Share

Bab 6. Mengungkap yang sebenarnya

Sementara itu, di dalam kamar Luna tengah asyik menonton film drakor kesukaannya. Sayup-sayup berdebatan merasuki telinganya, namun perempuan hamil tersebut memilih tak menggubris dan melanjutkan tontonannya. Akan tetapi, Lama kelamaan suara gaduh Kaila dan juga Mama Diana semakin keras sehingga mengganggu konsentrasinya. Karena merasa penasaran Luna memutuskan keluar dari kamarnya untuk memeriksa apa yang sedang terjadi.

"Siapa sih itu? Kenapa berisik banget! Mereka nggak tau kalau Nyonya lagi nonton drakor?" Gumam Luna sembari berjalan keluar kamar.

Luna menyeringai licik saat tahu Mama mertua dan madunya itu sedang bertengkar. Melihat sang Mama tertuduk di lantai, Luna pun gegas menghampirinya. Perempuan hamil itu berpura-pura histeris melihat sang mertua yang terduduk di lantai sedangkan sang menantu satu lagi duduk di atas sofa dengan santainya.

"Mama!!!" Teriaknya pura-pura terkejut.

Luna memegang kedua bahu sang Mama mertuanya itu untuk membantu berdiri lalu dia menduduk kan Mama Diana di sofa. Setelah Mama Diana duduk Luna juga ikut duduk dan langsung nenatap tajam ke arah Kaila lalu kemudian beralih menatap sang mertua yang masih terlihat syok.

"Mama kenapa? Apa yang sudah dia lakuin sama mama? Kenapa Mama terduduk di lantai dan syok begini, Ma?" Tanya Luna sembari meraih tangan Mama Diana. Sebenarnya ia tak perduli pada mertuanya itu, mau mertuanya itu terduduk, pingsan, stroke bahkan mati sekali pun Luna tidak perduli. Hanya saja demi mendapat pengakuan sebagai menantu yang baik hati, lemah lembut dan penyayang Luna harus melakukan itu untuk menjaga imagenya yang baik di mata orang-orang. "Jawab, Ma! Jangan diam aja, apa yang sudah perempuan itu lakuin sama Mama?"

Mama Diana tetap diam. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya, jangankan untuk menjawab pertanyaan Luna, dirinya sendiri saja masih linglung dan syok akibat kebenaran yang baru saja dia ketahui itu. Sejujurnya, Mama Diana merasa malu selama ini dia selalu berkoar-koar dan mengelu-elukan rumah mewah yang di tinggali oleh Andika dan istrinya itu adalah milik sang putra hasil kerja kerasnya selama ini. Bahkan, warga satu komplek pun sudah ia beritahu bahwa rumah tersebut milik putranya tentu saja bagi warga yang sudah lama tinggal disana tidak percaya dan mengatai Mama Diana cuma mengaku-ngaku agar terlihat kaya dan berlagak. Mereka mengatakan bahwa rumah tersebut sudah ada sebelum Andika menikah dengan Kaila. Sepengetahuan mereka rumah tersebut kepunyaan mendiang orang tua Kaila. Tentu saja Mama Diana tidak percaya sama sekali. Enak saja! Anaknya yang kerja pontang panting malah ada yang mengaku-ngaku. Pikirnya! Akan tetapi, kini setelah dirinya mengetahui bahwa apa yang di katakan oleh warga komplek tersebut memang benar adanya, rumah yang selama ini dia banggakan ternyata bukan milik sang anak. Betapa malunya mama Diana. Jadi, selama ini dirinyalah yang mengaku-ngaku kesana kemari untuk mendapat validasi.

"Ma?" Panggil Luna membuyarkan lamunan sang mertua.

Hening. Tidak ada jawaban.

"Apa yang sudah kamu lakukan sama Mama? Kenapa Mama begitu syok? Dan kenapa juga tadi mama duduk di lantai? Kamu apakan dia, Kai? Kamu jangan kurang ajar ya sama orang tua! kualat baru tahu rasa!" Teriak Luna pada Kaila.

Kaila pun melakukan hal yang sama memilih diam sambil memainkan kuku-kuku tangannya. ia tak perlu menjelaskan pada perempuan yang baru menjadi madunya itu penyebab Mama Diana mengalami syok berat. Biarlah nanti Mama Diana sendiri yang bercerita atau Luna sendiri yang mencari tahu.

"Bener-bener nggak punya mulut ya kamu! Dari tadi pagi ditanya bukannya jawab malah diam aja!" Bentak Luna kesal karena tidak ada yang menjawab pertanyaannya. "Mudah-mudahan aja itu mulut di ambil sama yang maha kuasa, biar kapok!"

"Doa yang sama ya allah, mudah-mudahan pelakor ini segera engkau jemput dari muka bumi!" Balas Kaila menohok.

"Kamu ngedoain aku cepat mati, hah?" Luna melotot tidak terima.

"Kenapa? Nggak terima? Makanya tu mulut di jaga asal jangan ceplos!" Balas Kaila.

"Terserah aku dong! Ini akan mulut aku, jadi aku bebas mau ngomong apa. Kenapa jadi ngatur?" Sinis Luna.

"Sama. Ini juga mulutku terserah aku dong mau ngomong gimana, kenapa kamu yang nggak terima!" Balas Kaila lagi.

"Kamu,..."

"Apa? Mau ngomong apa lagi?" Sergah Kaila sebelum Luna menyelesaikan kata-katanya.

"Awas aja kamu! Aku bakal aduin sama Mas Dika semuanya. Aku bakal bilang kalau kamu sudah jahat sama Mama, sampai-sampai mama terduduk di lantai dan syok begitu. Lihat aja kamu nanti!" Ancam Luna sambil tersenyum licik.

"Aduin aja, aku nggak takut!"

"Dasar perempuan sinting sudah bersikap kurang ajar sama orang tua bukannya merasa bersalah dan minta maaf malah biasa-biasa aja. Begini nih, kalau nggak punya pendidikan jadi nggak tahu sopan santun dan etika yang baik."

"Hahaha!!!" Kaila tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Luna tersebut. "Siapa yang kamu bilang nggak punya pendidikan? Aku?" Tanya Kaila sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iyalah kamu! Kenapa? mau ngeles? Tuh, buktinya Mama sampai begitu di apain sama kamu coba?" Tunjuk Luna pada sang mertua yang masih bergeming.

Kaila berdiri dari duduknya dan berjalan beberapa langkah menuju perempuan hamil tersebut. Kaila berdiri tepat di hadapan Luna, di tatapnya wajah adik madunya itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

"Kamu tahu apa tentang aku? Kamu itu orang asing yang baru masuk beberapa hari kesini. Jadi, stop bertingkah seperti kamu tahu segalanya!" Kaila menyilangkan kedua tanganya ke dada. "Pendidikan, sopan santun, etika yang baik. Kamu sama sekali tidak pantas mengatakan itu padaku, Lun! Kamu seharusnya ngaca, apa di diri kamu sudah ada itu semua?"

"Kamu yang seharusnya stop menyebutku orang asing. Aku ini istri Mas Dika, kita ini sama! "Luna beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mengitari sofa. "Tentu saja aku punya semua itu. Pendidikan yang bagus, aku juga sopan terhadap orang tua, dan aku juga memiliku etika yang bagus. Buktinya semua orang menyukaiku, tidak ada yang membenciku."

"Woow!!! Lalu kenapa orang yang baik budi pekertinya seperti kamu memilih menjadi pelakor? Bahkan, sampai hamil?" Cibir Kaila.

"Aku bukan pelakor! Aku mencintai Mas Dika begitu juga sebaliknya. kami saling mencintai, Ku rasa tidak ada yang salah dengan semua itu," balas Luna.

"oh ya? Kamu mencintai Mas Dika? Oke, Fine! Aku mau lihat seberapa tulus cinta kamu itu." Ucap Kaila lagi sambil tersenyum, ia memikirkan bagaimana reaksi Luna jika tahu bahwa suami yang dia cintai itu hanyalah seorang laki-laki biasa bukan orang kaya seperti ekpetasinya. Kaila yakin, Luna hanyalah mengincar harta Andika bukan karena mencintainya. Lihat saja nanti!

*

Jam menunjukan pukul enam sore. Setelah berdebat panjang dengan Mertua dan juga istri baru dari suaminya itu, Kaila mengurung diri di dalam kamar. Melihat mereka saja rasanya sudah kesal apalagi sampai Bertatap muka membuat kesabaran Luna di ambang batas. Keduanya masih saja betah mengobrol, kini mereka pun sudah berpindah keruang tamu sambil tertawa cekikikan. Setelah sadar dan syoknya hilang Mama Diana kini kembali ceria lagi, Luna benar-benar bisa mengubah suasa hatinya. Sementara Kaila terpaksa harus membatalkan niatnya untuk pergi berolahraga, semangat yang tadi berkobar-kobar kini redup di tutupi rasa kesal dan jengkel. Berdebat dengan perempuan-perempuan hura-hara tersebut menguras banyak energi dan staminanya.

"Assalamualikum! Kaila, Luna! Mas pulang," ucap Andika memanggil kedua istrinya saat memasuki rumah.

Mendengar suara Sang suami, Luna segera beranjak dari duduknya dan berlari menghampiri Andika lalu memeluknya dengan erat. Tak lupa, ia mencium pipi sang suami sambil tersenyum manja.

"Sudah pulang ya, Mas?" Ucap Luna basa-basi. "Kamu pasti capek, aku siapin air hangat untuk kamu mandi ya, Mas."

"Nggak usah sayang, kamu kan lagi hamil. Mas sudah bilang jangan melakukan pekerjaan yang berat. Ingat! Ada anak kita di perut kamu," ujar Andika sambil mencubit gemas hidung Luna. "Nanti Mas, siapin sendiri aja." Imbuhnya lagi. Andika menghempaskan bokongnya di sofa, begitu juga dengan Luna yang duduk di sampingnya.

"Mas,.. sakit tahu!" Luna merengek manja.

"Maaf sayang, habisnya kamu gemesin. Oh iya, Kaila mana? Kok nggak kelihatan? Kalian nggak berantem, kan?"

Seketika wajah Luna cemberut, ia tak suka sang suami menanyakan keberadan madunya. Luna ingin perhatian, kasih sayang Andika hanya tertuju pada dirinya seorang tanpa ada bayang-bayang Kaila.

"Ada tuh di kamarnya. Mas, kamu harus tahu, tadi itu Kaila ngedorong Mama sampai jatuh terduduk, belum lagi mereka juga bertengkar sampai Mama Syok berat. Setelah itu dia nggak berani keluar kamar lagi!" Ucap Luna penuh kebohongan. "Jahat banget istri kamu itu! Kasihan, Mama."

"Apa? Kaila ngedorong Mama sampai jatuh?" Andika membulatkan matanya tak percaya. "Sekarang Mama ada di mana? Kamu nggak bercanda, kan?"

"Kamu nggak percaya sama aku, Mas? Memangnya aku kelihatan bercanda?"kata Luna pura-pura bersedih. "Sekarang Mama ada di dalam, Mama masih syok."

Andika pun langsung masuk kedalam rumah, ia menemui sang Ibu yang sedang duduk di sofa ruang kelurga.

"Mama?" Panggil Andika. "Mama nggak kenapa-kenapa, kan? Ada yang sakit nggak, Ma? Mama sama Kaila berantem kenapa? Kok, tiba-tiba Kaila sampai tega ngedorong Mama?" Cecar Andika.

Mama Arum mengkerutkan dahinya sejenak. Beberapa detik kemudian, dia baru mengerti bahwa Luna sedang bersiasat untuk mengadu domba antara Kaila dan Andika.

"Dasar perempuan licik kamu, Lun!" Ucapnya dalam hati sambil tersenyum samar.

bersambung~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status