Aretha sangat terkejut mendengar ucapan majikannya, tega-teganya Akbar membakar rumahnya. Apa gara-gara ancaman yang Aretha tujukan, sehingga suaminya tega melakukan hal tersebut. Aretha menggeleng, seperti tidak percaya, namun semua itu kenyataan, jika Akbar sudah melakukan kejahatan.Selang beberapa menit, ponsel Aretha bergetar, wanita itu sedikit tersentak. Aretha melirik benda pipih miliknya, lalu mengambilnya. Saat dicek, tertera nama ibu Nurul pada layar ponsel, dengan segera Aretha membuka pesan yang dikirim oleh tetangganya itu.@Ibu Nurul[Aretha, rumahmu kebakaran. Hampir semuanya dilalap oleh api]Aretha terdiam usai membaca pesan yang tetangganya itu kirim. Bukan hanya pesan, tetapi ada beberapa foto dan juga video. Banyak tetangga yang membantu untuk memadamkannya, bahkan terlihat jika sudah ada petugas pemadam kebakaran yang menanganinya.@Aretha[Astaghfirullah, kenapa bisa sampai kebakaran. Apa, ibu tahu penyebab atau pelakunya]@Ibu Nurul[Ibu belum tahu, tapi polisi
Mobil yang membawa Akbar sudah melaju pergi, begitu juga dengan mobil yang membawa Aretha. Ia memang datang bersama majikannya, namun Reynand memilih untuk menunggu di mobil. Jika ikut keluar khawatir akan menambah masalah untuk Aretha. Setelah mereka pergi, Wanda dan Lidya mondar-mandir tak jelas di ruang tamu. Mereka tidak mau jika harus angkat kaki dari rumah tersebut."Bu, bagaimana ini. Kalau Aretha benar-benar akan mengusir kita. Lalu kita akan tinggal di mana?" tanya Wanda dengan raut wajah khawatir."Ibu juga tidak tahu, ibu bingung." Lidya menggeleng. Apa mungkin ini balasan untuk perbuatannya yang sudah dzolim terhadap menantunya sendiri.Lidya menjatuhkan bobotnya di sofa ruang tamu, wanita itu memijit pelipisnya yang terasa pusing. Kalau Akbar benar-benar ditahan, lalu bagaimana dengan nasib dirinya dan juga Wanda. Bukan itu saja, Lidya juga khawatir jika nantinya Aretha benar-benar datang dan mengusirnya. Ia tidak mau kalau harus meninggalkan rumah mewahnya itu."Bu, apa
"Aretha, kamu sudah gil* ya. Kamu mau membuat ibu mertuamu sendiri jadi gelandangan." Lidya menatap tajam ke arah menantunya itu. Ia sangat berharap agar Aretha mau mengurungkan niatnya itu."Kalau begitu silahkan kalian angkat kaki dari rumah ini," ujar Aretha. Orang seperti ibu mertuanya memang harus diberi pelajaran. Gertakan saja ternyata tidak cukup, tapi harus dengan tindakan."Saya tidak mau pergi dari rumah ini, ini rumah saya. Saya yang sudah membangunnya, jadi kamu jangan seenaknya mengusir saya," ujar Lidya dengan nada suara naik satu oktaf. Mendengar itu Aretha justru mengerutkan keningnya."Aretha, kalau kami pergi dari rumah ini, lalu kami mau tinggal di mana. Kamu jangan sembarangan dong jadi orang, dan asal kamu tahu. Ibu itu masih menjadi ibu mertua kamu." Wanda angkat bicara, sedari tadi wanita itu diam dan akhirnya sekarang bersuara."Ya kamu memang benar, karena aku dan mas Akbar belum resmi bercerai. Tapi tidak lama lagi, pengadilan akan memutuskannya," ujar Areth
"Sepertinya tidak ada salahnya juga kalau aku terima ibu untuk tinggal di sini." Aretha bergumam. Mungkin dengan ibu mertuanya tinggal bersama, Aretha akan mudah untuk membalik nama sertifikat rumah tersebut."Aretha, bagaimana?" tanya Lidya. "Boleh, tapi dengan syarat," jawab Aretha. Seketika Lidya tersenyum saat mendengar kalau menantunya mengijinkan dirinya untuk tinggal bersama."Apa syaratnya?" tanya Lidya. Berharap syarat yang Aretha berikan tidak berat."Mudah kok, ibu cukup mengganti sertifikat rumah ini menjadi atas namaku, bagaimana." Jawaban yang Aretha berikan cukup membuat Lidya bungkam dan juga terkejut. Wanita itu berusaha untuk berpikir dan mencari jalan keluarnya, tapi rasanya tidak ada kecuali menuruti keinginan Aretha.Sedangkan diam-diam Aretha memperhatikan raut wajah ibu mertuanya yang tengah berpikir. Ia yakin kalau ibu mertuanya pasti terkejut mendengar syarat yang Aretha berikan. Aretha ingin tahu, apakah wanita yang ada di hadapannya itu bersedia memenuhi sy
"Kamu nuduh aku." Wanda menatap Aretha dengan tatapan mata yang tajam. Wajahnya sudah merah padam, lantaran menahan amarah. Sedangkan Akbar masih diam, ia memang merasa ada kejanggalan pada istrinya itu.Aretha tersenyum. "Aku enggak nuduh kok, tapi kalau merasa ya syukur deh.""Itu sama saja kamu nuduh, dasar mandul. Kamu tidak akan pernah bahagia, apa lagi dengan kondisimu yang mandul ini," ejeknya. Wanda tersenyum puas, tetapi Aretha hanya diam untuk menanggapinya."Aretha lebih baik kita pulang sekarang saja, Alice udah nyariin kamu terus," ujar Reynand untuk menghindari perdebatan antara Aretha dan Wanda."Iya. Kami permisi dulu ya." Aretha segera masuk ke dalam mobil dan diikuti oleh Reynand. Setelah itu perlahan mobil melaju meninggalkan tempat tersebut."Enggak usah dilihatin terus dong, mas. Udah mantan juga," tegurnya. Wanda merasa cemburu dan tidak suka saat melihat suaminya yang masih saja peduli dengan mantan istrinya itu."Lebih baik kita pulang sekarang saja, ibu udah c
"Kamu pasti bingung, Mas. Kenapa aku bisa duduk di sini." Aretha membatin, sementara Akbar masih diam dengan raut wajah kebingungan. "Kamu sekarang berubah ya," ujar Akbar seraya menatap mantan istrinya dengan tatapan tak percaya. Bahkan lelaki itu kembali menggelengkan kepalanya, rasanya ia tidak percaya dengan apa yang Akbar lihat saat ini.Aretha menghela napas. "Tolong, di sini untuk membahas pekerjaan, bukan membahas masalah pribadi."Akbar membuang muka, kesal dan marah berubah menjadi satu. Setelah itu Akbar menghembuskan napas, berusaha untuk menahan sabar. Sementara Aretha menahan tawanya saat melihat ekpresi wajah mantan suaminya."Kamu memang sombong, ok mungkin sekarang kamu menang. Tapi aku akan buktikan kalau kamu akan hancur dan setelah itu kamu akan meminta kembali lagi padaku." Setelah mengatakan itu Akbar memutuskan untuk pergi. Malu rasanya jika harus bekerja satu kantor dengan mantan istri. Terlebih posisi Aretha yang sebagai pemimpin."Dasar sombong, mau dikasih
"Mas kamu kenapa?" tanya Wanda dengan raut wajah ketakutan. Tatapan mata suaminya bak singa kelaparan yang siap menerkam."Kamu tanya kenapa, apa kamu tidak bisa melihat ini." Akbar menunjukkan foto serta video tersebut tepat di hadapan istrinya."Ternyata benar apa yang Aretha katakan, kalau kamu menyewa pengacara dengan cara yang salah. Kamu membayarnya dengan ... tubuhmu," ujar Akbar. Sontak Wanda bungkam, ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Lidahnya tiba-tiba terasa kelu, tetapi hatinya terasa sakit ketika mendengar suaminya menyebut nama mantan istrinya."Aku nggak suka kamu nyebut-nyebut nama mantan istrimu itu, mas. Gara-gara dia hubungan kita jadi seperti ini, dia yang sudah menyebabkan .... ""Diam kamu! Seharusnya kamu introspeksi diri, bukannya menyalahkan orang lain. Lagi pula apa yang aku katakan benar kok, jika dibandingkan Aretha itu jauh lebih baik dari pada dengan kamu." Akbar memotong ucapan istrinya, seketika Wanda terkejut ketika mendengar hal tersebut. Terlebih
"Mas tunggu." Wanda berlari mengejar Akbar."Mas tunggu, kamu tidak bisa menjatuhkan talak begitu saja." Wanda menarik bahu Akbar. Namun hati yang sudah dikuasai oleh api kemarahan membuat lelaki itu langsung mengibaskan tangan Wanda.Bruk, tubuh Wanda oleng dan terjatuh lantaran Akbar terlalu keras ketika mengibaskan tangan wanita itu. Wanda memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa sangat sakit. Akbar yang melihat itu seketika terdiam, ada rasa khawatir dalam hati dan juga pikirannya."Mas sakit." Wanda memegangi perutnya seraya terus merintih kesakitan."Akbar, Wanda kenapa." Lidya yang melihatnya seketika berlari menghampiri menantunya itu. Walaupun ia tahu bagaimana kelakuan Wanda, tetapi Lidya tetap merasa kasihan."Bu, perut aku sakit banget." Wanda terus merintih kesakitan."Akbar, ayo cepat bawa Wanda ke rumah sakit," titah Lidya. Dengan sedikit terpaksa Akbar menuruti perintah ibunya. Lelaki itu mengangkat tubuh Wanda dan membawanya ke luar.Kini mereka sudah dalam perjalanan