Part 15Bram sampai rumah sakit jam empat sore, dia sedikit terkejut ketika melihat Dhea sudah ada di kamar perawatan ibunya. "Dhea? Kamu sudah pulang kerja?" sapa lelaki itu."Dhea izin gak jadi kerja, Bang. Dari pagi Dhea ada di sini.""Oh ya?" Ada sedikit penyesalan di dalam diri Bram. Dari tadi dia menahan diri untuk tidak dapat datang ke rumah sakit lebih awal takutnya Dhea tidak ada di sana, tahunya gadis itu sudah dari tadi pagi ada di sana. Rasanya jadi sia-sia membuang waktu."Bagaimana? Sudah siap untuk pulang?" tanya Bram."Iya, ibu juga sudah siap."Tak berapa lama lelaki itu sudah membawa kedua wanita beda usia itu dengan mobil SUV miliknya. Dhea membaringkan ibunya di bangku belakang dengan diganjal sebuah bantal, Dhea sendiri duduk di samping Bram yang memegang kemudi."Di mana rumahmu?" tanya Bram yang kini sudah memasuki sebuah gang, matanya melirik Dhea yang duduk di sebelahnya."Di ujung sana, nomor lima," jawab Dhea."Apa mobil bisa masuk?""Bisa, rumahku, lebih
Part 16"Bukan, Pak. Jumat ini, saya akan mengadakan akad nikah," jawab Dhea dengan menguatkan diri."Apa!? Apa maksudmu, Dhea!? Kamu mau apa!?"Faisal merasa salah dengar dengan apa yang dikatakan gadis di depannya. Lelaki itu menegakkan badannya, ada sisi lain di hatinya yang merasa takut dan tidak siap menerima kenyataan."Jumat ini saya akan menikah, Pak. Jadi saya meminta izin cuti sehari, hari Senin saya akan masuk lagi," ujar Dhea dengan tidak enak hati.Lelaki di hadapan Dhea terdiam dengan wajah kaku, biar bagaimanapun dia sudah terlanjur naksir berat pada gadis muda ini, berita ini tentu saja sedikit banyak sangat mempengaruhi perasaannya.Dhea yang tidak enak hati ditatap seperti itu segera pamit tanpa berlama-lama di ruangan atasannya itu. Faisal yang baru sadar kalau Dhea sudah keluar ruangannya hanya menggeram kesal, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa, statusnya yang masih suami orang tidak bisa membuatnya leluasa mendekati Dhea, gadis itu juga bukan perempuan genit yan
Part 17Suasana kembali canggung. Dhea ingin segera ke ruang ganti dan menghindari lelaki ini, tetapi lelaki ini keburu mendekatinya dengan agresif."Jadi benar kau akan menikah, Dhea? Dengan lelaki tua itu? Kenapa kau menikah dengan lelaki tua? Apa kau sudah tidak laku?"Dhea menghela napas kasar, dia tidak habis pikir, kenapa lelaki itu sudah tahu jika dia akan menikah? Tahu dari mana? Lagi pula kenapa kenapa semua orang seperti Intan juga lelaki ini mengatakan kalau calon suaminya itu lelaki tua, padahal Bram tidak tua-tua amat. Lelaki itu hanya lebih dewasa, lebih matang. Usianya juga sedang di usia puncak sebagai seorang pria, bukan lelaki tua yang sudah manula. Ah, biar saja orang mau bilang apa. Penampilan Bram yang ada di kepala Dhea adalah lelaki yang cukup gagah dengan tubuh proporsional dan atletis, memang dada dan lengannya lebih kekar dari pria sebaya Aryan ini. Tapi itu malah menambah daya tariknya, kan?"Terserah kamu, mau bilang apa juga, Bang. Mungkin jodohku memang
Part 18Setelah salat Zuhur, ada dua mobil yang datang ke rumah kontrakan Dhea. Semua keuarga Intan keluar menyebut kedatangan calon menantu baru mereka. Anak-anak Om Muhtar hanya Candra yang tidak datang. Andra dan Hendra datang bersama istri dan anak-anak mereka, Afkar hanya menelpon jika jam tiga dia akan menyusul.Dhea, Intan dan Paramita tidak ikut keluar menyambut Bram karena kesehatan Paramitha, akhirnya Intan yang mati penasaran tidak bisa melewatkan untuk melihat calon suami Intan. Di halaman rumah Dhea, terlihat di sana enam orang yang berdiri berhadapan dengan keluarga Intan. Seorang lelaki yang masih terlihat muda memakai stelan jas warna hitam, wajahnya cukup tampan, tetapi di sebelahnya bergelayut seorang wanita cantik yang juga masih muda, mungkin mereka suami istri kalau dilihat dari gestur interaksi diantara mereka, selanjutnya di sebelah wanita muda itu terdapat wanita paruh baya yang berpenampilan elegan, sanggul wanita itu terlihat sangat kekinian dengan dihiasi
Part 19Akad nikah terucap dari bibir Bram dengan cepat dan akurat, hanya satu kali lafaz semua saksi sudah mengatakan sah. Secepat dia mempersiapkan pernikahan instan ini, membuat Dhea tidak sadar jika dirinya saat ini sudah menyandang gelar seorang istri. Ketika Bram mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengannya, Dhea justru terbengong, hingga deheman lelaki itu menyadarkannya. Cepat-cepat perempuan yang sudah tidak gadis lagi itu menyambut uluran tangan lelaki yang kini sudah menjadi suaminya dan mencium punggung tangannya dengan takjim. Bram hanya mengelus kepala Dhea sambil membisikkan sebuah doa yang entah apa maknanya Dhea juga tidak paham.Bram menyerahkan bingkisan mahar yang sudah disiapkan oleh Adi. Yaitu atau set perhiasan, dari kalung, gelang dan anting, hanya cincin yang dia keluarkan dan menyematkan ke jari manis wanita itu.Semua keluarga bersyukur dan khausuk memanjatkan doa, Intan justru yang paling antusias menyaksikan pernikahan sepupunya itu. Dari awal sampai a
Part 20Setelah mengantar keluarganya ke bandara, Bram langsung membawa Dhea ke rumah kontrakannya. Paramitha sudah pulang sejak tadi, ketika sampai di rumah, Dhea melihat suster Halimah sudah ada di rumahnya. "Suster Halimah datang sekarang?" tanya Dhea dengan rasa penasaran."Iya, besok pagi kita akan langsung membawa ibu ke Jakarta. Kamu harus bersiap-siap, kita akan terbang pada penerbangan pertama," jawab Bram sambil turun dari dalam mobilnya.Dhea menyusul Bram dengan tergesa, karena baju kebayanya belum diganti, dia terpaksa mengangkat kain kebayanya lebih tinggi agar tidak kesulitan berjalan."Kenapa cepat sekali perginya?" protes gadis itu."Apakah kau tidak ingin ibumu cepat sembuh? Lebih cepat lebih baik, bukan?" Dhea tergagap mendengar perkataan lelaki itu, dia sedikit kesal. Lelaki ini benar-benar selalu mengambil keputusan sendiri tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Semua serba perintah dadakan, lama-lama Dhea bisa mati muda kalau begini."Lagipula siapa yang tidak ing
Part 21Kecanggungan masih meneyelingkupi interaksi kedua orang yang sudah sah menjadi suami istri itu ketika mereka sudah duduk bersama di kabin pesawat kelas bisnis ini. Bram masih saja membuka tab-nya dan mengerjakan sesuatu dengan benda tersebut, tampak serius dan mengabaikan seseorang yang berada di sampingnya.Dhea yang duduk di dekat jendela hanya sesekali memandang ke luar jendela dan sesekali membaca majalah yang sudah tersedia di sana. Ketika bosan dengan kegiatan tersebut, Dhea hanya menatap dan menekuri wajah suaminya yang tampak dari samping.Lelaki itu terlihat begitu tampan dan maskulin, rahangnya yang keras dan tegas itu mengeluarkan aura pemimpin yang mendominasi, sehingga setiap perintah dan perkataan lelaki itu sulit Dhea bantah. Dhea sebenarnya sudah cukup puas memandangi wajah suaminya ketika dia bangun tadi pagi, mendapati lelaki itu tengah mendengkur dengan lelap di sampingnya. Entah jam berapa dia masuk kamar dan berbaring, tetapi hal itu cukup membuat Dhea le
Part 22"Kau, jangan coba-coba mendekati kamar itu, apalagi membukanya! Siapapun tidak aku izinkan untuk menyentuh gagang pintunya, apalagi membukanya, kau bahkan mau menempatinya?" Bram mengatakan semua itu dengan nada emosi, lelaki itu bahkan mengacungkan jari telunjuknya ke arah Dhea sebagai ancaman. Dhea yang melihat reaksi lelaki itu begitu berlebihan tampak terkejut, matanya bahkan membulat sempurna, awalnya Dhea menyangka kemerahan Bram itu karena Dhea yang berniat pisah kamar dengan Bram, tetapi perkataan lelaki itu jelas-jelas marah karena Dhea yang berniat untuk menempati kamar di sebelahnya. Kenapa lelaki itu semarah itu? Kamar siapa sebenarnya itu? Sepertinya banyak misteri yang melingkupi kehidupan lelaki ini. Melihat gadis ini begitu terkejut, Bram menghela napasnya dengan berat, mengatur kembali emosinya yang tiba-tiba saja tidak terkendali. "Dhea ... Sudah kubilang tadi, sebagai suami istri kita harus tinggal satu kamar, bagaimana hubungan kita ada kemajuan jika kita