Saat sampai di pos polisi, keduanya masih saja terus adu mulut. Arman yang tak terima istrinya dipukul jelas saja murka."Sudah ... cukup! Kalian berdua kalau masih ribut, kami akan masukkan ke dalam sel!" bentak Pak Yoyok, anggota kepolisian yang kebetulan saat itu menangani mereka.Mendengar bentakan dari Pak Yoyok, Arman dan Sandi mendadak diam. Dalam hati, Arman berulang kali beristigfar untuk mengontrol emosinya. Sedangkan Sandi, memilih memalingkan mukanya ke sisi yang lain."Sekarang jelaskan satu per satu permasalahan kalian," pinta Pak Yoyok dengan nada yang sudah tidak tinggi lagi.Mulailah Arman menjelaskan kronologinya. Sesekali Sandi menimpali Arman. Tapi dengan cepat Pak Yoyok menghentikannya."Sekarang giliran kamu. Coba jelaskan bagaimana awal mulanya?" pinta Pak Yoyok pada Sandi.Sandi menjelaskan dengan menggebu-gebu pokok permasalannya hingga sampai dia menampar Putri di depan suaminya. Pak Yoyok hanya menggelengkan kepalanya karena tak habis pikir dengan kelakuan S
Semenjak kejadian itu, Arman dan Putri jadi semakin dekat. Mereka pun berusaha untuk saling mengenal satu sama lain. Mungkin dengan berjalannya waktu, cinta akan tumbuh diantara mereka."Mas ... Putri siapkan bekal untuk makan siang, ya," seru Putri yang saat itu tengah memasak. "Ya ..." jawab Arman dengan suara yang sedikit kencang karena dia masih ada di kamar. Rumah kontrakan mereka memang rumah kecil, jadi suara dari dapur pun masih bisa di dengar di kamar. Begitupun sebaliknya.Putri semakin hari semakin nyaman dengan Arman. Begitupun sebaliknya. Walaupun mereka masih tidur sendiri-sendiri, tapi sekarang Putri tak ragu-ragu lagi untuk mengakui Arman sebagai suaminya.Arman sudah berangkat bekerja. Sekarang Putri beristirahat sebentar dan setelahnya mau mencuci baju. Baru saja Putri berbaring, suara ponselnya meraung-raung meminta untuk diangkat."Abah?" lirih Putri. Segera Putri mengangkatnya dan menyapa Haji Topan."Halo! Waalaikumsalam, Bah! Kenapa, Bah?" tanya Putri."Suamim
Jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi, Arman tak kunjung pulang atau menghubungi Putri. Berkali-kali Putri melihat keluar jendela, berharap kalau suaminya itu pulang.Saat ini Putri sadar, kalau dia sudah terjerat cinta Arman. Disadari atau tidak, Putri memang saat ini tengah merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Khawatir jika Arman kenapa-napa di jalan. "Mas ... kenapa kamu gak memberi kabar lagi, sih? Apa Mas gak tahu kalau Putri khawatir sekali?" gumam Putri yang tengah mondar-mandir di depan pintu utama.Tiba-tiba ... pintu rumah digedor seseorang dengan sangat kencang. Tentu saja itu membuat Putri ketakutan. Putri lari dan bersembunyi di dalam kamar. Gedoran pintu itu masih saja terdengar. Bahkan lebih kencang dari yang sebelumnya."Mas Arman ... Putri takut! Hu ... hu ... hu!" rintih Putri dalam kamar. Dia duduk dan memeluk kakinya di atas kasur."Jangan tinggalin Putri, Mas! Putri takut, Mas!" suara Putri makin parau karena memang benar-benar ketakutan.Saat Put
“Arini! Arini! Dimana kamu?” teriak Ibu Ida dari arah ruang makan. Bergegas Arini menghampiri Bu Ida, mertuanya.“I-ya, Bu. Ada apa, Bu?” tanya Arini. Dia melihat ibu mertuanya sudah berkacak pinggang dengan muka merah padam menahan amarah.“Ada apa kamu bilang? Lihat! Sudah jam berapa ini? Enak-enakan kamu, ya, masih malas-malasan di kamar!” bentak Ibu Mertua sembari menunjuk ke arah jam dinding.Ya ... Arini tinggal dengan suami bersama ibu mertua dan adik ipar perempuannya. Suaminya, Arman bekerja sebagai manajer di sebuah hotel. Sebenarnya setelah menikah, Arini mengajak Arman untuk tinggal terpisah dengan Ibu Mertua. Tetapi, suaminya tidak tega meninggalkan ibu dan adiknya sendirian.Arman tidak tahu perlakuan ibu dan adiknya ke istrinya seperti apa, karena Arini menyembunyikan semua itu. Arini berpikir tidak mau menambah beban suaminya yang sudah lelah bekerja seharian.Arman itu tiga bersaudara. Masih ada lagi anak perempuan Bu Ida, kakaknya Arman, Salma namanya. Salma ikut tin
Tok!Tok!Tok!“Assalammu’alaikum, Bu Ida!” Terdengar suara perempuan mengetuk pintu dan mengucap salam.“Waalaikumsalam!” balas Bu Ida sedikit berteriak.“Arini! Buka pintu sana!” perintah Bu Ida pada Arini. Arini hanya menganggukkan kepala dan segera membukakan pintu.Terlihat seorang ibu yang seumuran dengan Bu Ida tengah berdiri dengan tangan memegang kipas. Dari penampilannya, Arini menebak kalau ibu itu teman sosialita ibu mertuanya. Ditangannya banyak sekali perhiasan yang menempel. Tak lupa pula sebuah kalung besar ada dilehernya.“Bu Ida ada?” tanya ibu itu. Gayanya seperti orang yang baru kaya dan terkesan sombong.“Ada, Bu! Mari silahkan masuk, Bu!” jawab Arini ramah. Setelah mempersilahkan duduk, Arini masuk ke dalam dan memanggil mertuanya.“Bu ... ada tamu. Sepertinya teman Ibu,” tebak Arini. Bu Ida terlihat mengernyitkan dahi. Karena merasa tidak ada janjian dengan siapapun.“Siapa?” balas Bu Ida ketus.“Arini belum sempat tanya namanya, Bu,” jawab Arini.“Kamu ini gima
“Mas ... Arini besok jadi pulang kampung, ya?” ucap Arini saat mereka sudah di kamar. Setelah pulang bekerja, Arman memang langsung mandi dan makan malam. Kebetulan kali ini dia pulang agak terlambat dari biasanya karena ada meeting dadakan. Tak ada obrolan yang serius antara Arman dan Bu Ida saat di meja makan. Setelahnya, Arman masuk ke kamar dan diikuti oleh Arini. Arman merasa sangat lelah saat itu.“Sudah bilang sama Ibu, kan, Sayang?” tanya Arman.“Sudah, Mas! Kata Ibu boleh tapi gak boleh lama-lama,” jawab Arini. Setelah beres, Arini naik ke ranjang dan tidur disebelah suaminya itu. Arman memang sosok suami yang lemah lembut dan penyayang menurut Arini. Arini merasa beruntung dipertemukan dengan suaminya itu. Selain itu, Arman juga anak laki-laki yang taat pada ibunya. Arman berharap bisa adil memperlakukan Ibu dan istrinya, sehingga tidak akan ada yang cemburu satu sama lain karena merasa diabaikan. “Ya sudah, besok Mas anter ke stasiun, ya, Dek.” Arman memeluk Arini malam
"Ini dia anakku, Jenk! Sarah!" ucap Bu Wati saat mereka sudah duduk kembali."Cantik dan modis sekali penampilannya, berkelas!" puji Bu Ida pada Sarah. Yang dipuji hanya tersenyum."Arman! Kenalkan ini anak teman Ibu, Sarah namanya." Bu Ida memperkenalkan Sarah pada Arman.Tanpa mereka tahu, kalau Arman dan Sarah sebenarnya sudah saling kenal dan bahkan sangat kenal. Dua tahun lalu, saat Arman melamar Sarah untuk dijadikan istri, Sarah menolaknya. Alasan Sarah saat itu masih ingin mengejar karirnya dan ingin mewujudkan impiannya mempunyai restoran mewah. Padahal umur Arman dan Sarah bisa dibilang cukup untuk menikah, yaitu dua puluh sembilan tahun.Ya ... Arman dan Sarah pernah menjalin hubungan kurang lebih lima tahun lamanya. Bukan waktu yang singkat untuk menjalin hubungan. Dan saat hubungan itu ingin diteruskan ke jenjang yang lebih serius, ternyata ada salah satu pihak yang belum siap.Sakit hati! Itulah yang Arman rasakan saat itu. Waktu itu Arman sudah bekerja di hotel tapi pos
Belum juga sehari ditinggal Arini pergi, Arman sudah mengirim pesan rindu pada Arini. Ini membuat Arini semakin cinta pada suaminya itu. Tak terasa sudah delapan jam Arini berada di kereta, sebentar lagi sudah sampai di Kabupaten dimana dia dibesarkan.Saat Arini keluar stasiun, banyak sekali abang-abang ojek pengkolan yang menghampirinya. Buat apa lagi kalau bukan untuk menawarkan jasa mereka. Hingga akhirnya, Arini memutuskan menggunakan salah satu dari Abang ojek itu.Perjalanan dari stasiun ke kampungnya bisa dibilang cukup jauh, yaitu sekitar satu jam lebih. Biarpun jam menunjukkan pukul dua siang, suasana pedesaan yang masih asri membuat perjalanan mereka tidaklah tersengat matahari."Bang, mampir ke pemakaman umum di sebelah sana, ya?" kata Arini pada Abang ojek. Abang ojek itu pun melihat ke arah yang Arini tunjuk."Oh ... iya, Mbak. Siap!" balas Abang ojek. Motor yang Arini tumpangi pun berbelok ke arah pemakaman."Tunggu sebentar, ya, Bang! Nanti uangnya saya lebihin," ucap