Share

Bab 6 Sampah

Bagaimana rasanya bila tubuh dan kehormatan yang dijaga selama ini, hanya dianggap sampah oleh pria yang tak pernah mengenal arti cinta. Pria yang semasa hidupnya bergelimangan harta, tetapi ada ruang di dalam hati yang teramat kosong. Rasa hampa pun sering menelusup ke dalam nurani. Namun, ia tangkis dengan dendam jua kebencian. Dendam pada sang ibu, dia balaskan kepada perempuan mana pun yang ia mau.

Setelah berkendara selama lima belas menit, Carlos memakirkan kendaraannya di depan pelataran. Dia keluar begitu saja meninggalkan Carissa yang masih shock dengan kejadian beberapa saat lalu. Pria egois itu melenggang masuk ke dalam hunian bak istana seraya merapikan jas mewahnya. Wajah tanpa dosa, dia suguhkan kepada semua orang. Sedangkan Carissa, harus siap dengan orang-orang yang akan memberondong dengan ribuan pertanyaan.

Gadis itu perlahan bergerak. Dia berjalan lemah dengan tangan menyilang menutupi tubuh atas yang terbuka. Dia berharap tak seorang pun yang melihat dia dalam kondisi menyedihkan. Sayangnya, sang ibunda lebih dahulu mendapati Carissa dan tentu saja wanita paruh baya itu terkejut bukan kepalang. Putri yang dia sayangi segenap hati, pulang ke rumah dalam keadaan yang memilukan.

"Ka-kamu kenapa, Nak?" Heleina meraba lengan sang anak, mencari wajahnya yang tersembuyi.

Carissa terisak lantas mendekap erat tubuh sang ibu. "Bawa Carissa ke kamar, Ma. Carissa lelah...."

Heleina sesegera mungkin membawa anak satu-satunya itu ke arah kamar asisten rumah tangga. Sebelum Charles melihat kondisi Carissa yang nampak menyedihkan. Sebab pria tua itu begitu menyayangi Carissa seperti putrinya sendiri. Akan bisa dibayangkan bagaimana khawatirnya Charles dengan keadaan gadis itu.

Semua maid saling berbisik dan melempar prasangka karena kepulangan Carissa bersamaan dengan tuan muda mereka, hanya berjarak sepersekian menit.

***

Heleina membaringkan Carissa di atas ranjang lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh ringkihnya. Tangan halus membelai lembut kepala sang anak seraya bersenandung merdu. Dia tidak ingin menekan batin Carissa untuk menceritakan perihal yang terjadi. Sebagai seorang ibu, Heleina akan dengan sabar menunggu buah hatinya untuk mengutarakan kemelut yang tengah melanda.

Sementara Carissa, dia menatap kosong langit-langit kamar. Meski Carlos tidak sampai menodainya, tetapi ucapan-ucapan penghinaan dan merendahkan terngiang-ngiang di kedua telinga. Tetesan kesedihan pun meleleh dari salah satu sudut mata. "Ma... memangnya orang miskin seperti kita ini hanya untuk dihina dan diinjak-injak orang kaya, ya?"

Heleina menggelengkan kepala. "Kenapa bicara seperti itu, Nak? Derajat manusia itu sama di mata Tuhan."

"Tapi di mata manusia berbeda 'kan, Ma?" Carissa menoleh sendu ke arah sang ibu. "Orang miskin macam kita, hanya dianggap seonggok kotoran, 'kan?" lirih Carissa. Dia melipat bibirnya menahan deraian yang membasahi manik mata.

"Itu karena manusianya sendiri yang lupa daratan, sayang. Mereka menganggap harta kekayaan bisa membeli semua hal, termasuk kehormatan. Namun, tidak dengan kebahagiaan." Heleina memainkan anak rambut Carissa, dengan senyum kecut tersungging. Dia bisa merasakan kepahitan juga kepedihan yang tengah dialami putri tercintanya itu.

"Ada apa dengan Carissa? Aku dengar para maid sedang membicarakan anak kita!" Jacob tiba-tiba datang karena begitu mengkhawatirkan putrinya. Heleina mengerjapkan mata, memberi isyarat kepada suaminya itu. Jacob mengangguk, tanda dia mengerti dari maksud sang istri.

"Papa hanya mencemaskan putri kita. Karena cuman dialah satu-satunya harta berharga yang kita miliki." Jacob menatap pilu ke arah Carissa lantaran mendengar nada-nada sumbang mengenai anak perempuannya lewat mulut-mulut berbisa. 

Carissa mengulum senyum. "Aku baik-baik saja kok Pa... Papa tidak udah cemas. Anak Papa ini 'kan, kuat. Tidak ada satu pun yang bisa merongrong seorang Carissa!"

Jacob mendengkus," Papa tidak tahu apa masalah yang menimpamu. Tapi Papa minta dengan sangat, kamu jangan mencari gara-gara dengan tuan muda Carlos. Papa tahu persis bagaimana anak itu, Nak...."

Carissa menggenggam jemari sang ayah. "Tenang saja Pa... Carissa sebisa mungkin akan menghindar dari tuan muda Carlos. Carissa tidak mau, Papa mendapatkan kesulitan karena Carissa."

Jacob mengangguk-angguk dan menepuk punggung tangan putrinya. "Papa sayang sekali sama kamu, Nak. Papa hanya tidak mau hal buruk menimpa kamu."

"Iya Pa... Carissa juga sayang sama Papa," balas Carissa berusaha tersenyum semanis mungkin.

"Baiklah... Papa harus pergi. Sudah waktunya Papa untuk menjemput tuan Charles ke kantornya. Kamu baik-baik dengan Mamamu di rumah. Kalau tidak ada hal yang penting tidak usah keluar dari kamarmu." Jacob beringsut dari samping anak perempuannya lalu berjalan menuju pintu kamar yang tertutup rapat. Dia menarik kenop dan menoleh sesaat ke arah Carissa. 

"Hati-hati ya Pa..." ujar Carissa pada ayahnya. Jacob mengangguk dan berlalu dari hadapan putri kesayangannya. Sementara, seorang pria yang sedari tadi menguping obrolan satu keluarga itu, lekas-lekas bersembunyi seraya tersenyum licik.

"Waw... satu keluarga yang sangat kompak dan bahagia. Bagaimana jadinya kalau aku renggut kebahagiaan itu seketika? Akan sangat menyenangkan sepertinya...."

Pria tersebut yang tak lain adalah Carlos, dia menghubungi seseorang untuk melancarkan rencana pertamanya. Dia tersenyum miring karena dalam sekejap mata, akan ada kabar buruk yang menimpa sopir kesayangan sang ayahanda tercinta. Dia menyuruh anak buahnya untuk mencelakai pria paruh baya itu.

Laki-laki yang hatinya telah mati, benar-benar ingin menghapus senyuman dari wajah Carissa. Perempuan kedua yang dia benci untuk saat ini, tanpa alasan.

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Senja Merona
biar sesuai judul, kak ...
goodnovel comment avatar
꧁ꪜꫝ𝓲𝘲_ʟᴜᴄᴀɪᴍ꧂✯༆
jahat bgt s carlos.........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status