdebat selalu kalimat itu yang di ulang-ulang, bangga sih bangga melihat anaknya sukses dan kaya raya tapi tidak mesti di ucapkan terus. Mama Diana belum tahu saja bahwa rumah yang selalu ia di banggakan selama ini bukan milik putranya.

"Mama tunggu di sini, akan aku perlihatkan dengan jelas siapa pemilik rumah ini sebenarnya."

"Heh, mau kemana kamu?" Teriak Mama Diana. "Mama belum selesai bicara," imbuhnya lagi yang merasa kesal di tinggal begitu saja oleh sang menantu.

Kaila bergegas menuju kamarnya dan mengambil salinan sertifikat rumah yang memang sudah ia siapkan untuk membuktikan pada orang-orang yang mengaku-ngaku seperti Mama Diana. Kurang lebih 5 menit Kaila keluar dari kamarnya dan kembali menghampiri Mama Diana yang masih setia duduk di sofa.

"Ini, Mama baca baik-baik. Siapa pemilik rumah ini yang selalu Mama akui sebagai milik anak Mama itu," Kaila menyodorkan salinan sertifikat rumah pada Sang Mertua. "Apa Di situ ada nama Mas Dika atau justru nama orang lain?" Ucap Kaila tersenyum sinis.

Mama Diana mendengkus sebal namun tetap membaca isi sertifikat rumah tersebut.

"Abian Mahendra?" Ucap Mama Diana sambil mengingat-ngingat siapa pemilik nama tersebut.

"Ada nggak nama Mas Dika di sertifikat itu, Ma?"

Mama Diana reflek menggeleng.

"Sekarang Mama percaya kan, bahwa rumah ini memang milikku? Bukan milik Mas Dika seperti kata Mama," Seru Kaila sambil menatap sinis pada sang mertua.

"Kenapa di sertifikat rumah Dika tertulis nama orang lain, hah? Siapa Abian Mahendra?" Tanya Mama Diana yang masih belum mempercayai apa yang sudah di baca.

"Mama lupa siapa Abian Mahendra?" Kaila balik bertanya. "Beliau adalah Papaku. Papa kandungku, Ma! Rumah ini milik Papaku, selama ini Mas Dika mengakui rumah ini sebagai rumahnya dan berbohong pada mama."

Mama Diana melangkah mendekati Kaila lalu memukul lengan sang menantu dengan keras.

"Heh! Jangan bicara omong kosong kamu. Pasti kamu yang sudah mengganti nama dan mengubah kepemilikan rumah ini, kan? Ngaku kamu! Dasar menantu serakah! Menantu licik!"

"Mama bisa cek sendiri tahunnya di situ! Tanggal berapa rumah ini di beli," pinta Kaila sambil meringis kesakitan akibat pukulan dari sang mertua.

Mama Diana kembali membaca sertifikat tersebut, ia mengecek tanggal dan tahun berapa rumah itu di beli. " 1 Januari 2015," gumam Mama Diana.

"Sekarang Mama percaya kan?" Kaila menatap Mama mertuanya dengan penuh kemenangan. "Rumah ini sudah ada sejak tahun 2017 saat aku masih SMA. Mama sendiri tahu pasti tahun berapa aku dan Mas Dika menikah, kami menikah pada tahun 2021. Jadi, bagaimana mungkin rumah ini di beli setelah kami menikah, Ma? Mama lupa apa pekerjaan Mas Dika sebelum menikah denganku, dia cuma pegawai kantor biasa. Mana mungkin dia mampu beli rumah ini. Maaf Ma, aku bukan bermaksud merendahkan anak Mama tapi aku bicara fakta."

Mama Dian syok mendengar penjelasan Kaila. Semuanya masuk akal, tidak mungkin juga Kaila membohonginya.

"Ja-jadi rumah ini bukan punya Dika?" Ucap Mama Diana terbata-bata.

"Iya, ini rumah orang tuaku!"

BRUG!!!

Mama Diana terduduk ke lantai. Syok membuat Kakinya tidak mampu berdiri tegak menopang tubuhnya yang gempal. Wanita paruh baya itu kini benar-benar syok dengan kenyataan yang ada. Matanya menatap fokus pada lantai, tangannya masih memegang erat sertifikat. Kaila yang melihat itu hanya tersenyum ia sama sekali tak berniat untuk membantu menenangkan sang Mama mertua. Biarlah sesekali Mama Diana kena batu akibat kesombongannya.

Bersambung~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status