Dari jam sembilan malam, seluruh pekerjaan Rina sudah selesai dikerjakannya. Dari membantu anak asuhnya mengerjakan tugas membuat karangan dalam bahasa Inggris sebanyak dua ratus kata, membacakan cerita sebelum tidur dan akhirnya dia juga selesai menidurkan Moza tepat jam sembilan kurang lima menit.
Setelah itu, dia tergesa-gesa ke arah kamarnya yang ada di bawah dan segera mengganti pakaiannya serta meminta Mbak Saroh memberi make up sedikit pada wajahnya. Rambutnya yang panjang pun diikatnya ke atas membentuk ekor kuda untuk sedikit menyesuaikan dengan pakaian yang baru saja dibelinya di Mall tadi siang.Rina mengetuk pintu ruang kerja bosnya dan langsung masuk saja saat selesai melakukan tiga ketukan."Ya Tuhan!" Adit yang sedang menyeruput kopinya, di sofa tempat dia membaca dokumen perusahaan, tersedak dan menumpahkan sedikit dari kopi di cangkir yang dipegangnya, ke atas kertas dokumen yang belum selesai dibacanya.Panik... Adit pun mengambAdit masuk ke kamar inap VVIP milik Miss Betty. Wanita itu tampak lemas dan terluka ringan di beberapa bagian kepala, wajah dan tangannya. Namun kakinya katanya patah dan harus dioperasi secepatnya, menunggu dokter pribadi Miss Rina untuk datang dulu. Obat penghilang rasa nyeri yang disuntikkan ke tubuh wanita itu tampak membuatnya mengantuk. Aditlah yang sabar menunggu, mengurus semua keperluan wanita itu dan mencoba lagi menghubungi adik Miss Betty yang tinggal di daerah Sidoarjo, yang letaknya agak jauh dari letak rumah sakit, di mana Miss Betty dirawat.Pagi jam tujuh pagi, Miss Betty akhirnya dioperasi. Adit sama sekali tak bisa tidur, tapi dengan sabarnya pria itu tetap menunggu. Sampai akhirnya sejam kemudian, adik perempuan Miss Betty datang dan bergantian dengan Adit menunggu kakaknya selesai operasi.Saat dia sampai di rumah untuk berganti pakaian, Rina dan Moza sudah berangkat ke sekolah. Badannya lelah dan matanya perih juga berat karena meng
Adit menekan lengan Miss Betty agar lepas dari lehernya dan setelah itu mendorong wanita itu menjauh darinya. "Apa-apaan ini Miss?!" hardik Adit dan serta merta mengelap bekas bibir si wali kelas dari bibirnya."Oh... bukannya... a-aku kira kamu punya perasaan yang sama denganku." Wanita itu memandangnya dengan raut wajah bingung bercampur kecewa."Bukan begitu... ini kita kan baru kenal... jujur saya belum ada perasaan kayak gitu sama sampeyan!" Adit juga sebenarnya bingung pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa kecupan bibir wanita secantik dan sesempurna Miss Betty tak menimbulkan perasaan apa-apa di hatinya. Dia bahkan tak tertarik untuk sekedar bersentuhan dengan wanita itu."Kalau nggak... trus kenapa kamu mau aja... bantuin aku terus? Bahkan semalaman kau sabar aja menemani dan mengurus aku di sini. Kalau itu bukan karena rasa suka, lantas buat apa kau sampai mau bersusah payah begini!" Kedua pasang mata coklat wanita itu memandang lurus ke
"MISS Rinaaa... tolong dibawain kue coklatnya lagi dong, saya mau makan di sini sambil nonton TV," teriak Miss Betty suatu waktu saat Adit tak ada. Malas berdebat, Rina menuruti saja pemintaan Miss Betty. Hanya saja karena dituruti, tingkahnya jadi menjadi-jadi.Lagaknya seperti nyonya rumah dan memperlakukan Rina seperti pembantu pribadinya. Bahkan Moza juga ikut-ikutan kesal dibuat wanita bermuka dua tersebut."Miss... pulang aja napa ke rumah Miss sendiri! Jangan terus-terusan merepotkan kita di sini. Aku nggak suka Miss terus-terusan nyuruh-nyuruh Miss Rina seenaknya!" semprot Moza saat mereka makan malam bersama."Hush Moz! Kamu kok ngamuk-ngamuk gini sama Miss Betty?! Miss Rina aja nggak keberatan kok bantuin Miss Betty sementara... Toh kan Miss Betty lagi sakit," jawab Adit seenaknya."Saya keberatan pak!" jawab Rina dengan cepat. "Kerjaan saya di sini bukan pembantu atau pelayan pribadi Miss Betty. Kalau dia mau nyuruh-nyuruh orang, ya bawa sendiri pembantu khusus dari luar u
Adit sampai di pekarangan rumahnya tepat jam sepuluh malam. Seluruh ruangan terlihat gelap, saat dia masuk lewat pintu depan. Hanya cahaya dari TV di ruang tamu yang terlihat. Mengurungkan niatnya untuk segera beristirahat di kamarnya, Adit berjalan ke arah ruang tamu."Masih belum tidur, Miss?!" tanya Adit sambil duduk di sebelah pengasuhnya. Matanya tak lepas dari wajah Rina dan mengamati suasana hati wanita itu."Nonton ini sebentar... trus abis itu tidur," jawab Rina cuek dengan pandangan mata yang mengarah pada drama korea di depannya."Masih film ini juga! Kok nggak tamat-tamat sih!" seru si bos kesal. Dia ingin melihat dan mengobrol dengan Rina. Tapi tampaknya wanita itu lebih mementingkan TV daripada dirinya."Bukan film. Ini drama. Memang sampai beberapa episode baru tamat!" jawab Rina mengkoreksi dengan nada yang terdengar ketus.Mendengar nada ketus itu, tak elak Adit pun merasa tersinggung. "Apa enaknya sih menonton pria pucat kayak dia! Ganteng juga enggak, palingan juga
"MISS Rinaaa... tolong dibawain kue coklatnya lagi dong, saya mau makan di sini sambil nonton TV," teriak Miss Betty suatu waktu saat Adit tak ada. Malas berdebat, Rina menuruti saja pemintaan Miss Betty. Hanya saja karena dituruti, tingkahnya jadi menjadi-jadi.Lagaknya seperti nyonya rumah dan memperlakukan Rina seperti pembantu pribadinya. Bahkan Moza juga ikut-ikutan kesal dibuat wanita bermuka dua tersebut."Miss... pulang aja napa ke rumah Miss sendiri! Jangan terus-terusan merepotkan kita di sini. Aku nggak suka Miss terus-terusan nyuruh-nyuruh Miss Rina seenaknya!" semprot Moza saat mereka makan malam bersama."Hush Moz! Kamu kok ngamuk-ngamuk gini sama Miss Betty?! Miss Rina aja nggak keberatan kok bantuin Miss Betty sementara... Toh kan Miss Betty lagi sakit," jawab Adit seenaknya."Saya keberatan pak!" jawab Rina dengan cepat. "Kerjaan saya di sini bukan pembantu atau pelayan pribadi Miss Betty. Kalau dia mau nyuruh-nyuruh orang, ya bawa sendiri pembantu khusus dari luar u
Orang kedua yang mengadukan Miss Betty pada Adit adalah Mbak Saroh dan diikuti oleh Pak Slamet. Mereka sepakat menceritakan bagaimana tingkah wanita itu selama tiga hari waktu Adit pergi ke Bandung.Mulai dari teman-temannya Miss Betty yang datang terus-terusan dan nggak ingat waktu. Pak Slamet juga menceritakan bagaimana urakannya tamu-tamu itu selama berada di rumah Adit. Banyak dari mereka yang bahkan tak sungkan mabuk-mabukan dan taruhan bola di ruang tamu. Mbak Saroh pun nggak tinggal diam. Semua kebobrokan Miss Betty dibeberkan sejelas-jelasnya dan tanpa filter sedikitpun. Adit pun tak habis pikir mendengar informasi mencengangkan tentang Miss Betty yang dikenalnya bertingkah jauh berbeda dari apa yang selama ini dilihatnya."Sorry Miss ya... saya sudah dengar semuanya tadi pagi dari pembantu sama supir tentang semua apa yang Miss perbuat selama di sini. Saya nggak mau bahas ini panjang lebar... saya kasih waktu sejam, tolong beresi semua barang-barang Miss ya... trus balik aja
Adit memegangi hidungnya yang berdarah gara-gara tinju kuat dari pengasuhnya. Dia tahu Rina tadi sudah memperingatkannya, tapi dia sebenarnya tak menyangka wanita itu akan benar-benar melakukannya. "Tuh kan pakkk... aduh darahnya jadi kemana-mana! Duduk dulu pak... biar saya ambilkan tisu." Rina menyambar tisu yang ada di meja, menggulungnya kecil dan memasukkannya ke lubang hidung Adit. Darah Adit yang jatuh ke lantai juga dibersihkannya menggunakan tisu. "Aku nggak ngerti... kenapa sih aku selalu jadi korban pukulanmu? Tidak bisakah kau bereaksi lebih lembut... lebih feminin gitu!" protes Adit sambil mendongakkan kepalanya ke belakang. "Jangan mendongak pak. Kepalanya tetap lurus aja!" sahut Rina sambil membetulkan kepala Adit. "Lagipula dari awal kan bapak sudah aku peringatkan! Salah bapak sendiri... nggak mendengarkan perkataan saya!" "Akh... sudahlah... susah ngomong sama kamu. Selalu aja nggak mau ngalah! Tolong ambilin teh dulu. Minum
Setiap kali melihat bunga pemberian pengagum rahasia 'terkutuk' itu, Adit menjadi kesal. Dia tau betul bunga itu dari seorang pria yang menaruh hati pada pengasuh anaknya. Kalau saja dia bisa mendekati bunga itu, dia pasti langsung membuangnya ke tempat sampah. Hanya saja, wanita keras kepala itu terus saja mengunci kamarnya dan tak sekalipun memperbolehkannya masuk.Berani benar si pengirim bunga itu, pikirnya. Tak hanya si pengirim itu berani menggoda pengasuhnya dengan seikat bunga, dia bahkan berani mengirimkannya ke rumah Adit. Yang jelas... Adit merasa si pengirim itu tak menghormatinya sebagai bos Rina dan pemilik rumah ini.Yang lebih membuat darahnya mendidih adalah puluhan bahkan ratusan kali pengasuhnya membicarakan bunga 'terkutuk' itu dan memamerkannya pada Moza. Dia masih tak mengerti mengapa wanita itu masih menyimpan bunga itu, walaupun sudah dua hari berlalu. Keadaan bunga itu juga tak sesegar dan seindah hari pertama, tapi dengan bahagianya Rina t