Para ronin menembaki Silver dari kejauhan. Pemuda berambut perak itu memutar kedua lengannya hingga membentuk simbol mantra aksara Kalamantra dan tercipta sebuah perisai gaib. Perisai gaib dari sihir bondowoso itu mampu mementalkan semua peluru yang datang ke arahnya.
Gagal dengan senapan, para ronin mencabut pedang dari pinggang masing-masing dan menerjang Silver bersama-sama.
Silver menangkupkan kedua telapak tangannya ke tanah. Energi alam di dalam tanah dan di sekitarnya terserap ke dalam kedua telapak Silver. Dari tangannya memancar cahaya kemerahan. Sihir bondowosonya bekerja dengan cepat membalikkan energi alam yang ada menjadi getaran dahsyat di permukaan tanah.
Silver entakkan telapaknya ke tanah. Duuarr!
Para ronin yang mencoba menyerangnya terlempar ke belakang dan jatuh bergelimpangan. Tubuh mereka hancur dari dalam akibat pukulan sihir bondowoso Silver melalui tanah. Permukaan tanah retak dalam jumlah besar dan memanjang. Udara dingin dan pek
Rion melihat ada sejumput rambut berwarna perak yang dia yakini milik Silver di dalam kantung koin itu.“Jadi... Kau mengikutiku?” Hiji menjadi muak menyadari pasukan mutan itu menguntitnya.“Astaga. Shinsengumi benar-benar kelompok yang merepotkan!” sengih Maitreya. “Tanpa dirimu aku bisa menemukan Rion kapan saja!” bantah Maitreya atas tuduhan Hiji.“Apa yang kau lakukan pada Silver? Di mana dia?” teriak Rion penuh kemarahan.Xavier melindungi gadis itu. Maitreya meyakinkan Xavier dia akan baik-baik saja.“Inilah akibatnya kalau kau keras kepala dan menolak bekerja sama dengan kami!” ujar Maitreya dengan seringainya. “Aku datang untuk menjemputmu, Penyihir Merah! Selama kau bersedia bekerja sama dan menyerahkan kekuatanmu pada kami, maka semua akan baik-baik saja!” bujuknya.Rion maju selangkah. Hiji menahan lengan pemuda itu dan menggeleng tipis.Rion menyentak
Seluruh tabung pecah berkeping-keping. Lantai laboratorium bawah tanah itu terendam cairan dari dalam tabung. Lampu gas padam seketika. Rion dengan mata burung malamnya mulai berlarian mencari keberadaan Silver. Dia membalik dan mencari setiap tubuh yang tergeletak di lantai dan di dalam tabung.“Kau mencariku, Tuan?” ujar sebuah suara dengan seringai khasnya.Rion yang berlutut segera berbalik badan. Ada cahaya redup dari salah satu lampu gas yang tersisa. Lampu itu menerangi sosok yang menyapanya dengan sangat jelas. Silver berdiri di belakang Rion sambil memegangi dadanya yang telanjang. Dia hanya mengenakan celana hitam panjang.“Brengsek! Dari man saja kau?” teriak Rion marah yang sebenarnya dia ingin sekali menangis lega.“Ayolah, aku tak akan mati semudah itu. Lihat, racun di tubuhku sudah menghilang.”“Apa yang terjadi?” Rion bangkit dan memeriksa setiap bagian tubuh Silver yang tak terlindung
Sekawanan burung gagak tengah bertengger di pohon persik. Cahaya senja menyorot dari celah-celah batang pohon yang saling mencuat.Kraak! Kraak! Gagak-gagak itu berkaok cukup keras. Sekawanannya yang lain ikut berdatangan. Mereka mendarat di bawah pohon persik mengintai seseorang yang berbaring hampir mati di sana.Gagak-gagak yang mendekati tubuh berselimut semak dan dedaunan kering itu seketika berterbangan. Seseorang berjalan mendekat dan membuat mereka semua ketakutan.“Hei!” panggil orang itu pada sosok yang berbaring telungkup di tanah.Di kejauhan samar terlihat garis cakrawala yang menelan mentari hingga laut berwarna jingga. Batas antara lautan dan langit itu terlihat tenang dari bukit tempat sosok itu berjalan.“Jawablah jika kau bisa mendengarku!” teriak pria itu dengan suara serak dan besarnya.Sosok yang berbaring di antara rimbun dedaunan dan semak itu perlahan membuka matanya. Pandangan pertama yang dia tangkap adalah sepasang sandal jerami dan kaki yang terbalut kasut
Malam pekat berkabut di dalam hutan bambu yang lebat. Di balik awan tebal yang berarak, tampak sebagian bulan purnama yang belum sempurna. Suasana di hutan bambu itu itu sangat tegang, dingin, dan aura kegelapannya sangat pekat.Langkah-langkah kaki terdengar saling bergerisik akibat gesekan ujung celana dengan dedaunan di dalam hutan. Tapak-tapak sandal jerami terdengar berkecipak di antara genangan air dan kubangan lumpur akibat tanah yang basah.Dua puluh pria berpedang dan membawa lentera di tangan berlarian di dalam hutan bambu untuk menyelamakan diri. Lentera yang mereka bawa berayun-ayun. Tanah yang mereka pijak bergetar.Brak!Sebuah lentera milik salah satu pria terjatuh ke tanah. Api membakar lentera itu seketika. Sang pria pemilik lentera membuka mata dengan sangat lebar hingga pembuluh darahnya bertonjolan di bagian putih mata.Kraak! Kraakk!Sejumlah gagak berterbangan meninggalk
“Di mana aku?” ujar Karuna kebingungan.Seekor kuda mengendus wajahnya. Napas bau dan basah kuda mengenai wajah pria itu. Dia hanya bisa mengerjap dan menghirup aroma kotoran kuda serta jerami basah. Tubuhnya kaku tak bisa bergerak tapi rasa sakit menjalar di setiap permukaan kulitnya. Dia menggigil. Kabut tebal menyelimuti kandang kuda yang terbuka.“Orang gila!” teriak salah satu penjaga istal yang datang membawa setumpuk jerami.Karuna berusaha duduk meski kepalanya sakit luar biasa. Dia mengangkat tangan yang gemetar di depan matanya.Buk!Karuna rebah lagi ke tumpukan jerami basah. Seseorang menendangnya dari belakang. Pria berwajah cantik itu menunduk dan menjambak rambut Karuna hingga terdongak.“Kudengar kau yang akan pergi ke Gunung Iblis? Aku akan meletakkan mataku di depanmu! Kau hanya perlu mengikuti perintahku karena aku yang akan pergi ke sana bersa
“Kau... Kau membunuh dia!” teriak Tuan Zhu penuh kemarahan. “Kau bajingan! Kenapa kau melakukan itu?” Tuan Zhu berjalan dengan pedang tergenggam kuat di tangan.Dia bersiap mengayunkan pedang pada Karuna dan saat itu juga Chyou menghalangi.“Tuan Besar, tunggu! Saya yakin ini salah paham. Bukan Karuna pelakunya. Dia ada bersama saya sejak sore.”“Tuan Zhu,” sergah salah satu siswa kultivasi yang hadir di sana. “Daging dan cairan anakmu disedot sampai kering. Dia pasti dibunuh oleh iblis. Tak ada manusia yang bisa melakukan hal seperti ini.”“Tidak! Dia pasti yang membunuh anakku! Dia iblisnya!” jerit Tuan Zhu menolak penjelasan apa pun.“Kenapa aku membunuh putramu, Tuan Zhu? Tak ada keuntungan untukku dengan melakukan itu!” bantah Karuna dengan tenang dan santai.“Kau...,” tuding Tuan Zhu kesal. &
Para siswa kultivasi itu bersiaga. Dua orang mendekati sang asisten rumah tangga yang mati dan akan menutupi jasadnya. Akan tetapi, dada pria itu berlubang sangat besar. Organ di dalamnya hilang sama sekali. Mereka terkejut.“Kenapa bisa begini? Tuan Muda Changyi baik-baik saja. Tubuhnya utuh hanya cairan dan jiwanya yang disedot sampai kering.”Jedug! Jedug!Karuna yang bersembunyi di balik semak tak jauh dari halaman belakang rumah Tuan Zhu menjadi gelisah. Jantungnya berdebar kencang. Dia bisa merasakan kapara miliknya terasa sangat dekat.“Di mana dia? Setelah keluar dari tubuh si asisten rumah tangga dan sekarang....” Karuna berlari melihat situasi di halaman lebih dekat. Dia mengikuti debaran jantungnya yang semakin menguat.Di belakang dua siswa kultivasi itu, mereka melihat keanehan. Chyou berteriak dan menjerit karena melihat Tuan Zhu menjadi aneh.“Ada
“Kakak Tertua?” kejut para siswa itu dengan wajah berseri-seri.“Nona Lilian, terima kasih sudah datang!” Mereka memberi salam dan hormat.“Bukan waktunya untuk bersapa. Kita harus hentikan energi gelap ini!” Gadis itu mencabut tiga anak panah dari punggungnya dan menembakkan ke arah Tuan Zhu. Anak panah yang melesat mengeluarkan cahaya kebiruan dan membelah menjadi ratusan jumlahnya.“Dia kultivator yang kuat! Energinya terpampang dengan sangat jelas,” gumam Karuna. “Aku bisa ketahuan jika terus di sini. Sebaiknya, aku pergi. Segel pelindung itu juga sudah rusak. Kapara pasti akan kembali padaku meski tidak sekarang!”Karuna menyelinap pergi ke istal kuda di belakang dan menaiki kuda betina nakal satu-satunya yang ada di sana. Dia berkuda seperi orang gila. Karuna hanya ingin pergi dari sana secepatnya.“Aku benci berurusan dengan