Share

PERNIKAHAN WARISAN
PERNIKAHAN WARISAN
Penulis: susi

1.

"Tika, Raptor hari sabtu manggung di kampus kan, kita pakai baju apa bagusnya?" Tiwi merangkul sahabatnya Tika.

"Gimana kalau pulang kuliah nanti kita mampir ke mall, sepertinya ada diskon, lumayan kan." jawab Tika semangat.

"Kalian kan kuliah buat jadi desainer, baju masih aja beli gak jelas." celetuk Ranti yang duduk di belakang kedua sahabatnya itu. "Lagian apa itu Raptor, kumpulan bangsa dinaosaurus, jaman purba?"

"Kamu yang dari purbakala, seluruh kampus juga tahu, siapa itu Raptor. " jawab Tika ketus.

Tiba-tiba dari samping Marlina datang langsung mengambil handphone Tika, dia menggoda dua sahabatnya yang menjadi fans berat grup Band Raptor. Marlina berlarian mengelilingi kelas sambil menghindar dari kejaran Tika dan Tiwi.

"Hehhh...., Marlina kembalikan HP ku, awas kau!!!" Tika berteriak sambil mengejar Marlina.

"Kalian kenapa seperti anak kecil, lagian mau seperti apa kalian berpakaian itu dinosaurus juga gak akan melihat kalian." Ranti bergegas menarik tangan Marlina, sehingga Tika bisa mengambil kembali Hp dari tangan Marlina.

"Kalian berdua yang tidak memiliki selera yang bagus, dari semua anak cewek di kampus ini, mungkin hanya kalian berdua yang tidak tertarik dengan Raptor." jawab Tiwi sambil duduk di bangku depan Ranti dan Marlina.

"Marlina, bukankah kamu seharusnya mengmabil barang di ruang penyimpanan?" Ranti mengingatkan.

Tanpa menjawab sepatah katapun, Marlina langsung bergegas lari meninggalkan kelas. Dia harus menuju ruang penyimpanan bahan kain. Dia melewati ruang musik, ruangan itu terlihat begitu mewah. Marlina pun penasaran apa saja yang ada di dalam ruangan itu. Dia mencoba mengintip dari bilik kaca di pintu.

"Bagaiman kalau kita menikah saja?" terdengar suara laki-laki dari dalam ruangan itu.

"Apa yang kau katakan?" jawab seorang wanita.

"Apa kau tidak mendengarkan? Aku sedang melamarmu sekarang." sahut laki-laki itu.

Marlina pun sangat penasaran, siapa orang yang sedang berada didalam ruangan itu. Dia mengendap-endap mencoba membuka sedikit pintu masuk yang memang sudah sedikit terbuka.

"Oh! bukankah Kelana, vokalis grup band terkenal itu?" dalam hati Marlina berkata.

"Kamu bercanda, kita masih menjadi mahasiswa. Apa yang kamu pikirkan? apa maksudmu dengan menikah?" suara wanita itu semakin terdengar jelas.

"Kamu tahu aku kuliah disini hanya untuk mengulur waktu saja kan? Aku adalah penerus satu-satunya di perusahaan keluargaku. Aku mungkin akan dinikahkan dengan wanita yang sudah ditentukan oleh orangtuaku." jelas Kelana. "Kecuali aku mengatakan sendiri kalau aku memiliki gadis yang aku pilih sendiri untuk menikah denganku. Lagipula kita adalah teman baik, kita sudah saling mengenal. Akan lebih baik menikah denganmu daripada menikah dengan wanita yang belum aku kenal."

"Aku tidak ingin merusak persahabatan kita dengan hal semacam ini. Dan juga kehidupan kalangan sosialita kelas atas dengan tanggung jawab dan kehidupan yang membosankan." sang wanita menjawab dengan penuh kharisma." Dan kaupun pasti juga tahu, mimpiku adalah ingin menjadi seorang pianis yang terkenal. Aku akan berusaha dengan baik, dan tidak ingin menyerah sekarang. Jika aku menjadi seorang istri dari pewaris perusahaan besar, itu artinya aku akan menyerah dari semua usahaku itu?"

Marlina kagum dengan jawaban sang wanita, dia begitu dingin namun berkelas saat menolak ajakan Kelana. Namun dia melihat ada raut kesedihan dimata Kelana. 

Tiba-tiba HP marlina berdering cukup keras, hingga Kelana dan sang wanita itupun kaget mendengar ada suara asing. Kelana langsung melihat kearah sumber suara, dia melihat ada seseorang berdiri diambang pintu. Kelana langsung bergegas berlari, begitupun Marlina langsung bergegas menjauh meninggalkan dua sejoli itu.

"Hei, berhenti!!! Siapa kau?!" Kelana berteriak mencoba menghentikan langkah Marlina.

"Aku, tidak mendengar apapun. Aku sedikit tuli!" Marlina mencoba menghindar. Dia kembali mencoba berlari menjauh dari ruangan itu. 

"Siapa dia, apakah dia mendengar semua percakapan kita tadi?" Kanaya muncul dari dalam ruangan.

"Entahlah, semoga dia tidak mengenal siapa kamu." Kelana mencoba menenangkan Kanaya.

-

Pada saat perjalanan pulang, Kelana melihat Marlina duduk ditaman kampus. Dia ingat betul Marlina adalah orang yang menguping pembicaraannya denga Kanaya. Perempuan dengan rambut di tusuk dengan pensil, memakai rok mini tapi masih memakai celana olahraga panjang. Kelana langsung memarkirkan motornya dan bergegas menghampiri Marlina.

"Ini mungkin akan menjadi gosip buatmu, namun ini adalah hal yang serius bagiku." Kelana berdiri di depan Marlina.

"Ada apa denganmu, aku sudah bilang tidak akan bilang kepada siapapun." Jawab Marlina kesal.

"Berarti memang benar kamu mendengar sesuatu. Dengar Jika kau menyebarkan gosip yang bahkan kau tidak tahu kebenarannya. Bukan hanya aku, kau pun akan dalam bahaya." Kelana mencoba mengingatkan Marlina dan berlalu meninggalkannya.

-

Marlina melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah. Rasanya hari ini di kampus sangat melelahkan. Di dalam rumah tampak sepi, dia kemudian menuju halaman belakang rumah. Nampak ibunya sedang duduk mengupas sayuran. Dia melihat raut wajah ibunya yang murung. Memang akhir-akhir ini Ayah dan Ibunya sering bertengkar.

"Ibu, apakah Ibu berfikiran untuk bercerai dari ayah. Ayolah Ibu, ini tidak lucu. Hatiku merasa sedih setiap kali memikirkan itu." Marlina langsung memeluk Ibunya.

"Ibu do'a kan aku agar bisa menjadi seorang desainer yang sukses. Jika nanti aku terkenal dan sukses, Ibu tidak perlu lagi merasakan hal-hal yang menyedihkan. Aku berjanji." Marlina mencoba meyakinkan ibunya dengan menggenggam tangan ibunya.

"Ibu, bisakah kau membelikanku mesin jahit yang baru? tolonglah." Marlina meminta dengan manja.

"Sudahlah, jangan kamu menambah tekanan hidup Ibu. Sudah sana masuk, kamarmu Ibu lihat tadi terlihat sangat berantakan. Kamu ini anak gadis, harusnya kamarmu itu rapi, wangi." Ibu Marlina mendorong tubuh anaknya untuk berdiri dan segera masuk ke dalam rumah.

Marlina paling malas kalau harus membersihkan kamarnya. Dia berprinsip jika orang yang jenius adalah orang yang memilki kamar yang berantakan. Dia berjalan menuju kamarnya, namun dia melihat ayahnya sedang mengobrak-abrik lemari. Nampak ayah Marlina mengeluarkan semua isi lemari.

"Ayah sedang apa? Kenapa isi lemari ayah berantakin?" Marlina mencoba mengagetkan ayahnya.

"Ahhhh kau ini, ayah sedang mencari harta karun. Aku benar-benar tidak dapat menemukannya." Terlihat muka Ayah cukup frustasi.

"Kenapa? Ayah kehilangan sesuatu?" Marlina mencoba menenangkan Ayahnya.

"Iya sebuah cincin peninggalan kakekmu. Dia memberikan kepada Ayah sebelum meninggal." Jawab Ayah

"Apakah benda yang Ayah maksud yang itu?" Marlina menunjuk ke arah kalender yang tertempel di dinding.

"Ya Tuhan, memang benar itu. Kau memang malaikat penolong ku." Ayah berteriak lalu berlari menuju kalender. Terlihat ada sebuah cincin di jadikan pengait agar kalender bisa menempel pada paku.

"Ibu, lihat ini. Kita selamat, akhirnya kebahagiaan datang ke dalam rumah ini. Ayahku memang tidak berbohong. Ibuuu.... cepat kesini." Ayah berteriak kegirangan.

"Apa, mana cincin itu. Wahhhh lihat cincin itu terlihat bersinar, seperti anak kita." Ibu tak kalah gembiranya dengan Ayah. Mereka melompat sambil berpelukan. Suasana rumah yang awalnya sepi menjadi sangat ramai dengan teriakan Ibu dan Ayah. Marlina masih bingung dengan tingkah laku Ibu dan Ayahnya. Dia hanya ikut tertawa mengikuti suasana rumah yang tiba-tiba berubah.

-

Kelana sampai di rumah dengan suasana hati yang masih kacau. Dia masih terpikir dengan ucapan kekasihnya Kanaya, yang dengan jelas menolak lamarannya. Ditambah dengan percakapan mereka terdengar oleh Marlina. Cepat atau lambat pasti gosip akan menyebar dan membuatnya repot. Kelana masuk ke dalam rumahnya. Suasana nampak berbeda, rumah yang biasanya hanya ada dia dan pembantu, saat itu nampak ada sekretaris perusahaan sedang duduk di ruang tamu.

"Mas Kelana, baru saja pulang?" sapa Pak Rudi sang sekretaris.

"Hai Pak, apakah Papa dan Mama akan pulang?" jawab Kelana.

"Oh, iya Mas, bahkan eyang putri juga akan datang hari ini. Mas Kelana belum tahu ada acara keluarga malam ini? Mereka sedang menuju kesini, mungkin tidak lama lagi akan sampai." Pak Rudi coba menjelaskan.

"Pak Rudi jadi wakilku saja ya, aku capek. Besok aku mau manggung." Kelana menepuk punggung Pak Rudi sambil berlalu.

Belum sempat Kelana naik ke tangga rumah, terdengar suara lembut perempuan. "Kelana....", kemudian sosok perempuan paruh baya mendatangi dan langsung memeluk Kelana. "Bagaimana kabarmu Nak, kamu semakin tinggi saja, eyang sudah tidak bisa memelukmu."

"Eyang, aku sangat merindukan Eyang. Kapan Eyang sampai? Harusnya Eyang bilang dulu sama Kelana, kan Kelana bisa jemput di bandara." Kelana langsung menuntun Eyangnya duduk di meja makan.

"Eyang dengar kamu semakin sibuk dengan band kamu, kuliah kamu gak terganggu kan?" perempuan paruh baya itu mengelus rambut cucunya.

"Tenang Eyang, semuanya lancar jaya. Kalau mau Eyang besok ikut saja ke kampus, aku besok manggung sama anak-anak."

"Kamu ada-ada saja. Eyang disini hanya satu malam, besok pagi-pagi eyang harus balik. Kalian semua duduk dulu, ada yang perlu Eyang sampaikan." Eyang meminta mama dan papa kelana untuk segera duduk di meja makan.

"Kelana, kamu sudah tahu kenapa kamu harus kuliah manajemen bisnis, padahal mama dan papa tahu kamu lebih suka dengan dunia musik." papa Kelana mulai membuka pembicaraan kearah yang lebih serius.

"Papa, berencana menetap bersama eyangmu di luar negri. Papa harus berobat dalam jangka waktu yang cukup lama. Jadi, papa ingin kamu meneruskan usaha yang sudah eyang kakungmu rintis sejak beliau masih muda."

"Benar Kelana, Mama, Papa dan Eyang akan menetap di luar negeri. Jadi kamu harus tinggal di sini bersama Pak Rudi. Dan sebelum itu semua kami harus memastikan kamu akan baik-baik saja selama tinggal disini." Mama Kelana menambahkan penjelasan suaminya.

"Kelana, sebelum Eyang kakungmu meninggal, beliau berwasiat agar kelak cucu laki-lakinya nanti akan dinikahkan dengan cucu sahabatnya." Eyang putri memberikan penjelasan.

Wajah Kelana tidak terlihat terkejut, dia sudah menduga dengan skenario kehidupan orang kelas atas. Kelana hanya berekspresi datar saja. Dia hanya menjaga etika sopan santun di depan orangtua nya.

"Kelana, kamu tidak perlu khawatir. Mama sudah mencari tahu latar belakang perempuan yang akan menjadi calon istrimu. Dan apa memang sudah berjodoh, tapi kalian satu universitas. Dia kuliah di jurusan desain." Mama Kelana mencoba mencari sesuatu di dalam tasnya.

"Nah ini Nak, calon istrimu. Dia begitu cantik." Mama Kelana memberikan selembar foto kepada Kelana.

Kelana mengambil foto yang diberikan oleh mamanya. Dia berusaha mengenali wajah perempuan dalam foto itu. Alangkah terkejutnya Kelana setelah benar-benar melihat siapa gadis dalam foto itu.

Appaaaaaa, kenapa gadis ini....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status