Rini mendekati Kumi yang berjalan-jalan tertatih-tatih ke kamar mandi. Dia memandang Kumi dengan sinis. “Jadi perempuan kok banyak ngomong, gimana suaminya mau senang?” cibirnya lagi.
Kumi tak menanggapi perkataan mama mertuanya. Dia menunduk menekuri dinginnya lantai ubin.
Rini terus menatap Kumi dengan bengis. “Ingat! Kamu tidak bisa bertingkah seenak perutmu. Kamu tinggal di rumah mertua dan harus mematuhi peraturan di sini! Kamu tidak boleh menolak melakukan apapun yang kami mau!”
“Baik Ma!”
“Besok siang kami mau mengundang teman-teman sekitar 20 orang. Menunya sudah mama buat dan mama tempel di kulkas. Tugasmu hanya memasak dan membuat tamu terkesan,” kata Rini sebelum pergi ke kamarnya.
Setelah memastikan mama mertuanya naik ke kamarnya. Kumi melihat menu untuk acara besok siang.
Mata Kumi hendak melompat keluar. Mereka akan melakukan barbeque. Ia melihat ke arah jam dinding, masih jam 2 pagi. Otaknya berpikir cepat dan dengan langkah tergesa dia pergi ke dapur belakang memeriksa belanjaan mertuanya yang dibawa Pak Roni sopir Mama.
Ada dua boks yang berisi ikan dan aneka seafood. Malam itu juga dengan mata terkantuk-kantuk Kumi membersihkan ikan dan seafood di temani suara jangkrik dan angin malam.
Diam-diam Kumi menangisi nasibnya. “Ibu, Kumi ingin pulang,” rintihnya lirih mengusap tangannya yang mengeriput dan perih tertusuk sirip ikan.
***
“Jeng Nita, lihat pembantunya Jeng Rini, rajin banget ya. Ini gaya penatannya sudah kelas hotel. Kok bisa ya Jeng Rini dapetin dia. Iri aku! Soalnya si Sri, pembantuku itu duh kerjanya malas bukan main. Sukanya main hape melulu.”
Nita terpukau saat melihat Kumi menata bunga - bunga yang diletakkan di dalam vas kaca untuk mempercantik meja buffet yang telah terisi dengan aneka hidangan mulai dari appetizer sampai dessert.
“Iya, Jeng Mia sama, aku juga iri.”
Dia lalu mencolek lengan Kumi. “Mba, nanti kalau kamu gak betah kerja, pindah ke rumah saya saja ya. Soalnya Jeng Rini itu orangnya cerewet, mana judes lagi. Pembantunya yang terakhir bertahan 7 hari. Sssttt… jangan bilang-bilang Jeng Rini lho.”
“Iya Bu… “ jawab Kumi sambil menyalakan api.
“Oh ya Jeng Nita, tadi malam aku ketemu dengan Arka dan seorang perempuan di Mal GI, Mereka muesraaaaaa buangettt. Sepertinya mereka pacaran.”
“Itu Rhea Jeng, pacarnya Arka, dia salah satu model terkenal. Jeng Rini pernah menceritakannya kepadaku.”
Tubuh Kumi membeku, dia menekan rasa sakit hatinya. Oh, jadi Arka punya pacar di luar. Ia mengerti kini, kenapa dia sering bilang ke luar kota.
“Kumi, ayo cepat bawa jajanan pasar kemari,” perintah Rini. Ia tersenyum menyapa Nita dan Mia.
“Baik Ma, eh maaf Nyonya,” kata Kumi buru-buru meralat.
Rini langsung tertawa yang terdengar sangat palsu di telinga Kumi. “Hahahaha pembantu zaman sekarang memang kayak begitu ya Jeng! Banyak tingkahnya. Saya sering gemes melihat sikap mereka.”
DEG
Sekuat tenaga Kumi berusaha menopang tubuhnya supaya tidak jatuh. Hatinya seperti di iris silet berkali-kali.
Mengetahui kenyataan yang diperlihatkan keluarga Arka membuat hati Kumi semakin berdarah meski ia telah menyadari kehadirannya di sana hanya untuk dimanfaatkan. Arka dan keluarganya tidak pernah memperlakukan dia sebagai istri dan menantu sebagai mana mestinya.
Bagi mereka Kumi adalah pembantu dan budak seks.
Kumi menggigit bibirnya hingga berdarah. Ditekannya semua emosi yang mau membludak keluar. Di sini dia sendirian, tak punya kekuatan. Dia berjalan tergesa-gesa menjauh dari mertuanya.
“Kejam sekali dirimu Ma, mengatakan menantumu sebagai pembantu di depan teman-temanmu,” desis Kumi dengan rahang terkatup. Kedua tangannya mengepal. Air matanya perlahan tumpah.
Seorang gadis kecil memperhatikan dia dan menarik daster Kumi. “Kakak kenapa menangis?” tanyanya polos, Dia mengikuti Kumi ke dapur.
“Mata Kakak perih karena asap,” jawab Kumi dengan senyum terpaksa. “Kamu makan pudding?”
Gadis kecil berambut ikal itu menggeleng. Dia membuka tas kecilnya dan memberikan sebatang coklat Cadbury kepada Kumi. “Celine membawa coklat diam-diam. Jangan bilang-bilang Mommy ya Kak.”
Hati Kumi terhibur. “Makasih adik cantik. Apa kamu mau membantu Kakak membawa jajanan pasar?”
“He-eh.”
Kumi bersikap biasa-biasa saja saat berhadapan dengan mertuanya. Dia diam dan menunggu perintah.
Sore hari, Kumi mendapat kejutan dari Arka. Lelaki itu datang ke kamarnya saat dirinya selesai sholat Ashar. Tiba-tiba dia berlaku baik setelah 4 bulan menikah. “Aku ingin mengajakmu makan malam bertemu dengan bosku. Cepat berdandanlah dan pakai baju terbaikmu.”
“Baik Mas,” kata Kumi datar. “Tapi tolong bilang pada Mama, aku tidak bisa menyiapkan makan malam.”
Arka mengangguk. Dia pergi menemui mamanya sambil bersiul gembira.
Kumi memilih baju warna hitam dengan detail yang menyembunyikan perutnya yang mulai membesar. Kemudian dia menyapukan riasan tipis di wajahnya.
Arka masuk dan terkejut melihat penampilan Kumi yang jauh dari ekspektasinya. “Kenapa memakai baju itu. Aku menginginkanmu memakai baju seksi Kumi! Pakaian seksi yang bisa memikat laki-laki. Supaya Pak Sakha mau mempromosikan aku sebagai CEO di perusahaannya.”
Mata Kumi mendelik. “WHATTTTT!!” Apakah Mas Arka mau menjualku? Tanya Kumi dalam hati.
Pria itu melihat jam di lengannya. Wajahnya tampak gusar. “Ah sudahlah, kita hampir telat. Bersikaplah ramah dan ikuti perintahnya nanti. Awas kalau aksimu gagal! Aku tega meminta Mama agar kamu tidur di pondok belakang!”
Sepanjang perjalanan Kumi memilih diam. Arka beberapa kali menerima panggilan telepon.“Apa? Pak Sakha sudah sampai? Oke – oke 5 menit lagi aku sudah sampai.”Lelaki itu terlihat gugup. “Ini semua gara-gara kamu! Dasar perempuan tak berguna!” gerutu Arka dengan rahang mengeras.Kumi menyembunyikan rasa gugupnya saat Arka berhenti di depan Lobby Hotel Cantika. Seorang petugas valet datang dan membawa mobil Arka ke tempat parkir.Arka berjalan cepat, dan Kumi mengikutinya dengan langkah tergesa. Di depan lounge hotel, mereka bertemu dengan seorang gadis cantik, tinggi semampai. Penampilannya sangat sempurna, membuat Kumi minder melihatnya.“Rhea, mana Pak Shaka?” Mata Arka celingak-celinguk di lounge hotel.“Katanya sih menemui temannya, sebentar lagi datang.” Rhea melihat Kumi dari atas ke bawah. Senyumnya mencibir. “Ndeso banget, pantesan Arka gak betah sama kamu.”Kumi
Shaka memberinya catatan. Kumi membacanya dengan tak mengerti. “Seminggu?” “Maaf Ma, Kumi tidak bisa. Mas Arka menyuruh Kumi menemani bosnya selama seminggu.” “Apa!! Tidak bisa kamu harus pulang!” Perempuan itu berteriak kebingungan di seberang. KLIK. Kumi mematikan ponselnya. Hati Kumi puas. Shaka duduk di sebelah Kumi. “Aku semalam telah meminta ijin pada Arka. Aku beritahu dia aku puas dengan servis kamu dan memintamu menginap selama seminggu. Aku pikir kamu bisa beristirahat di sini, sekalian memeriksa kehamilanmu. Sorry dari semalam aku khawatir kamu belum memeriksakan kehamilanmu ke dokter.”
Kumi menoleh dan mulutnya terkunci saat melihat Ibu dan Ayahnya berdiri di depan pintu. Dia langsung menubruk Ibu dan Ayahnya yang belum dilihatnya selama berbulan-bulan. “Ibu, Kumi kangen sekali.” Putri memeluk anaknya sambil berlinang air mata. Hatinya hancur sekali melihat Kumi diperlakukan jahat oleh menantu dan besannya. “Maafkan Ayah dan Ibu Nak. Ibu tidak menyangka mereka memperlakukanmu buruk seperti ini.”Rini ketus, ia marah sekali melihat besannya mendadak datang. ”Tamu kok gak punya sopan-santun, langsung masuk ke rumah orang tanpa permisi. Lagipula, Kumi itu menantu kami, kami berhak melakukan apa saja kepadanya. Sedangkan kalian tidak punya hak sama sekali!”Teguh datang. “Benar apa kata istri saya, kalian tidak usah ikut campur dengan rumah tangga anak kami. Sebaiknya Tomo dan Putri pulang, daripada memperk
Kumi membuka tas, mengambil uang lima ribuan dan memberikannya pada perempuan tersebut. Tanpa sadar Kumi mengelus perutnya. Ketakutan tiba-tiba menyergapnya. Tidak-tidak, dia tak mungkin terlempar di jalanan seperti wanita itu.Putri memegang tangan anak perempuannya. “Kamu jangan khawatir Nak. Ibu dan Ayah akan menjagamu. Kamu sekarang aman bersama kami, juga anak yang ada dalam perutmu.”“Bagaimana Ibu dan Ayah bisa pas datang saat kami bertengkar?” tanya Kumi mengalihkan pikiran sedih yang mulai menginvasi otaknya.Ayah menjawab pertanyaan Kumi.“Ibu dan anak itu punya ikatan bathin kuat Nduk. Ibumu sering bersedih dan menangis tanpa sebab. Tiap tengah malam ia selalu terbangun dan ingat sama kamu. Dia memaksa Bapak untuk menengokmu. Tapi Bapak tunda terus. Kemudian seminggu yang lalu, ibumu menyuruh Khandra datang diam-diam mengecek keadaanmu. Dia melihatmu lari ke sana ke mari mempersiapkan acara makan-maka
Yuni berdiri di depan pagar, matanya yang belok melihat ke Kumi. “Siang Tante,” sapa Kumi ramah. “Hati-hati Kak, dia tukang gossip, jangan disuruh masuk,” bisik Khandra. “Oh ya, Khandra punya uang, uang Kakak sebaiknya disimpan saja.”“Beneran? Darimana dapat uangnya?” Kumi mengernyitkan dahi. “Aku buat stiker dan kujual online. Hasilnya kutabung buat bayar kuliah nanti,” kata Khandra bangga. “Kakak mau makanan apa, biar sekalian Khandra belikan.” Ada gerimis di mata Kumi, ia terharu dengan kebaikan adiknya. “Tidak usah, Kakak tidak pengen apa-apa.”Khandra l
Bab 10 Kumi lalu berlutut di depan ayahnya sambil berurai air mata. “Ayah, tolong sekali ini saja, bantu Kumi mengurus perceraian Kumi. Maaf, Kumi tidak bisa menyenangkan hati Ayah tapi Kumi ingin hidup bahagia sesuai dengan keinginan Kumi.” Walaupun usianya masih muda, Kumi selama ini mengamati lelaki setelah menikah kebanyakan condong kepada keluarga istrinya, karena keterikatan dengan istri dan anak perempuannya. Contohnya seperti Ibu, setiap ada masalah atau keperluan, Ibu lebih memilih bercerita pada ibunya sendiri daripada dengan mertuanya. Sementara Arka adalah anak semata wayang keluarga Teguh. Ia memahami kasih sayang mertuanya terutama mama mertuanya yang begitu besar pada Arka sehingga sulit bagi Arka untuk melepaskan perhatian dan pemikiran kedua orang tuanya. Sedikit banyak Arka mencontoh apa yang orang tuanya lakukan. Kumi bisa melihat itu, setelah tinggal bersama mertuanya. Mertuanya adalah tipe keluarga konservatif
Bab 11 “Kalau kamu tahu siapa saya, antarkan Kumi sekarang! Jika tidak aku akan memporak-porandakan hidup Kumi!” Teguh langsung menutup telponnya. Ancaman Teguh tidak membuat Sutomo gentar. Dia mencari istri dan anaknya di kamar. “Keluarga Mas Teguh mengancam kita, Bu. Dia mau membuat hidup Kumi sengsara. Tapi Ayah sudah bulat mau mengurus perceraian Kumi secepatnya,” kata Sutomo kalem, meski hatinya takut. Putri tersenyum. “Nah, gitu dong Yah. Ibu sangat bangga sekali dengan tindakan Ayah,” pujinya haru. “Soal ancaman, Ibu gak takut, kita sudah punya bukti kuat. Seandainya kita beberkan ke public apa ya mereka gak tambah malu.” “Khandra juga telah mengumpulkan beberapa foto Mas Arka bersama pacarnya,” kata Khandra tiba-tiba. Dia memberikan beberapa lembar foto pada Kumi. Kumi mengambil dan memperhatikannya. “Eh, bukankan ini tempat hotel saat kami honeymoon dulu.” Dia tersenyum kecut. “Kenapa dia Nduk? Apa
“Bukan Ayah mau mengusirmu dari rumah ini. Hanya saja, Ayah mau jujur dengan kondisi keuangan Ayah. Hingga Ayah mau pensiun, hutang Ayah di Bank masih ada. Sekarang dengan kamu pulang ke rumah dalam kondisi hamil, beban Ayah semakin berat.” Mendengar penuturan Ayah, tangis Kumi jatuh. Ia tahu kondisi keluarganya. Ibu merangkul Kumi. “Kamu di sini saja Nduk, di rumah ini. Kamu perlu dukungan kami, gak bisa menyelesaikan masalah ini sendiri.” Ibu menatap lurus-lurus wajah suaminya. dia tahu apa yang lelaki itu pikirkan. “Apa Ayah tega menelantarkan Kumi sendirian di kos. Dia sedang kesusahan dan hamil! Ibu tidak akan pernah mengijinkan Kumi keluar dari rumah ini!” “Ayah tidak usah takut kita kekurangan. Siapa tahu kehamilan Kumi membawa keberkahan bagi keluarga kita!” “Iya, Khandra setuju dengan Ibu. Khandra akan bantu Kakak. Biarkan Kakak tinggal bersama kita.” “Tapi Bu… bagaimana dengan gossip nanti?” Ayah masih keukeuh dengan pendiriannya. “Ngapain kita takut sama