"Dok, bagaimana keadaan ibu saya?" tanya Arunika dengan mata yang sembab. Dia menangis sesenggukan sedari tadi. Arunika tak mau kehilangan Wulandari.
"Ibumu nggak apa-apa. Untungnya bisa diselamatkan. Dia mengalami angin duduk."
"Angin duduk apa, Dok? Anginnya duduk atau rebahan?" timpal Sri.
Dokter itu mengulum senyum tipis. Lelaki itu rambutnya kelimis dan tampak usianya 25 tahun. Dia pun menjawab pertanyaan Sri. "Suatu jenis nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke jantung.
Angin itu adalah gejala penyakit arteri koroner.""Oh, gitu yah. Jadi nggak parah?" sambung Sri sambil manggut-manggut mencerna ucapan dokter tampan itu.
"Iya, jika tak segera ditangani akan menyebabkan kematian. Jangan sepelekan angin duduk," imbuh dokter itu.
Arunika menunduk sedih dan dia beranjak masuk ke dalam kamar inap Wulandari. Rino pun mengekorinya dari belakang. Tampak Wulandari masih terpejam. Gadis itu duduk di samping ranjan
Brughhk!!Meja makan itu didebrak oleh salah satu tamu. Arunika tercengang dan dia berdiri bergeming sambil menundukkan wajahnya. Wanita setengah baya itu cerocos memakinya karena pesanan yang dipesan jauh di luar dugaan."Aku pesan ayam bakar pedas bukan bebek bakar!!""Maaf, tadi ibu bilang bebek," jawab Arunika mengangkat wajahnya dan masih bersikap tenang dan sabar."Bebek, masa iyah. Aku bilang bebek? Aku bilang ayam. Pokoknya ganti aku mau ayam yang baru cepat!!" Wanita itu terus saja menyentak Arunika dengan nada tinggi sampai ludahnya pun keluar dari mulutnya menyemprot. Gadis itu menundukkan wajahnya untuk menghindari seprotan ludah yang dari tamunya itu terus saja cerocos seperti petasan.Plaakkk!!"Kamu itu baru di sini. Jadi jangan banyak ngomong!" Datang manager restoran langsung menampar pipi Arunika di depan umum. Sontak Arunika menatap nyalang kepada wanita yang rambutnya dicepol ke atas memakai sepatu pentopel cokelat.
Pukul enam pagi. Suara ayam berkokok kebelet mau kawin saling bersahutan-sahutan. Dering ponsel memekak telinga. Tangan lelaki berhidung bangir itu bergegas meraih ponsel yang ada di atas kepalanya.Nyawa lelaki itu belum kumpul semua. Lantas dia langsung membelalak saat mendapatkan kabar dari salah satu tetangga tokonya yang memberitahu bahwa toko pakaiannya hancur seperti ada pencuri yang mengacak-acak.Sontak Rino bangkit dari ranjang dan bergegas keluar dari kamar. Tomi yang baru keluar dari kamar pun terbelalak saat tahu Rino keluar dari rumah dengan terburu-buru.Lelaki memiliki jabang tipis itu memakai motor gede seperti gerakan slow motion. Para gadis yang sedang menjemur pakaian atau emak-emak berdaster yang sedang menyapu halaman rumah. Saat melihat Rino melintas seakan-akan mata mereka menggelinding keluar saking terpesona oleh kegagahan Rino yang hanya telaanjang dadaa tak berpakaian."Wow, Om duda lewat!!" pekik para gadis yang ka
Penutup mata yang melekat di mata Arunika dibuka oleh Irwansyah. Seketika itu juga gadis tersebut terbelalak saat mengetahui kejutan dari sang sahabat. Nampak di depan matanya ada sepuluh ekor ayam dan kandang ayam yang sudah rapi berdiri kokoh di belakang rumah Arunika.Wulandari berdiri di belakang Arunika mengulum senyum tipis karena dia mendapatkan uang dari Irwansyah lumayan besar--buat belanja barang yang dia sukai."Irwansyah, apaan ini? Kamu nggak perlu lakukan ini," ucap Arunika berdiri tercengang di depan kandang ayam yang dibeli oleh Irwansyah. Pemuda itu sedang mencuri perhatian Arunika dan simpatik Wulandari."Aku punya rezeki untukmu dan ini sebagai hadiah permintaan maaf karena kejadian tempo itu," jelas Irwansyah sembari tersenyum simpul."Sudahlah terima saja, dia pun katanya berjanji mau memberikanmu uang jajan setiap hari," balas Wulandari.Mencerna ucapan Wulandari. Arunika menyipitkan matanya dan dia langsung berbalik bad
Rino digiring oleh gadis itu ke semak-semak belukar yang ada di belakang rumah. Keadaan terlihat aman, maka Sri melepaskan tangannya dari mulut Rino, sedangkan lelaki matang itu menyipitkan matanya melihat gadis berkaus hitam dan celana pendek cokelat selutut melempar senyum getir."Kenapa kamu giring saya ke sini?" protes Rino berusaha melerai tangan Sri."Maaf, Om Rino. Aku tak mau jika ambu tahu. Pokoknya aku tak mau menikah," seloroh Sri sambil pandangannya mengedar ke sekeliling berharap tidak ada orang yang tahu jika saat ini dia sedang bersembunyi."Tapi, nanti kakakmu yang jadi korbannya. Kenapa kamu tak gunakan cara manis saja?" pungkas Rino memberikan ide bahwasanya Sri harus menghadapi kenyataan bukan menghindar seperti saat ini karena Sri ingin kabur dari rumah.Namun, Rino langsung menuntun gadis tersebut jangan sampai salah jalan. Lelaki berhidung bangir itu pun berbisik lir
Tomi mengernyit keheranan saat melihat Rino yang tiba-tiba lebih betah di dapur dan belanja sayur-sayuran, ikan, udang dan menata makanan yang sudah dimasak supaya menarik.Lelaki itu tiap hari latihan sambil melihat you tube dengan seksama dan dengan cekatan tangannya aktif mengiris bawang sampai mengeluarkan air mata.Namun, Rino tidak menyerah. Dia terus latihan sampai bisa. Meskipun membutuhkan waktu lama, hingga Rino jarang keluar rumah dan tidak berjualan lagi di toko.Siang ini. Rino seperti biasa sedang latihan memasak. Hari ini temanya membuat ayam geprek. Tomi yang sebagai tim menilai hanya menonton tanpa membantu, dia duduk di meja makan sambil memangku sebelah tangannya di dagu."Rino, lima hari ini kamu itu kayak orang kesurupan? Ada apa, sih? Kamu mau buka warung makan?" Selidik Tomi."Bukan itu. Aku lagi taruhan." Rino menjawab sambil menggoreng ayam."Tangan biasanya pegang pulpen dan laptop. Masa sekarang pegangannya u
Suasana menjadi hening seakan-akan mengheningkan cipta. Kala Rino dan Irwansyah menyodorkan hasil masakan mereka. Arunika pun tertegun sejenak sambil memegang sendok, dia bingung harus berkomentar apa jika benar yang diucapkan oleh Wulandari. Bahwasanya dua lelaki itu sedang berlomba untuk mendapatkan hati Arunika, tetapi ditepis oleh si gadis.Lantas tangan Arunika terulur untuk mencoba. Makanan yang pertama dicicipi oleh Arunika milik Irwansyah, sudah tidak diragukan lagi. Pemuda tersebut memang jago masak.Kemudian tangan gadis itu beralih ke piring masakan yang dimasak oleh Rino. Di antara dua masakan yang Arunika coba tidak ada ekspresi sama sekali dari raut wajahnya. Maka hal ini membuat Rino semakin was-was penasaran dengan hasilnya karena perdana dirinya memasak udang pedas.Jakun Rino turun naik menahan air liurnya agar tidak menetes saat melihat bibir Arunika yang menggoda sedang mengunyahnya perlahan-lahan makanannya.“Bagaimana, Arunika?
Rino duduk di bangku panjang dan sesekali tatapannya nanar melihat Arunika yang berdiri seraya menyandarkan punggung di tembok. Sekitar mereka banyak orang lalu-lalang dan petugas kesehatan yang bolak-balik. Satu jam mereka di sana banyak menyaksikan pasien korban kecelakaan, bahkan kematian dan suara tangis menghiasi tempat itu. Lelaki itu menemani Arunika di rumah sakit karena satu jam yang lalu Rino mendapatkan kabar dari Arunika yang menggunakan ponsel Irwansyah karena ponsel dan tas Arunika dijambret orang saat hendak pergi ke pasar.Maka pikiran Arunika seakan-akan terbuka ke satu jam yang lalu.Langkah Arunika lebar berjalan kaki dengan sumringah. Tampak sekali sedang bahagia karena hari ini adalah hari di mana Sri ulang tahun dan dia ingin memberikan kejutan membuat kue tart cokelat kesukaan Sri. Namun sayangnya, di pertengahan jalan tas yang dijinjingnya dijambret oleh orang yang memakai helm dan menggunakan motor.“Maling!” teriak Arunika s
Netra Arunika terbuka perlahan dan Rino langsung sumringah merengkuh tubuh kecil gadis itu dengan sangat erat. Lekas lelaki itu memberikan air minum pada Arunika.“Kamu kenapa? Sakit apa? Aku khawatir.”“Aku nggak apa-apa. Hanya kecapean saja mungkin,” jelas Arunika mengulas senyum kecil.“Ini salahku karena mematuhi perintahmu untuk menerobos hujan,” tukas Rino dengan raut wajah bersalah.Jari lentik Arunika terulur menyentuh bibir Rino memberikan isyarat bahwasanya jangan merasa bersalah. Spontan mata mereka berdua berserobok saling memandang satu sama lain.“Jangan bilang seperti itu,” kilah Arunika.Drett!Drett!Ponsel Arunika bergetar di atas meja. Lekas Rino meraih ponsel si gadis dan menyodorkannya pada Arunika.“Terima kasih.” Arunika menerima ponsel tersebut dan dia menggulir membuka pesan yang ternyata dari Wulandari. Wanita paruh baya itu memberi kab