Share

SATU

Di salah satu kafe terkenal kota Malang, Nina menghabiskan waktunya dengan duduk di sudut ruang sambil sibuk mengetik dan menghabiskan minuman, begitu camilan habis langsung pesan baru.

Menu Italia adalah favoritnya dan kafe ini menyediakan menu seperti itu, murah tapi tidak murahan.

Suasananya juga pas untuk membuat novel, saat ini Nina sedang mengetik adegan pertemuan dua tokoh utama yang mendebarkan.

Berkat ide lucu sang mama, Nina bisa membuat cerita bagus dengan menjadikan dirinya tokoh utama lalu tokoh pasangannya adalah fiksi dan musuh kedua tokoh adalah pria yang dijodohkan dengannya.

Nina terkekeh geli ketika membayangkan sang musuh terkejut melihat dua tokoh utama bermesraan. Ya kali, jatuh cinta pandangan pertama.

Halu!

Arka masuk ke dalam kafe sambil memegang sebuah foto, menatap sekeliling kafe untuk mencari wanita di dalam foto.

Biasanya perempuan muda lebih suka menikah daripada menghadapi kenyataan hidup di lingkungan masyarakat. Pasti mudah merayu dia untuk menikah denganku, meskipun baru mendapat sertifikat finansial planner tapi tabunganku tidak kalah dengan gaji senior di perusahaan biasa.

Dengan percaya diri tinggi, Arka mencari perempuan muda seperti di foto lalu tidak lama menemukan seorang perempuan yang sibuk di depan laptop.

Arka menggeleng miris lalu berjalan mendekati perempuan itu. "Hei."

Nina mengangkat kepala dan terkejut ketika melihat pria tampan berdiri di hadapannya.

"Kamu- Nina?"

Nina mengerutkan kening lalu menggeleng ketakutan secara spontan, dia bukan takut diculik tapi takut ditipu.

Arka mengangkat foto tepat di samping wajah Nina. Foto yang memakai seragam sekolah dengan jaket abu-abu. "Sama," komentarnya.

Nina menepis tangan Arka. "Tidak, beda kok. Lihat, dia pakai seragam sekolah sementara aku tidak."

"Dan darimana kamu tahu foto ini pakai seragam sekolah?"

Nina mati kutu.

Arka duduk di kursi, berhadapan dengan Nina. "Kamu pasti kesal karena menunggu lama, aku lagi sibuk sama pekerjaan jadi butuh waktu buat ke sini."

"Tidak datang juga tidak masalah."

"Kalau aku tidak datang, kamu senang?" tanya Arka.

"Ya." Nina menjawab jujur, paling anti namanya berbohong.

Arka tidak tahu harus tertawa atau marah mendengar jawaban jujur calon istrinya. "Kamu tidak mau menikah?"

"Ya." Angguk Nina yang tidak berani menatap mata Arka.

"Kamu serius tidak mau menikah dengan pria tampan?"

Nina mengangkat kepala. "Hah? Siapa?"

Arka menunjuk dirinya sendiri. "Aku!"

Nina mengerutkan kening, tidak enak harus menjawab apa karena standar pria yang disukainya itu tidak nyata. "Uhm-"

Arka merasa terhina melihat raut wajah tidak enak hati. Apakah aku jelek di matanya? Seorang Arka Tsoejipto yang menjadi kejaran para wanita di kampus dan sekolah?

Perhatian Arka teralihkan dengan laptop di atas meja, dia bangkit lalu duduk tepat di samping Nina dan membaca tulisan di laptop.

"Hm? Dan mereka mulai berciuman dengan mesra tanpa pedu-"

Nina segera menutup mulut Arka.

Mata Arka masih melotot ke tulisan di laptop, dia hampir berteriak ketika melihat kalimat 'pria itu mulai meremas-'

Hah?

Arka melepas tangan Nina. "Ini tulisan dewasa, buat apa kamu baca ginian? Kamu bahkan belum lulus sma. Apa kamu mau belajar dulu sebelum menikah?"

"Memangnya tante Ayu tidak cerita?"

"Cerita apa?"

"Beneran tante Ayu tidak cerita apa pun?"

"Aku hanya disuruh datang dan ibu bilang kamu agak unik, memangnya kamu hobi melakukan apa?"

Nina menipiskan bibirnya dan menatap lurus Arka, ini adalah jalan terakhir untuk mengusir pria terlalu tampan. Awalnya dia mau datang hanya untuk menolak dan mencari tempat untuk inspirasi.

"Aku punya pekerjaan sampingan untuk menambah uang, yah tahulah- papa memilih wanita lain daripada kami dan tidak pernah memberikan nafkah."

Arka harus sabar dengan cerita berbelit Nina.

"Dan- akhirnya aku menemukan jawaban untuk keluar dari masalah."

"Apa itu?"

"Menjadi penulis erotis."

"Hah?"

"Aku penulis erotis," aku Nina.

Arka diam membeku, masih menangkap informasi ini.

Nina tersenyum lebar. "Jadi, kamu jijik?"

Arka tersadar dari lamunan begitu mendengar pertanyaan Nina.

"Ternyata benar, kamu jijik?" Nina bersorak gembira.

Siku Arka bersandar di atas meja sementara kepalanya bersandar di atas kepalan tangan, menatap lurus Nina dengan lucu. "Kamu sudah pernah berpacaran?"

Nina menggeleng polos.

"Lalu kenapa kamu bisa menjadi penulis erotis?"

Nina mulai membayangkan dan mengatakannya. "Uhm- awalnya baca novel kesayangan mama terus ada kakak sepupu punya komik dan aku ambil diam-diam lalu aku juga baca di internet hahahaha-"

"Pengalaman kamu hanya dari sana?" tanya Arka tidak percaya.

Nina mengerutkan kening tidak mengerti, otaknya masih mencerna informasi. "Maksud kamu apa?"

"Ya, aku tanya. Benar hanya dari internet dan komik?" tanya Arka sambil mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Nina.

Jantung Nina berdebar keras dan menganggapnya wajar, dia pemuja pria tampan tapi tidak mau menjadikan pria tampan sebagai suaminya. Takut, pria tampan tebar pesona meskipun sudah punya anak, sama seperti yang dilakukan papanya.

"Kalau kita menikah, kita bisa melakukan berbagai hal untuk riset kamu." Kata Arka sambil meletakkan tangan di atas paha Nina dengan tidak sopan. "Masa depan kamu juga terjamin karena aku memiliki banyak uang."

Bukannya nafsu, Nina merasa jijik. Wajah jijiknya tercetak jelas di wajah.

Arka tercengang.

Nina mengemasi laptop dan berdiri, menatap dingin Arka lalu memberikan satu lembar seratus ribu. "Ini untuk membeli mulut dan tangan kamu, lain kali jika ingin mendapatkan banyak uang- jangan merayu anak kecil seperti aku. Pedofil!"

Nina yang sengaja mengeraskan suaranya, otomatis membuat orang-orang di sekitar menoleh.

Nina pergi meninggalkan Arka yang tercengang sambil menatap uang selembar seratus ribu.

Beberapa pengunjung menatap Arka dengan jijik lalu menunjuk tidak sopan.

Pria tampan pujaan wanita berubah menjadi pedofil perayu anak kecil, citranya langsung hancur seketika.

Arka tidak percaya, lawannya adalah anak kecil yang membenci pria tampan? Atau anak itu sebenarnya benci perjodohan ini sehingga melontarkan kalimat seperti itu?!

Arka dengan geram bergegas bangkit dan menyusul anak itu yang sudah menghilang.

Pi pi pi

Arka menerima panggilan. "Hallo?"

"Ibu boleh bicara sama Nina?"

Arka berjalan menuju mobil dan meluapkan kekesalannya. "Kenapa ibu tidak bilang kalau dia penulis erotis?"

"Penulis erotis? Nina penulis erotis?!"

Arka menjauhkan handphone dari telinga begitu mendengar teriakan ibunya, setelah merasa aman, dia mendekatkan kembali handphonenya. "Ibu tidak tahu?"

"Dia itu hanya penulis novel biasa, kamu yang benar saja bilang Nina begitu."

Kepala Arka semakin sakit. Jadi dia juga berbohong soal ini? Kenapa dia harus berbohong sejauh itu?

"Arka, dimana Nina? Ibu mau bicara!"

Arka menghela napas panjang. "Dia kabur."

"Bagaimana bisa dia kabur?"

"Sepertinya dia tidak suka perjodohan ini." Balas Arka sambil menjalankan mobil. "Dia masih terlalu kekanak-kanakan."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status