"Adek jangan nakal diperut Mama, kasihan Mama." Omelan lucu keluar dari bibir mungil Levin. Tangan mungilnya menepuk-nepuk perut Naya lembut. Meskipun kondisi Naya saat ini lemah, namun ia tidak bisa menahan tawanya mendengar omelan putranya. Dan tidak lama Argio masuk ke dalam kamar dengan membawa teh jahe hangat. "Minum dulu, Sayang. Kata Bunda ini bagus untuk perempuan hamil yang mual-mual."Dengan penuh perhatian Argio membantu Naya meminum teh jahe tersebut. Pria itu benar-benar menaruh seluruh perhatiannya pada Naya. Dengan dibantu oleh Argio, Naya meminum teh jahe yang diberikan. "Terima kasih.""Sama-sama, Sayang.""Itu apa, Yah?" Levin menatap penasaran pada air yang baru saja diminum oleh sang bunda."Ini teh jahe supaya Mama tidak mual-mual lagi, Nak. Levin mau coba?" tawar Argio.Dengan cepat Levin menggeleng. Melihat warna minuman itu saja sudah membuat bocah itu tidak berminat. "Hari ini aku ada urusan mendadak, Sayang. Mungkin sore baru pulang. Tidak apa-apa' kan j
Saat semua tengah tertidur nyenyak, Naya terlihat gelisah dan tidak karuan berbaring di kasur. Beberapa kali ia berpindah-pindah posisi dari telentang, miring ke kanan dan ke kiri, namun tidak membuat rasa sakit di perutnya mereda.Argio yang berbaring di samping Naya, tampak terusik tidurnya. Perlahan ia membuka matanya dan mendapati Naya meringis kesakitan sambil memegangi perutnya."Kamu kenapa, Sayang?" "Perutku sakit, Mas. Perih."Argio segera bangun dari kasur lalu menyentuh perut Naya."Sebelumnya kamu makan apa? Tidak mungkin kamu akan melahirkan, usia kandunganmu belum sembilan bulan."Naya yang merintih kesakitan langsung terdiam. Ia mengingat-ingat sebelumnya makanan yang dikonsumsi dari pagi sampai malam."Sepertinya gara-gara makan mangga mentah. Soalnya sebelum tidur aku minta Merry mengupasnya mangga lagi."Argio geleng-geleng kepala mendengar jawaban Naya."Kan aku sudah bilang, jangan makan mangga kebanyakan, Sayang. Sekarang lihatlah sakit perut' kan.""Mas, marah?" M
Empat tahun kemudian …Suara tawa dan teriakan anak kecil mengisi sebuah kamar yang memiliki tiga kasur di dalamnya. Dua bocah berusia empat tahunan tampak berlari-larian dalam sana, mereka saling mengejar membuat sang kakak yang tengah fokus mengerjakan PR terlihat sangat terganggu."Jeva, Javier! Jangan teriak-teriak, kakak sedang mengerjakan tugas," tegur Levin lembut.Meskipun begitu, dua bocah kembar itu tak menggubris bahkan semakin menjadi-jadi membuat Levin frustasi dibuatnya. Levin yang kini berusia sepuluh tahun, tampak menggelengkan kepalanya. Dua adik kembarnya bukan hanya lucu tapi juga nakal.Levin membawa buku-buku pelajarannya keluar dari kamar. Ia akan mengerjakan tugasnya di perpustakaan pribadi milik ayahnya. "Kamu mau ke mana, Sayang?" Suara sang mama membuat Levin berbalik badan. Tinggi badan Levin hampir menyamai Naya, dulu terlihat kecil kini dengan cepat tumbuh besar. Levin semakin menyerupai Argio."Levin mau ke perpustakaan, mau ngerjain tugas," balasnya."
Dalam suasana yang tegang, seorang wanita muda menunggu sosok pria yang ia harapkan. Tubuhnya gemetar dan keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya. Pikirannya saat ini hanya terfokus pada satu hal, yaitu mendapatkan uang dengan cepat untuk operasi ibunya.Tiba-tiba, seorang pria muncul dari arah tangga. Ia mengenakan rompi tuxedo abu-abu yang dilapisi dengan jas hitam yang mengkilap. Matanya yang tajam seperti burung elang langsung tertuju pada wanita muda yang berdiri tegang di ruang tamu. Netra coklatnya yang berair bertatap dengan iris hitam yang memancarkan kekuatan dan ketegasan.Beberapa anak buah pria itu sudah berdiri di beberapa sudut ruangan dengan senjata yang tersisip di celananya. Bunyi langkah sepatu pria itu bagai suara yang mampu membuat jantung wanita muda itu berdegup semakin manggila.Argio mendudukkan dirinya di single sofa dan menaikkan kedua kalinya di atas meja kaca bening di ruangan itu dengan posisi menyilang. Aroma maskulin langsung
Argio keluar dari mobil sedan hitamnya dengan langkah yang goyah. Matanya terlihat sayu. Argio tampak sedikit tidak seimbang saat berjalan, karena ia telah mengonsumsi banyak minuman beralkohol sebelumnya. "Sebaiknya kamu berhenti melakukan kebiasaan burukmu itu, Argio. Orang tuamu mungkin akan marah dengan hobi burukmu yang sangat senang ke club dan bermain wanita." Hendrik terus menggerutu ketika mereka berdua sudah sampai di mansion. Entah sudah berapa kali Hendrik memperingatkan Argio tapi sepertinya anak itu memang kepala batu, sangat keras kepala, dan sulit diatur. "Sstt ... diamlah Paman. Aku sudah dewasa tidak seharusnya Paman terus mengekangku seperti ini! Aku tahu mana yang baik dan buruk!" balas Argio tanpa menghentikan langkah lebarnya memasuki mansion. Hendrik mendengus."Dasar keras kepala. Dulu ayahmu tidak seperti ini!" gerutu Hendrik yang dibalas lirikkan malas oleh Argio. Pria berusia 27 tahunan itu melepaskan jas hitam
Sepanjang menyusuri jalanan aspal, Naya tampak melamun dengan sorot mata penuh kekosongan. Raut wajahnya tampak cemas bercampur takut. Setelah keluar dari mansion itu ia diliputi kecemasan. Meskipun begitu ia harus memberikan apa yang pria itu inginkan sebagai imbalan atas uang yang diberikan."Woy! Jalan itu pakai mata! Hampir saja tertabrak!" Teriakan seorang pengendara sepeda motor yang merem mendadak kala Naya berjalan terlalu ke tengah."Fokus-fokus Naya" Ia menepuk-nepuk kedua pipinya pelan. Terlalu memikirkan masalah ini membuat ia tidak fokus dan hampir tertabrak. Bahkan kepalanya terasa pusing dan ingin meledak.Wanita muda itu mengusap wajahnya kasar lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk kembali ke rumah sakit. Yaa, beberapa malam ini ia menginap di rumah sakit. Sesekali ia pulang ke rumah untuk sekadar mencuci pakaian."Dokter Renal! Kapan ibu saya di operasi?" tanya Naya ketika tak sengaja berpapasan dengan dokter Renal di lorong rumah sak
"Sebaiknya kamu pulang dulu, pekerjaannya di lanjut besok pagi saja," tutur Merry lembut. Wanita berusia 45 tahunan itu begitu hangat pada Naya."Ta-tapi bagaimana bila dia marah?" balas Naya menatap ke arah tangga.Merry mengusap lembut pundak Naya."Nanti Bibi yang akan mengatakan pada tuan Argio. Jangan dimasukkan ke dalam hati ucapan tuan Argio tadi, dia memang seperti itu cara bicaranya. Tapi dia sangat baik."Naya hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan wanita tersebut. Bagi Naya yang baru mengenal Argio, ucapan pria itu sangat menyakitkan dan panas di telinga. Walaupun orang mengatakan pria itu sangat baik tapi ucapannya begitu menyakitkan."Kalau begitu saya izin pulang," pamit Naya yang dibalas anggukan oleh Merry.Merry menghela Napas berat setelah sosok wanita muda itu mulai menghilang dari pandangan matanya. Rasa kasihan merambat dalam benaknya. Ia sudah mengetahui semuanya termasuk niat wanita itu yang ingin menjual ke
Naya hanya bisa tertunduk dengan kedua tangan yang saling bertautan setelah Merry membawanya pergi dari ruang makan. Raut ketakutan tampak jelas di wajah wanita itu."Maafkan Bibi, seharusnya Bibi tidak memintamu untuk mengantarkan kopi_""Tidak!" Naya mendongak menatap Merry."Bibi tidak salah, aku yang kurang hati-hati. Aku benar-benar gugup saat mengantarkan kopi pada tuan muda dan itu yang membuat aku tidak sengaja menumpahkan minuman kopi panas itu," lirihnya, tersirat rasa bersalah apalagi sampai mengenai bagian celana Argio.Naya merasa, ia memang pantas mendapatkan kemarahan itu. Tapi kemarahan yang ditunjukkan tuan muda sangat menakutkan untuknya.Merry menghela napas berat."Lain kali lebih hati-hati lagi. Dan kalau butuh bantuan atau tidak paham dengan pekerjaanmu bisa tanya Bibi."Naya mengangguk cepat. Sungguh, ia sangat beruntung bertemu dengan bibi Merry. Semoga kedepannya ia bisa lebih baik lagi bekerja di tempat ini.•