Kursi meja makan yang semula kosong kini sudah terisi. Pemilik baru itu merupakan suami Chika. Kehadiran Niko ternyata mampu membuat rumah tersebut hidup. Sikap ramah dan cerianya dalam berbicara kepada keluarganya membuat Chika menatapnya sinis. Bagaimana tidak sinis jika wajah yang Niko tunjukkan padanya selalu jutek dan irit berbicara.
“Ma, Galen mana?” tanya Chika pada mamanya karena ingin mencari teman untuk mengajak berbicara padanya. Di meja makan itu, Chika hanya sebagai patung yang tidak di tanyai satu orang pun.
“Lagi di kamar mandi sama Sena,” jawab Bu Dila lalu kembali fokus pada pembicaraan orang dewasa lainnya.
“Tante Chika,” teriak Galen melihat tantenya yang duduk cemberut di meja makan.
“Galen,” Chika nampak antusias dengan kedatangan Galen, anak kakaknya yang berusia tiga tahun.
“Galen kemana saja, tante dari tadi tidak melihat Galen,” Chika mengangkat tubuh Galen ke pangkuannya dan mencium gemas pipi keponakannya berulang-ulang.
“Tadi Galen mainan sama Kenza tante. Seru banget,” balas Galen dengan kosa kata yang masih sedikit cedal.
“Oh ya, kok tante tidak di ajak?” sambung Chika sambil memasang wajah sedihnya.
“Tadinya Galen mau ajak tante. Tapi dilarang sama mama, katanya tante sibuk. Tapi memang benar si tadi Galen lihat tante lagi sibuk sama om itu,” jawaban polos Galen sambil menunjuk Niko.
“Yayaya, tante kangen sama Galen,” ungkap Chika memeluk Galen erat dan kembali menciumnya.
Interaksi Chika dan Galen tidak luput dari perhatian Niko. Hatinya menghangat ketika melihat Chika menyayangi anak kecil. Setidaknya Davan akan aman ketika bersama bersama Chika nantinya.
“Galen mau makan apa? Tante ambilin,” tanya Chika menanyakan makanan yang ingin Galen mau.
“Galen pingin nugget tante,” balas Galen memilih makanan kesukaannya.
“Dek, suami kamu tidak sekalian di ambilin?” sahut Sena, kakak ipar Chika.
“Bisa ambil sendiri kak,” ucap Chika sembarang yang di dengar oleh semua keluarganya.
“Chika!” peringatan Pak Arka pada Chika karena ucapannya yang tidak sopan.
Tidak ingin berdebat, Chika tidak menyahut peringatan papa nya,“ mau makan apa mas?” tanya Chika pada Niko.
“Sayur sama daging saja,” seperti biasanya Niko berbicara seadanya.
Chika mengambilkan makanan untuk Niko dengan telaten. Baru setelahnya, Chika mengambil makanan untuk dirinya sendiri. Sama seperti biasanya, di meja makan keluarga Aditama, mereka makan dengan rapi dan teratur. Tidak ada suara orang berbicara, karena sudah menjadi tradisi jika saat makan di mulai tidak ada yang boleh mengobrol.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan waktu pukul tujuh malam. Acara resepsi antara Niko dan Chika sudah di mulai. Gedung yang menjadi tempat di selenggarakannya acara resepsi pernikahan mereka sudah di datangi oleh para tamu. Chika sengaja tidak mengundang teman kuliahnya. Biarlah jadi urusan nanti jika mereka tahu tentang pernikahan dadakan ini.
Saat ini Chika dan Niko berjalan dengan tangan Chika yang berada di lengan kekar Niko. Mereka berjalan di tengah para tamu undangan yang sudah menanti kedatangan pasangan keluarga konglomerat tersebut. Tidak ada acara Pedang Pora untuk pernikahan mereka. Karena status Niko yang duda, dan seperti di ketahui jika Pedang Pora hanya di lakukan satu kali seumur hidup oleh Prajurit. Para tamu yang datang di pernikahan mereka, menatap takjub keserasian pasangan baru tersebut. Niko dan Chika terlihat tampan dan cantik.
Sama seperti akad, Chika menginginkan acara resepsi menggunakan adat Jogja. Untuk acara resepsi, riasan Chika menggunakan Paes Ageng. Begitupun Niko yang nampak pasrah saat di dandani Paes Ageng. Saat memasuki ruangan resepsi, para tamu akan langsung melihat dekorasi khas adat Jogja dan disambut dengan suara gamelan yang khas.
Untuk membuat suasana lebih berkesan tradisional, perancang juga menambahkan patung Loro Blonyo, Angkringan, lengkap dengan Jamu Gendhong. Uniknya, tamu yang hadir juga bisa mengajak anak-anak bermain di playground yang penuh dengan mainan khas Jawa dan mainan umum lainnya.
Jamuan makanan mewah tersaji di acara resepsi mereka dan di nikmati oleh para tamu. Para tamu undangan menikmati suara merdu yang di persembahkan oleh artis ibu kota. Sebagian tamu undangan memberikan selamat kepada Chika maupun Niko.
Menjadi Ratu sehari ternyata tidak begitu mengenakan. Itu terjadi pada Chika saat ini, kaki yang mulai terasa pegal dan juga badan yang mulai lelah. Ingin sekali rasanya Chika bertemu dengan ranjang untuk memulihkan sedikit tenaganya. Membayangkan tentang hal itu membuat Chika ingin buru-buru menghampirinya.
“Kamu lelah?” tanya Niko yang melihat raut wajah Chika berubah lesu.
“Ya lumayan Mas,” balas Chika sambil menatap Niko.
“Sebentar lagi acara akan selesai, bersabarlah,” pandangan Niko kembali fokus ke depan dan menampakkan senyuman yang menurut Chika sangat manis.
“Perkataan sebagai perhatian ataukah sekedar perintah,” batin Chika bertanya.
Suasana di kamar hotel terasa canggung. Keluarga Raharja sengaja memesan kamar untuk pasangan yang resmi menikah hari itu. Chika saat ini sedang di bantu oleh Niko melepas berbagai pernak pernik yang tertempel di kepalanya. Selepas acara selesai Chika mengajak Niko buru-buru ke kamar karena ingin cepat beristirahat.Bukan kenyamanan yang di dapat namun justru rasa sakit yang Chika rasakan ketika sampai di kamar hotel. Chika yang sudah mendambakan tidur di atas ranjang itu, tidak menyadari jika riasan di tubuhnya belum terlepas dan terhapus. Dengan senangnya, Chika menidurkan badannya di atas ranjang empuk tersebut.Alhasil, rasa sakit di kepala karena sanggul dan mahkota saling terbentur. Niko yang melihat kelakuan Chika, hanya menatap sesaat lalu menghampiri Chika.“Apa sakit?” tanya Niko yang melihat Chika merasakan ngilu di kepalanya.“Hiks,” Chika mengangguk dan mengusap k
Chika saat ini diam dengan waspada. Setelah ia keluar dari kamar mandi, Niko terus menatapnya tanpa berkedip. Matanya mengunci pergerakan Chika. Di lihatnya Chika dari atas hingga bawah. Perlahan kaki Niko berjalan menuju Chika yang berdiri di depan kamar mandi dengan sehelai handuknya. Bodohnya Chika yang tidak membawa pakaian ganti ke kamar mandi.Laki-laki normal memang, yang melihat badan Chika akan tergoyah imannya. Kulit putih mulus di tambah badan yang berisinya. Tidak munafik, Niko ingin mendekap badan Chika saat itu juga.“Mas mau apa? Jangan mcam-macam ya,” waspada Chika sambil melangkahkan kakinya mundur karena Niko semakin dekat dengannya.“Memangnya saya mau ngapain kamu?” mimik wajah Niko yang serius dengan terangkatnya alis kirinya, membuat Chika semakin waspada. Chika belum siap jika harus melayani Niko malam itu juga.“Jangan berani sentuh saya Mas. Liha
Sudah satu jam lamanya Davan berada di ruang operasi. Terlihat Niko sangat gelisah, jalannya selalu mondar mandir. Sering kali Niko melihat ruang operasi tersebut melalui pintu yang terdapat kaca tembus pandang untuk mengetahui situasi di dalam. Chika memaklumi kekhawatiran Niko pada putranya, namun ia sedikit terganggu dengan sikap Niko. “Mas lebih baik duduk. Kita doakan yang terbaik untuk Davan,” Chika memberanikan diri mengutarakan pendapatnya. Tidak ada bantahan dari Niko saat itu. Wajah pasrahnya menurut dengan perintah Chika. Niko menduduknya dirinya di samping Chika. Di letakkan kepalanya di bahu Chika. Chika terkejut dengan tindakan Niko, matanya melotot karena tidak siap. Perlahan, Chika mengangkat tangannya untuk mengusap kepala Niko, ia berharap dengan usapan tangannya, Niko sedikit membuatnya tenang. “Terus berdoa Mas untuk kelancaran operasi Davan,” ucap Chika yang masih mengusap kepala
Siang itu Chika sedang berada di mushola rumah sakit untuk menunaikan ibadah. Sebelumnya, Niko terlebih dahulu melakukan ibadah. Mereka sepakat untuk bergantian karena khawatir jika Davan siuman tidak ada orang yang berada di sisinya. Setelah kewajiban telah di laksanakan, Chika segera kembali ke ruang inap. Chika berjalan dengan santai sambil melihat keadaan rumah sakit tersebut. Terpantau banyak orang berlalu lalang meninggalkan ataupun berdatangan ke rumah sakit. Mungkin karena siang itu adalah waktu jam besuk sehingga banyak orang yang ingin menjenguk orang terdekat mereka. Sesampainya di ruang inap, Chika membuka pintu. Langkah kakinya terhenti ketika di lihatnya seorang wanita berambut pendek sedang asik bercanda dengan Davan. Tidak lupa pria yang berdiri di sampingnya juga ikut tersenyum melihat kelucuan mereka. Pemandangan indah bak keluarga yang bahagia di mata Chika. Dada Chika terasa perih melihat keakra
Saat ini Niko dan Chika sedang berjalan bersama. Pandangan Chika selalu tertuju pada tangannya yang selalu di gandeng oleh Niko. Niko melakukan itu dengan alasan agar Chika tidak kabur dan berjalan lebih cepat. Niko menebak jika Davan urung uringan karena mereka tidak kunjung kembali. “Tante, mama sama papa kenapa belum kembali. Apa mereka meninggalkan Davan sendiri di sini,” ucap Davan sambil menangis ketika Chika masuk ke dalam ruang inap Davan. Tidak tega dengan wajah sembab Davan, Chika mengampiri Davan. “Davan,” ucap Chika lembut. “Mama,” teriak girang Davan melihat Chika telah kembali. Davan mengubah posisinya karena mencoba meraih Chika dalam pelukannya. “Davan tetap di tempat. Davan tidak boleh banyak bergerak karena baru saja operasi,” ujar Chika ngeri melihat Davan yang sudah mulai aktif. Chika khawatir jaitan pasca operasi bisa saja sobek. “Davan kangen mama,
Matahari sudah berganti dengan bulan. Saat itu Chika masih setia menjaga anak sambungnya. Anak sambungnya itu termasuk anak yang cerewet. Banyak pertanyaan yang ia tanyakan pada Chika. Pertanyaan yang termasuk kritis namun untungnya Chika mampu menjawab. Chika terbilang ahli dalam menghadapi anak kecil karena terbiasa menemani ponakannya. Berbicara tentang keponakannya, Chika jadi rindu dengan Galen. Usia Galen tidak jauh berbeda dengan Davan. Galen menjadi ponakan yang bermanfaat bagi Chika. Galen selalu menemaninya ketika hatinya di landa rasa perih dalam menghadapi kepahitan percintaan. Bukan hanya masalah percintaan namun juga masalah lain yang membuat pikirannya pening. Wajah ceria Galen mampu mengalihkan sementara masalahnya. Betapa Chika menyayangi ponakannya itu. Suatu hari nanti, Galen harus bertemu dengan Davan. Situasi di ruangan itu nampak sunyi, hanya ada Chika dan Davan. Belum lama ini Davan kembali tertidur setelah dirinya lelah dengan beribu pertanyaan. Pertanyaan yan
“Apakah selama saya tidak menjaga Davan, kamu pergi kelayapan?” tuduh Niko dengan wajah yang menunjukkan ketidaksukaan dengan sikap Chika. Mendengar pernyataan Niko pada dirinya membuat emosi Chika meninggi. Nafas Chika memburu. Hatinya Chika meradang saat itu. Sekujur tubuhnya mengeluarkan energi panas. Otaknya mendidih ketika tuduhan tidak benar itu mengarah padanya. “Asal anda tahu, saya manusia biasa yang butuh asupan makan. Kalau pun anda memikirkan dan menyediakan makan untuk saya, mungkin saya tidak akan keluar ruangan saat ini. Seharusnya pertanyaan itu untuk anda, mengapa anda kelayapan dari siang sampai larut malam. Apakah anda tidak memikirkan putra anda. Ah, saya pikir anda lebih mengkhawatirkan teman seprofesi anda itu!” balas Chika dengan mata melotot. Jawaban pedas Chika saat itu membuat Niko terkejut. Tutur katanya menunjukkan jika Chika tidak terima dengan tuduhannya. Niko heran mengapa Chika justru lebih galak di bandin
Suara alarm di ponsel membangunkan Chika dari tidurnya. Matanya yang masih terpejam mencoba mengambil ponselnya dengan meraba. Setelah ponselnya berada di tangannya, Chika membuka matanya lalu mematikan alarm itu. Chika mendudukkan dirinya untuk mengumpulkan setengah nyawanya.“Kamu sudah bangun?” tanya Niko yang muncul dari kamar mandi.“Iya Mas,” balas Chika dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka.“Hari ini saya mulai kerja. Tolong bantu saya untuk menjaga Davan,” balas Niko sambil merapikan baju dinas lorengnya.Mendengar apa yang di ucapkan oleh Niko, Chika mengengadahkan kepalanya untuk melihat suaminya itu. Suaminya sudah terlihat rapi dan siap untuk berangkat kerja. Sangat cepat Niko berangkat kerja, suaminya hanya meliburkan diri beberapa hari saja. Mungkin memang resiko seorang Abdi Negara yang tidak bisa seenaknya mengambil cuti pikir Chika.&nb