Share

Bab 4 Perjalanan baru

Ketika sedang dalam perjalanan panjangnya, mereka bertemu dengan makhluk besar buas merangkak dengan keempat kakinya, sedikit lebih besar dari ukuran beruang, sedang lewat berjalan dia seketika melihat mereka. “Tunggu, tetaplah waspada, jangan sampai mengundang perhatiannya,” beri Widar peringatan. Salah satu anggota ingin menghabisinya sedang menarik pedangnya terlihat sedikit keluar dari sarungnya. Berharap ada yang akan ikut menghabisinya. Devior pun melarangnya, “Jangan.”

Mereka menunggu, melihat makhluk itu tetap berdiam posisi, bergerak-gerak memperhatikan mereka. Dari pada merasa menguras tenaga dan waktu untuk melewati jalan lain, mereka pun memutuskan melanjutkan jalannya lewat situ secara perlahan-lahan. Saat melewatinya, makhluk itu seketika bersuara memberi ancaman, sontak salah satu kuda seorang anggota terkejut bersuara sembari mengangkat setengah badannya dengan kedua kakinya ke atas secara miring. Matanya pun menatap kesal makhluk itu. Seketika makhluk itu berlari mengejar mereka. Mereka pun kabur menghindarinya. “Ayo lari!...”

Kemudian salah satu anggota terjatuh karena kudanya jatuh ke jurang kecil, menarik pedangnya, “Lebih baik kita habisi saja dia.” Dia pun maju melawannya. Dia menebas makhluk itu, kemudian diikuti oleh anggota lainnya, mereka semua menghabisi makhluk itu bersamaan, menebasnya dan menombaknya. Makhluk itu mencakar, berusaha mengigit dan mencakar lagi dan lainnya membalasnya. Seketika makhluk itu mati tertancap tombak di lehernya. Lalu melanjutkan perjalanan mereka.

Mereka pun pada akhirnya sampai di pemukiman mereka di Barat sana. Besoknya mereka berbincang seperti biasanya. “Tak ada lembaga mana pun yang membantu golongan seperti pembasmi monster ini, Gridor salah satunya,” Devior menjelaskan pada Khaigor.

Pada tinggi malam, pemukiman terpencil tiba-tiba diserang. Para bandit mulai membuat rusuh di pemukiman, mereka merampok, menjarah, menindas, merusak barang-barang. Seorang pria dewasa datang memberitau Gridor, “Tolong, para bandit menguasai dan merusak tempat kami. Mereka menyerang para warga.”

Widar menegaskan, “Cepat. Ayo kita ke sana...!!!”

Pria itu pun menuntun mereka, sampailah mereka di tempat itu. Mereka melihat kekejaman para bandit-bandit di sana. Para Gridor pun melawan mereka di samping beberapa warga yang berusaha melawan membela diri. Mereka Gridor menyerang kepalanya dengan kapak, para bandit menebas dengan parang bahkan ada yang memanah.

“Dimana pihak kerajaan membantu beserta prajuritnya?” tanya Devior.

“Mereka tak banyak menjelajahi wilayah-wilayah terpencil, termasuk wilayah ini. Jadi kita yang bisa dijangkau. Aku juga berasal dari salah satu Ksatria pihak kerajaan,” jawab Widar.

Mereka berkelahi secara brutal. Bunyi-bunyi gesekan senjata tajam terdengar.

Lalu Khaigor menyerang dengan pedangnya dan menabraknya dengan perisainya sambil menebas wajahnya dengan pedangnya. Bandit itu terjatuh dan helmnya terlepas terlihatlah wajahnya, ”Erox?”

Khaigor seketika terkejut diam, mengenalnya sebab itu adalah teman seprajuritnya dulu. Lalu bandit itu berdiri. Khaigor berkata, “Kau berbuat seperti ini.” Dan dia pun kabur, salah satu anggota Gridor melihatnya, “Kenapa dilepas?” lalu mengejarnya. Khaigor ikut mengejar, “Jangan dia temanku. Ku mohon.” Yang mengejarnya pun menghentikan langkahnya dan menatap ke belakang ke arah Khaigor. “Aku akan menasehatinya nanti. Ku mohon, berilah kesempatan.” Kemudian di belakangnya bandit mulai bergerak menyerangnya dengan kapak. “Awas di belakangmu!!!...” Khaigor pun berbalik dan menahannya dengan perisainya. Kemudian melawannya, lalu diikuti rekannya itu hingga menewaskannya. Mereka membunuh semua bandit di sana yang tersisa. Tersisa salah satu anggota Gridor yang hidup terluka parah tersungkur.

Lalu Widar mengambil sekantong uang dari kantong salah satu bandit yang tewas, “Mereka harus membayar ini. Mereka para bandit, uang ini pasti belum tentu punyanya. Siapa yang peduli, ini sudah menjadi milik kepunyaan tersendiri. Sudah tak lagi dari pemilik aslinya.”

Mereka mengambil harta-harta milik bandit yang telah tewas itu, kecuali Khaigor tersendiri. Dan mereka mengembalikan barang-barang milik warga dirampok, yang bisa diketahui pemilik aslinya yang hanya di pemukiman tersebut.

“Tolong kami, kami takut bila mereka akan kembali nantinya. Bila kami pindah akan terasa cukup sulit bagi kami,” ujar pria yang meminta tolong tadi.

“Bukankah kalian sudah pernah meminta tolong atas masalah perampasan mereka?” tanya Widar. “Dulunya kami pernah meminta tolong, namun saat para pihak keamanan dari kerajaan datang, mereka sudah berhasil kabur lebih dulu. Bahkan ketika mereka datang lagi dulunya, mereka menghalangi jalan-jalan keluar kami, agar tak ada yang bisa kabur dan meminta tolong. Aku tadi bersusah payah melawan mereka agar bisa kabur tuk meminta bantuan,” jawab pria itu.

“Bagaimana yang lain punya solusi lain?” tanya Windar.

“Kita jaga saja daerah di sini tuk sementara waktu,” usul lainnya. “Mereka justru datang ketika tak ada yang menjaga, kalau ada prajurit yang menyamar sebagai warga biasa pun, tak mungkin terus berlama-lama tinggal di sini, tak ada yang tau pasti kapan mereka datang,” ucapnya meragukan.

“Tempat ini terpencil, susah menemukan lokasi keberadaan mereka, pasti lokasi mereka lebih dari satu tempat, berbeda-beda,” pikir Widar. “Sudahlah kita jaga dan awasi saja dulu tempat ini seperti yang dikatakan,” usul Khaigor. “Baiklah,” balas Widar. Yang lain pun menyetujuinya. “Terima kasih, kami masih dalam ketakutan akan ancaman mereka,” balasnya lagi sedikit lega.

“Tak ada satu pun yang menangkapnya?” heran Widar. “Tak ada yang sempat kepikiran tadi menangkapnya hanya beberapa yang terpikirkan, mereka sulit ditangkap, sebagian besar pikiran kita tadi langsung menghabisinya saja,” ujar Gextor.

“Lain kali kita akan coba menangkap salah satunya,” yakin Devior.

Ketika sedang berjalan-jalan Khaigor bertanya pada Widar, “Mengapa mereka mengincar pemukiman ini?”

“Karena ini terpencil dan mempunyai penghasilan dari sumber daya alam yang melimpah tanaman-tanaman berupa kayu bakar, biji-bijian dan buah-buahan. Serta tambang material untuk bahan bangunan. Yang akan diangkut ke perkotaan,” jawab Widar.

“Mereka ingin menguasai tempat ini?” tanyanya lagi.

“Awalnya katanya, mereka meminta uang keamanan, namun mereka semakin keterlaluan dan di antaranya pernah ketahuan mencuri. Warga di sana bersikeras menolaknya, maka terjadilah penindasan dan perampasan semakin menjadi-jadi,” jawabnya.

Mereka berjaga-jaga di sana berhari-hari secara bergantian dibantu dengan pihak prajurit kerajaan. Selagi tak ada waktu berjaga Khaigor mengikuti pelatihan untuk menjadi anggota Gridor.

Khaigor berlatih kemampuan fisik berupa kekuatan, kelincahan dan mental. Dia berlatih dengan menggunakan pedang menangkis dan mencoba menyerang, dan juga ada berlatih menyerang titik-titik vital yang sudah terpasang yang mana bahan-bahan sasaran benda latihan, terbuat dari bulu domba dan jerami.

“Thomas, aku melihat Khaigor di sana. Ini pasti lebih sulit,” resah Erox.

“Kita mengenalnya, dia cukup ahli bertempur dan menyusun strategi sewaktu berperang dulu. Takutnya formasi mereka semakin kuat,” balas Thomas.

“Hei, aku ingin kita menyasar satu orang pria dewasa (Khaigor), tampaknya orang itu sangatlah kuat dan handal. Dia banyak membantai rekan-rekan kita tadi. Takutnya dia akan menemukan keberadaan kita. Kita pakai cara pengendap-endap (assassin),” suruh Erox kepada semua rekannya itu.

“Kau yakin? Sepertinya perkataanmu itu mungkin benar. Aku juga merasa dia lumayan tangguh,” ucap rekan banditnya lainnya.

“Kita serang dia pada malam hari itu juga.”

Ketika pada malam harinya saat bulan sabit. Suara para serigala yang melolong pun terdengar. Khaigor yang mendengar sedang duduk sendirian di dekat api unggun, mengeluarkan gulungan kertasnya yang berupa lukisan bergambarkan lima orang, dia dan sahabatnya, mengingat mereka, dia pun membakarnya ke api unggun tersebut. Kemudian terdengar suara langkah kaki, dia pun merasa cemas dan menyiapkan pedangnya bergerak sedikit melihat sebelahnya. Kemudian ada mata yang bercahaya, sedang berjalan lewat yang ternyata adalah serigala hitam besar. Khaigor terdiam dan waspada, menjaga jarak membiarkannya. Ketika sudah lewat dan beberapa menit kemudian terdengar suara serigala yang sangat keras kesakitan sedang melawan.

Khaigor mendatanginya, berjalan sekian langkah akhirnya menuju ke rawa-rawa gelap dan melihat serigala hitam yang tadi lewat telah mati. Khaigor merasakan adanya bahaya, mengeluarkan pedangnya. Berjalan-jalan, kemudian di sampingnya keluar dari air, kaki raksasa seperti kepiting diiringi dengan suara mengaum. Khaigor menebasnya, menangkisnya dengan pedangnya. Bergegas mengeluarkan perisainya, makhluk itu begitu besar, ke semuanya kakinya seperti kepiting, namun dia bertaring seperti singa, matanya bulat seperti laba-laba dan mempunyai kuping telinga.

Khaigor memotong sebagian kakinya, hingga makhluk itu tak dapat berdiri lagi, dia menikam tubuhnya, memukul makhluk itu dengan mendorong perisainya ke arahnya dan menebasnya.

“Sekarang para serigala melolong, pasti kawanannya berkumpul, berbahaya untuk bertindak sekarang. Lebih baik kita tunda, nanti saja.”

“Jangan. Kita akan kehilangan kesempatan, lagi pula serigala tak akan mengganggu jika dia tak merasa terancam, kita berhati-hati saja.”

Tiba-tiba Khaigor yang sedang sendirian kesakitan terluka diserbu dan diserang oleh beberapa puluh para bandit, Khaigor yang terkejut pun sekuat tenaga melawan dan berteriak meminta bantuan. Serangan pedang, parang dan kapak dari para bandit, berusaha dilawan, dihindari dan ditangkis Khaigor.

Serigala yang berada di situ setelah melihat salah satu kawannya yang tewas, merasa sangat marah mulai menggeram, mengira merekalah yang membunuhnya dan menyerang mereka. Penyerangan terhadap Khaigor pun tiba-tiba terhalang, para serigala dengan ganasnya menyerang dengan mencakar, menggigit, melompat dan menahannya dengan serangan itu, peperangan pun seketika terjadi antar tiga golongan, adanya kesempatan itu Khaigor pun kabur, meminta pertolongan dengan terluka parah.

Gedrix dan beberapa anggota lainnya yang sedang mencari-cari Khaigor memanggil-manggil namanya. Mendengar suaranya meminta tolong, bergegas mereka mencarinya. Mereka pun menemukannya dan langsung menolongnya.

Khaigor dirawat, diobati di rumah warga, luka-lukanya diolesi obat-obatan dia meminum ramuan peringan luka, untuk sementara dia tak dapat menjalani misinya. Seketika dirawat, beberapa kali dia bermimpi dalam tidurnya, dia bersama pasukan berangkat menuju ke medan tempur, dia makan bersama di istana bersama para rekannya dan bangsawan, dia berbincang bersama keempat sahabatnya, serta melihat rumahnya. Dia merindukan negerinya dan masih terbayang-bayang pada dirinya hingga berada di mimpinya.

Gedrix yang masih berjaga-jaga bersama para penjaga lainnya, tetap waspada. Mereka semakin membatasi para warga begitu juga dengan diri mereka dalam menelusuri area, baik dalam jumlah maupun tempat yang didatangi serta hari entah terang, berkabut dan gelap.

Dalam baringannya di kasur, dia melihat sebuah lukisan bergambar dedaunan, akar-akaran, biji-bijian, kayu-kayuan kecil sepertinya itu tanaman herbal dan di bawahnya banyaknya orang-orang beberapa memakai tas punggung, beberapanya lagi memakai topi petani, tampaknya mereka adalah pengelana. Kemungkinan sepertinya lukisan itu adalah bagian dari kisah sejarah pemukiman terpencil ini pikirnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status