Dalamnya laut masih bisa diukur, tetapi dalamnya hati manusia siapa yang tahu? Sama halnya dengan luas samudera yang tak bisa dibandingkan dengan luasnya hati seseorang yang dengan mudah memaafkan, meskipun sudah disakiti teramat dalam.Empat tahun telah berlalu sejak hari itu. Sejak Candra dan Danita pergi dengan membawa serta kenangan masa lalu mereka. Keduanya sama-sama belajar dari kesalahan, dan bangkit menjadi seseorang dengan pribadi dan identitas yang baru. 2021, tahun di mana kakak beradik yang sempat terlibat konflik kembali bersatu. Merajut tali kasih yang nyaris rapuh, menata kembali hubungan yang nyaris tak terselamatkan.Waktu selalu punya cara untuk menentukan akhir yang tak terduga. Jodoh pasti bertemu, dan jodoh pasti bersatu. Tak akan ada yang bisa mengusik itu. ***Perempuan dalam balutan gaun putih selutut itu duduk di tepi ranjang. Membaca ulang lembar demi lembar surat yang Danita tinggalkan sebelum dia memutuskan untuk hijrah ke luar negeri empat tahun si
Acara Baby Shower perayaan tujuh bulanan Melisa dilaksanakan di sebuah vila milik keluarga yang ada di pusat kota. Semua anggota keluarga dan kerabat dekat hadir tanpa terkecuali, bahkan para pasien dekat Meli. Konsep acara out door. Di luar ruangan dengan nuansa biru dan merah muda khas perayaan menyambut anggota keluarga baru. Pak Indra dan Bu Nara bahkan ikut menghadiri. Kebetulan hubungan mereka dan Bu Nina sudah membaik sejak tragedi empat tahun lalu. Kini semuanya berkumpul dan mempererat hubungan sebagai teman dan kerabat dekat, tanpa mengungkit masa lalu yang sudah berlalu. Tiga bersaudara, Candra, Cakra, dan David duduk sejajar di kursi paling depan. Menatap Melisa yang baru saja keluar dituntun oma dan Danita.Perempuan itu terlihat begitu anggun dengan gaun gradasi warna soft pink, biru, juga tosca. Bandana bunga yang menghiasi kepala menambah manis penampilannya. “Semenjak hamil aura si Meli makin aur-auran, ya? Pantas aja lu makin lengket, Bang!” David menyikut leng
"Mel, hari ini ada yang mau booking buat dua malam."Pesan singkat itu tertera di layar ponsel dalam genggaman perempuan berambut panjang dengan nama samaran Melinda. "Yang biasa, atau pelanggan baru, Din?" balasnya. Dalam hitungan detik pertanyaannya langsung mendapatkan jawaban. "Baru, Mel. Dari luar. Laki-laki, umurnya sekitar awal tiga puluhan. Dia bahkan udah bayar di muka."Dini yang merupakan sahabat merangkap adminnya menjawab melebihi yang Melinda minta. "Oke, atur pertemuan kita malam ini. Mumpung gue lagi free."Sudah setahun sejak dia menyediakan jasa pelayanan kamar khusus di sebuah unit apartemen elite di pusat kota. Perempuan berumur dua puluh lima tahun itu biasanya mendapatkan pelanggan dari luar dan dalam gedung apartemen yang ditinggalinya, juga tak dibatas gender dan usia. Banyak rahasia yang sudah dia simpan dari para pelanggannya. Mulai dari hal kecil seperti menjelekkan sesama penghuni apartemen, maupun yang datang terang-terangan mengatakan bosan dengan is
Melinda tertegun lama di ambang pintu. Pikirannya berkecamuk memikirkan sebuah alasan yang masuk akal kenapa kakak iparnya tiba-tiba menyewa jasa pelayanan kamar di saat istrinya tengah hamil besar di luar kota. Setelah lama membiarkan bel nyaring berbunyi, dengan berbagai pertimbangan dia memutuskan untuk membukanya.Pintu terbuka. Lelaki tampan bertubuh tinggi tegap itu tertegun memindai penampilan adik iparnya. "Melisa ...."Melinda mengangkat kepala. Dia tertegun mendengar nama itu seolah asing di telinga, padahal sebenarnya itu nama aslinya. "Mbak Danita nggak ada di sini, Mas Cakra," cetus perempuan itu setelah berhasil mengendalikan diri dan menarik rapat cardigan yang dikenakan, guna menutup dadanya yang terekspos karena gaun tidur yang digunakan memiliki potongan yang rendah. "Saya tahu." Cakra menjawab cepat. "Saya datang ke sini untuk menemuimu. Bukannya adminmu sudah memberi tahu?"Lagi-lagi Melinda terdiam. "Tapi--""Lebih baik kita bicara di dalam. Boleh saya masuk?
Danita dan Melinda adalah anak yatim-piatu. Mereka ditinggalkan orangtuanya sejak beranjak remaja. Keduanya sudah terbiasa mandiri hingga tak berani menyusahkan sang nenek yang sudah merawat mereka sampai dewasa.Danita dipersunting Cakra empat tahun lalu, mereka sudah dikaruniai seorang putra yang begitu tampan bernama Arkana. Dan sekarang kakak dari Melinda itu sedang mengandung anak kedua mereka yang sudah berumur tujuh bulan. Cakra adalah anak dari pemilik sebuah Toserba terkemuka. Di kantor pusat dia menjabat sebagai Marketing Manager.Bagi Melinda, selama tiga tahun ini hubungan kakak dan iparnya itu terbilang baik-baik saja. Namun, kenapa Cakra tiba-tiba melontarkan sebuah pernyataan mengejutkan? Bagaimana bisa dia berniat menceraikan Danita, sementara selama ini Melinda melihat kakaknya itu bak istri yang begitu sempurna?"Jadi, itu alasan Mas datang ke mari?" Melinda kembali membuka suara setelah keheningan panjang menyelimuti mereka. Cakra mengalihkan pandangan dari sepas
Wajah Melinda memucat. Keringat dingin mulai berguguran dari pelipisnya. Bagaimana bisa Danita datang tanpa memberi tahunya lebih dulu? Sedangkan Cakra baru saja menginap dengannya di unit ini malam tadi.Walaupun tak ada yang terjadi, tapi Melinda tak akan membiarkan kakaknya salah paham dan berpikir macam-macam, meskipun pada kenyataannya memang ada yang tidak beres dengan kakak iparnya itu. Blam! "Mel ...."Pintu terbanting tepat di hadapan Danita. Perempuan anggun dengan rambut legam dan gaun tiga perempat itu hanya bisa menatap kebingungan. Sementara Melinda lari tunggang langgang mencari keberadaan Cakra. Beberapa kali kakinya tersandung karpet, kursi, bahkan pergelangan kakinya sendiri. Tok! Tok! Tok! "Mas ... Mas Cakra. Buka, Mas! Mbak Dani ada di luar." Setengah berbisik Melinda mengetuk pintu kamar mandi saat mendengar suara keran air dari dalam. Wajah cantiknya terlihat begitu panik. Ceklek! "Ada apa, sih, Mel?" Cakra keluar hanya dengan kaus putih dan celana boxer
Melinda dikenal sebagai sosok yang introvert. Dia tak bisa berada lama-lama dalam keramaian dan sangat menyukai kesendirian. Meski begitu, perempuan itu adalah sosok yang begitu pengertian, pendengar yang baik, juga memiliki empati yang tinggi.Dia benci dinasehati, tapi suka memberi solusi. Melinda bahkan bisa mengerti keadaan banyak orang, tapi tak ada seorang pun yang mengerti dirinya. Sempat mengenyam pendidikan psikiatri selama beberapa semester, mungkin menjadi salah satu alasan kenapa dia berani membuat jasa room service khusus ini. Meskipun beberapa ada yang meminta pelayanan macam-macam, tapi kebanyakan dari mereka hanya menceritakan tentang keluh-kesahnya. Tumbuh dewasa bersama Danita membuat Melinda mengenal luar dan dalam sifat kakaknya. Perempuan berusia dua puluh delapan tahun itu adalah tipe orang yang tak bisa menyembunyikan perasaan. Setiap kesedihan terkadang bisa dia luapkan terang-terangan, lain dengan adiknya yang suka memendam segalanya.Sejak menikah dengan
Sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, suatu saat pasti akan tercium juga. Dalam kasus Melinda, Cakra, dan Danita, pribahasa itu mungkin hanya berlaku untuk beberapa saat, hingga bau busuknya tak terlalu menyengat. Memang bukan hal yang mudah bersembunyi dari takdir yang seringkali datang tiba-tiba. Itulah yang dirasakan Cakra dan Melinda saat Danita datang tiba-tiba sebagai takdir yang tak diharapkan keduanya. "M-Mbak, ini nggak seperti yang Mbak kira." Wajah Melinda sudah memucat saat dia berusaha menjelaskan pada Danita yang hanya bisa terpaku menatap Cakra mengenakan pakaiannya tepat di ambang pintu kamar mandi. Entah apa yang ada di pikiran mereka berdua, Melinda pun tak mengerti. Intinya dia bisa melihat ada emosi yang susah payah disembunyikan Danita dari balik sorot mata tajamnya, pun Cakra yang tiba-tiba bungkam seribu bahasa sembari sesekali menatap istrinya dan Melinda dengan sorot mata yang sulit diartikan. "Aku harap ada alasan yang cukup masuk akal untuk menjel