공유

Ancaman dari Aretha

Wanda memegangi pipinya yang terasa panas, akibat tamparan dari Aretha. Ia tidak menyangka jika wanita di hadapannya akan seberani itu, Wanda pikir Aretha akan diam, tapi kenyataannya tidak. Wanda masih memegangi pipinya, rasa panas yang langsung menjalar, membuatnya merasa kesakitan.

"Sekali lagi kamu memfitnahku seperti itu, kamu akan tahu sendiri akibatnya. Bahkan aku tidak segan-segan untuk melemparmu ke penjara," ucap Aretha, yang mungkin lebih tepatnya sebagai ancaman. Seketika mata Wanda melotot, ia tidak ingin masuk penjara hanya gara-gara masalah sepele.

"Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, rumahku bisa kotor kalau sampai diinjak oleh wanita sepertimu." Aretha mengusir Wanda, bahkan melarang wanita itu untuk masuk dan menginjakkan kaki di rumahnya.

"Kamu lihat saja nanti, kamu akan menyesal." Setelah mengatakan itu Wanda meninggalkan rumah Aretha. Wanita itu melangkah seraya terus memegangi pipinya yang masih terasa sakit.

Aretha menghela napas, rupanya ia tidak bisa diam saja seperti sekarang ini. Kemarin Akbar yang datang, sekarang Wanda, apa mungkin nanti giliran ibu mertuanya. Aretha menggeleng, lalu menutup pintu rumahnya sampai rapat, setelah itu ia melangkah masuk ke dalam. Aretha harus memikirkan langkah selanjutnya.

Di lain tempat saat ini Akbar dan ibunya tengah pusing, hutang yang begitu banyak tapi tak ada uang sepeserpun untuk melunasinya. Ibu dan anak itu terus berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang yang banyak. Akbar tidak ingin masuk penjara hanya gara-gara hutang.

"Bu kita jual saja motornya bagaimana?" tanya Akbar. Ia memberikan saran untuk menjual motor yang baru tiga bulan mereka beli. Tentunya dengan uang hasil keringat Aretha.

"Kok dijual, baru tiga bulan kita beli." Lidya nampak tidak setuju dengan saran yang putranya berikan.

"Ibu mau kita masuk penjara iya." Akbar menatap mata ibunya, saat ini memang tidak ada pilihan lain selain menjual motor tersebut.

"Memangnya tidak ada cara yang lain lagi," ucap Lidya.

"Nggak ada, bu. Itupun masih kurang," sahut Akbar. Jika nanti masih kurang, ia berencana untuk meminta ibunya menjual beberapa perhiasan yang telah dibelinya.

"Ya sudah terserah kamu, ibu nggak mau pusing." Lidya pasrah dan menyerahkan semuanya kepada putranya.

"Ya sudah, sekarang juga akan Akbar urus," ujar Akbar. Lelaki itu bangkit dari duduknya dan bersiap untuk mengurus penjualan motor miliknya. Sebenarnya ia juga sayang jika motor yang baru tiga bulan itu dijual, tapi Akbar tidak punya pilihan lain.

***

Seminggu telah berlalu, Aretha berencana akan kembali lagi ke luar negeri. Awalnya ia akan kembali setelah resmi bercerai dengan Akbar. Tetapi Reynand sudah menyuruhnya untuk segera kembali, Alice terus mencarinya. Hal tersebut membuat Aretha tidak merasa enak hati karena terlalu lama di Indonesia.

Sedangkan untuk proses perceraiannya, nanti akan Aretha serahkan kepada pengacara, dan tentunya dengan bantuan Reynand. Namun sebelum kembali ke luar negeri, Aretha berniat untuk datang ke rumah ibu mertuanya. Ia ingin sekali berkunjung ke sana dan memberi mereka sedikit kejutan kecil.

"Akhirnya sampai juga," ucap Aretha ketika ia sudah sampai di depan rumah ibu mertuanya. Wanita itu berdiri cukup lama, memandang rumah yang ada di hadapannya itu.

"Mungkin kalau, bu Nurul tidak memberitahuku. Bukan hanya rumah ini yang akan dibangun, tapi masih banyak lagi." Aretha bergumam. Rasanya miris ketika mengingatnya, Aretha yang bekerja keras di negeri orang, tapi suami dan ibu mertuanya yang menikmati. Mungkin lebih tepatnya dimanfaatkan.

Setelah itu Aretha melangkah menuju teras rumah, ketika hendak memencet bel. Tiba-tiba pintu terbuka, seorang wanita berdiri di hadapan Aretha, yang tak lain adalah Lidya. Wanita yang usianya sekitar lima puluh tahunan itu menatap sinis ke arah Aretha, menantunya.

"Kamu, untuk apa datang ke sini?" tanya Lidya dengan penuh kesombongan.

Aretha tersenyum. "Kedatangan aku ke sini karena ada perlu."

"Perlu apa." Lidya melangkah masuk ke dalam dan diikuti oleh Aretha. Setibanya di dalam, mereka duduk di sofa, Akbar yang samar-samar mendengar suara istrinya, gegas keluar.

"Aretha, kamu." Akbar melangkah menuju istrinya dan duduk di sebelah ibunya.

"Sekarang katakan, kedatangan kamu ke sini karena ada perlu apa." Lidya mengulang pertanyaannya.

"Ok langsung ke intinya saja, kedatangan aku ke sini untuk meminta rumah ini. Karena rumah ini dibangun menggunakan uangku, jadi aku punya hak atas rumah ini," ungkap Aretha. Seketika Lidya terdiam, lalu tiba-tiba tertawa.

"Heh, ini rumah saya. Jadi kamu tidak punya hak apa-apa, ya walaupun dibangun menggunakan uang kamu. Anggap saja ini sebagai bakti kamu kepada saya, yang statusnya ibu mertua kamu," sahut Lidya. Seketika Aretha menggelengkan kepalanya, tak habis pikir, bisa-bisanya ia punya ibu mertua seperti Lidya.

"Tapi aku tidak rela uangku digunakan untuk membangun rumah ini, apa lagi tanpa sepengetahuan aku. Sekarang, ibu pilih. Menyerahkan rumah ini dan kalian semua keluar atau mengembalikan uang yang sudah kalian pakai," ujar Aretha. Wanita itu tak segan-segan memberikan pilihan yang cukup sulit. Aretha tahu, suami dan ibu mertuanya tidak akan mau keluar dari rumah tersebut, apa lagi untuk mengembalikan uang yang sudah terpakai.

"Kamu sudah gil*, ini rumah saya dan saya tidak akan pernah keluar dari rumah ini. Dan untuk uang, bukankah kamu sendiri yang memberikannya kepada Akbar. Jadi terserah kami dong uang itu mau diapakan," sahut Lidya, ia tidak terima dengan pilihan yang Aretha ajukan.

"Aretha kamu jangan aneh-aneh deh. Lebih baik kita damai, kamu bisa kok tinggal di sini," sela Akbar. Ada kesempatan untuk membujuk istrinya agar mau membatalkan rencana perceraian mereka.

"Apa yang Akbar katakan itu benar, kamu bisa kok tinggal di sini. Setelah itu kamu bisa kembali bekerja di luar negeri, untuk mencari uang. Dengan begitu kita .... "

"Aku enggak sudi ya untuk tinggal bersama dengan benalu seperti kalian. Apa lagi kembali bekerja, karena aku tahu kalian hanya ingin menjadikanku sebagai mesin ATM." Aretha memotong ucapan ibu mertuanya, seketika Lidya dan Akbar diam.

"Aku peringatkan sekali lagi, kalian angkat kaki dari rumah ini, atau mengembalikan uang yang sudah dipakai. Kalau kalian tidak mau, maka aku akan menyuruh orang untuk menghancurkan rumah ini, rata dengan tanah," ancamnya. Seketika mata Lidya dan Akbar melotot, mereka tak akan rela jika rumah yang sudah dibangun itu dihancurkan begitu saja.

댓글 (1)
goodnovel comment avatar
Nana
Ceritanya realistis banget shg aku suka membacanya...
댓글 모두 보기

관련 챕터

최신 챕터

DMCA.com Protection Status