“Apa maksudmu, Kinan? Kenapa kamu bisa bicara seperti itu tentang papa?” Sandy bertanya dengan tidak sabar sambil berusaha untuk tetap tersenyum. Kinan menarik napas dalam sebelum menjawab Papanya. “Joseph selalu mengatakan itu padaku, Pa. Itu juga alasannya menjauh dariku! Apa salahku, Pa? Bisakah kalian memberikanku kesempatan untuk berdua dengan Joseph? Kinan menyukainya, Pa!” akunya dengan jujur. Sandy pun langsung bangkit dari duduknya.Napasnya terlihat naik turun karena menahan emosi. Kedua tangannya mengepal erat. ‘Sialan! Apa saja yang sudah mereka katakan? Pasti para cecunguk itu sudah menghasut putriku!’“Tidak bisa, Kinan! Papa minta kamu untuk menjauhi pria itu! Dan keputusan ini tidak bisa diganggu gugat. Kamu paham?!” ungkapnya langsung. Kinan mendongak menatap Papanya lekat, “Tapi kenapa, Pa? Apa karena asal-usulnya? Bukankah dia juga pria yang baik!” sanggahnya tidak kehabisan akal. “Cukup, Kinan! Berhenti membicarakan hal ini, kalau tidak papa akan mencabut sem
‘Ada apa ini?’Adrian pun beralih menatap Joseph dan pria itu bergantian. Joseph awalnya juga terkejut tapi sedetik kemudian ia pun kembali memasang wajah datarnya seperti biasa dan tidak terpengaruh sama sekali. “Paman Sandy? Ada apa datang kemari tiba-tiba? Kenapa tidak memberitahu Adrian? Mari duduk dulu, Paman!” ucap Adrian panik sambil berjalan mendekati Pamannya yang masih berdiri di depan pintu. “Tidak usah, Adrian! Kalian tidak usah sok bersikap manis padaku! “ ujarnya dengan ketus dan wajah yang masam. Adrian tentu saja heran dengan sikap Pamannya yang tidak seperti biasanya, tidak ramah sama sekali. “Kau, Joseph! Berani sekali kau membuat putriku menangis! Apa kau sudah bosan hidup?!” teriaknya lantang sambil menunjuk Asisten keponakannya itu. “Maaf, Tuan. Aku tidak bermaksud menyakiti Nona Kinan. Ini hanya salah paham,” jelasnya dengan santai berusaha bersikap biasa saja. ‘Apa yang sebenarnya s
Adrian sampai kembali bangkit dari tempat duduknya. “Apa itu, Jo? Kenapa kau tidak memberitahuku dari awal? Cepat katakan padaku!” pintanya tidak sabar. Joseph pun tersenyum miring. “Tenang saja, Tuan. Aku menyimpannya di apartemenku. Sebenarnya aku ingin memberikan itu pada polisi, tapi sepertinya percuma saja karena itu adalah sebuah senjata api rakitan,” ungkapnya yakin. “Apa? Bagaimana bisa, Jo?”“Saat aku berkelahi dengan mereka, aku berhasil mengalahkan salah satu preman itu dan mengambil dari tangannya. Aku tidak bisa melacak jejak dari senjata itu, Tuan. Setelah sibuk mencari Tuan dan mengurus perusahaan, aku melupakan hal itu. Maafkan aku! Aku menunggu perintah Tuan saja,” ucapnya merasa bersalah. Adrian pun berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Kepalanya sibuk berpikir sekarang. Ia harus bisa mengambil keputusan cepat dalam situasi ini. “Serahkan saja pada polisi, Jo. Bayar lebih supaya cepat dapat hasilnya! Mereka pasti bisa melacak asal dan pemilik senjata itu. Ak
Joseph pun melihat beberapa deretan mobil mewah yang ada di gambar itu.Lalu nama sebuah perusahaan showroom mobil juga ada di iklan, terletak di baris paling bawah.“Siapa mereka? Kenapa mereka bisa memiliki konsep iklan yang sama? Bahkan kami belum selesai membuat iklan ini, tapi kenapa sudah ada di internet dan atas nama perusahaan lain?” gumam pemuda itu tidak mengerti. Namun bukan Joseph namanya kalau dia tidak bisa berpikir cepat dan tenang dalam keadaan penting sekalipun. “Aku harus segera memberitahukan hal ini pada Tuan!” putusnya yakin. Setelah itu dia pun bangkit dan beralih menuju ke ruangan Tuannya.“Tuan, aku punya berita penting!” teriak Joseph langsung setelah masuk. “Ada apa ini, Jo? Kenapa wajahmu tegang begitu?” tentu saja pria itu bingung melihat Asistennya panik. “Begini, Tuan. Aku melihat ada sebuah iklan yang beredar di internet dan setelah aku lihat lagi isinya sama persis seperti apa yang ingin kita buat, Tuan!” jelasnya singkat. “Apa maksudmu, Jo? Apa a
Clara sampai bangkit dari tempat duduknya karena kaget sekaligus bingung. "Apa-apaan ini? Kenapa ada berita tentang perusahaan Adrian? Siapa wanita itu ... jangan-jangan!"Dia menggelengkan kepalanya dengan kuat.Rasanya tidak mungkin dan berharap kalau ini hanya fitnah dan orang yang mereka maksud bukan suaminya yaitu Adrian. Di perusahaan Baron... Pria paruh baya itu menatap gedung di depannya dengan wajah yang tidak ramah sama sekali. Namun orang-orang tidak akan bisa melihat karena saat ini dia sedang memakai masker.Hanya sorot matanya saja yang menandakan kalau ia tidak suka datang kemari.Lalu pintu ruangan Baron pun diketuk.“Masuk!” jawabnya dari dalam.Dan Asistennya pun masuk sambil menundukkan kepala hormat.“Maaf, Pak. Di luar ada seseorang yang ingin bertemu dengan, Bapak!”“Siapa?” tanya Baron heran.Sedangkan dia sama sekali tidak ada janji temu dengan klien hari ini. “Saya tidak tahu, Pak. Dia bilang ini penting karena menyangkut soal keluarga Bapak,” jelas gadis
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.
Adrian sedang memangkas tanaman pucuk merah di halaman belakang kediaman Keluarga Baron, ketika ibu mertuanya memanggilnya dengan suara nyaring. "Adrian!!! Dimana kamu?!"Adrian pun menoleh ke arah sumber suara itu lalu menghentikan aktivitasnya. Dia meletakkan alat penyemprot dengan kapasitas delapan liter itu ke tanah."Iya, Ma. Adrian di sini!" jawab pemuda berusia dua puluh tujuh tahun itu setengah berteriak agar wanita bernama Cindy itu mendengar suaranya."Dari tadi apa kerjaan kamu, hah! Itu kenapa bunga-bungaku belum disiram?!" ucapnya ketus setelah mendekat."Maaf, Ma. Tadi Adrian sedang memberi pupuk, sebentar lagi selesai dan Adrian akan menyiram bunga yang di depan," jawabnya tetap sopan dan tersenyum.Cindy memanyunkan bibirnya mendengar itu."Alah! Alasan saja kamu! Memang kerjamu itu selalu tidak becus!" cibirnya dengan bibir maju."Maaf, Ma."Hanya kalimat itu yang mampu dia katakan. Adrian harus banyak bersabar menghadapi Cindy yang selalu cerewet dan kurang puas den
"Bagaimana kamu bisa ada di sini Joseph? Apa karena showroom kecil ini?" tanya Adrian sedikit berbisik, sambil mengamati papa mertuanya yang masih sibuk di bagian administrasi. Dia tidak ingin ada yang mendengar pembicaraan mereka."Benar sekali, Tuan. Saya sudah lama mencari dan akhirnya keputusan saya untuk datang ke kota ini sudah tepat!"Joseph memang berniat untuk membeli tempat ini untuk memperluas jangkauan perusahaan mereka.Adrian melihat sekeliling, sepertinya tidak aman kalau mereka berbicara di depan banyak orang."Ayo, kita cari tempat yang aman! Aku tidak ingin ada yang curiga!" titahnya sambil melangkah keluar menuju samping gedung.Joseph pun mengangguk dan mengikuti permintaan Tuannya meskipun dia belum mengerti."Sudah berapa lama Tuan berada di sini?" Joseph sudah tidak sabar untuk bertanya."Aku baru saja dua tahun di kota ini. Setelah aku berpindah-pindah tempat. Disini tempat yang aman. Tidak ada yang mengenaliku!" Adrian mulai bisa bicara serius."Pulanglah, Tua