Belum hilang rasa keterkejutan dari wajah Mas Arya, atas kebohongan Anita selama ini, aku sudah memberinya sebuah kejutan baru dengan memberinya surat. Aku meletakkannya di atas meja persegi ruang tamu saat Mas Arya tengah duduk termenung."Apa ini, Ai?" tanya Mas Arya ia mendongakan wajahnya menatap lurus ke mataku."Baca saja, Mas," ucapku pelan.Tangan Mas Arya mulai membuka lembaran surat tersebut dengan pelan, setelahnya matanya mulai berkaca-kaca."Baiklah, kalau itu maumu!" balas Mas Arya pelan. Saat ini tidak ada lagi penolakan darinya, mungkin ia menyadari betapa terlukanya hatiku atas tindakan bodohnya.Ia pun bangkit, perlahan menaiki tangga menuju lantai atas, entah apa yang akan dilakukannya. Tidak lama kemudian, ia turun dengan membawa koper."Jaga dirimu baik-baik, Ai!" pelan Mas Arya berucap. Rasanya hatiku, terenyuh. Ah tidak! Aku tidak boleh luluh."Tentu, aku akan menjaga diriku dengan baik," tegasku, aku memalingkan wajah tak berani menatapnya. Jika benar apa yang
Sebal banget rasanya melihat Mas Arya datang ke acara pertunangan teman sekantor bersama istrinya yang gendut itu. Sudah pasti aku tidak akan bisa bersamanya, padahal aku sudah dandan habis-habisan agar Mas Arya tak berpaling dariku.Lelaki yang sudah susah payah kudapatkan, dengan cara menjebaknya. Siapa yang tidak menyukai laki-laki tampan, mapan, baik, lagi perhatian. Ya dia Arya lelaki yang kukenal sebagai atasanku itu memang terlihat menawan, perempuan mana yang tidak menginginkan bisa hidup mendampinginya. Berbagai rayuan sudah kulakukan, tetapi tidak mempan. Hem ... Tipe lelaki setia, pikirku. Aku hampir kehabisan akal agar Arya bisa tertarik denganku, hingga muncul ide gila untuk menjebaknya. Sebelumnya aku sudah mempunyai pacar namanya Doni, lelaki pengangguran dan pemabuk kerjaan hanya menghabiskan uang. Kalau soal tampan memang tidak kalah sama Arya tetapi tampan saja tidak cukup.Hingga tiba saat aku melancarkan aksiku untuk menjebak Arya, dengan pura-pura minta dibenari
Aku bergegas mengemasi pakaian ke dalam koper berukuran besar. Hari ini aku akan pindah dan tinggal di rumah Mas Arya. Dia pasti senang melihat kedatanganku, aku tersenyum membayangkan wajah bahagia Mas Arya, sembari terus memasukkan pakaian ke dalam koper. Tetapi, bagaimana dengan Aini, ah itu bukan masalah besar, untuk itu biar kuurus nanti.Kenapa juga kuharus memikirkan perempuan itu, bukankah dia juga hidup menumpang dengan Mas Arya? Jadi, mana bisa dia bisa menghalangiku.Semua pakaian telah tersusun rapi dalam koper, aku segera menutupnya dan memesan taksi online. Aku sengaja tidak minta di jemput MasArya karena ini kejutan untuknya.Aku sudah berada di depan rumah besar milik Mas Arya dengan perasaan senang, aku tidak sabar bertemu Mas Arya.Dengan langkah tergesa aku segera menuju pintu utama, menekan bel pintu beberapa kali barulah keluar perempuan tua dan gendut dari dalam."Lama amat sih," ketusku saat daun pintu mewah itu terbuka lebar hingga menampakkan isi di dalamnya.
Akhirnya kami terpaksa pergi dari rumah yang sudah lama kuimpikan menjadi Nyonya di dalamnya. Tentunya aku tak kan kehabisan akal sudah kepalang basah biar sekalian nyebur saja.Bagaimanapun caranya Mas Arya harus kembali ke rumah itu dan meminta maaf. Aku tidak mau kalau mas Arya dan Aini sampai bercerai dan aku tidak dapat apa-apa. Aku harus memperjuangkan hak anak ini, apapun caranya ia tidak boleh hidup dalam kemiskinan.Saat kami tiba di mobil, Mas Arya begitu terlihat marah dan malah ingin menceraikanku, enak saja habis manis sepah di buang setidaknya ia pernah mencicipi madu manisku, meski anak yang dalam kandungan ini bukan anaknya.Setelah kuberi tahu kalau aku lagi hamil, wajahnya seketika berubah. Ada binar bahagia dari kedua matanya. Ia benar-benar terlihat senang. Saat itulah aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dan membujuknya agar kembali ke rumah Aini."Baiklah," ucap Mas Arya akhirnya melemah, dan kami kembali ke apartemen sumpek itu, sungguh menyebalkan. Tenang,
'Tidak ada perempuan yang hatinya baik-baik saja setelah diduakan'*Sudah hampir 30 menit aku mengacak-ngacak lemari pakaian. Mencari pakaian yang pas untuk kukenakan pergi ke pesta tunangan teman Mas Arya. Rasanya tidak ada yang cocok, bukan karena modelnya yang tidak sesuai, bukan! Tetapi, karena hampir semua bajuku tidak muat dengan tubuhku.Aku mematut diri di depan cermin, astaga sejak kapan tubuhku berubah dengan daging berlebihan seperti ini? Sepuluh bulan yang lalu sebelum Mas Arya melamarku tubuhku begitu ideal. Menyadari ini, membuatku sedikit frustasi. Bagaimana mungkin seorang Aini cindrella telah berubah menjadi gajah bengkak. Rasanya tak ada baju yang pantas kukenakan, sekalinya muat membuat dadaku terasa sesak karena terlalu sempit."Ai, berapa lama lagi kamu akan selesai?" teriak Mas Arya dari luar kamar."Sebentar!" jawabku, akhirnya aku menjatuhkan pilihan pada dres selutut berwarna silver, setidaknya ini sedikit lebih longgar dan juga cocok dibandingkan dengan yang
'Kesetian seseorang tidak diukur berapa besar rasa perhatiannya padamu. Tetapi, bagaimana cara ia menjaga hati saat jauh darimu'*Mataku mengerjap saat jam beker berdering nyaring di atas nakas, antara sadar dan tidak tanganku menggapai-gapai jam beker, dan berniat mematikannya. Setelahnya, aku kembali tertidur. Lagi-lagi jam beker terus berdering, mataku memicing menatap jam beker dalam genggamanku, pukul menunjukkan 04.40 WIB, aku segera bangun. Kulihat Mas Arya masih tertidur pulas, dengan dengkuran halus khasnya. Mengingat semalam aku tertidur, saat dalam perjalanan pulang, aku tersenyum geli pasti Mas Arya kepayahan menggendongku dari dalam mobil sampai ke kamar.Aku menuruni ranjang, melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan menggosok gigi. Setelahnya aku membangunkan Mas Arya untuk melaksanakan dua rakaat, setidaknya begini-begini aku masih ingat Tuhan, bagaimanapun akulah yang membutuhkan Sang Pencipta. Tetapi, Mas Arya masih bergeming. Akhirnya aku mem
Aku tengah mengupas buah naga di balkon kamar, sembari menikmati sunset sore. Mas Arya menghampiriku. Memeluk tubuhku dari belakang, lalu mencium pipiku seperti yang sering ia lakukan sehabis pulang kerja. Aku bergeming tidak menanggapi seperti biasanya, mengingat bagaimana ia telah membagi pelukan dan ciuman itu pada wanita lain. Setelahnya Mas Arya duduk di samping kiriku."Sayang, apa tadi pagi kamu ke kantor?" Tangannya mengambil potongan buah yang telah ku potong di atas piring. "Sepertinya Mas melihat mobilmu di parkiran," tanyanya lagi memecah kesunyian.Aku masih diam sembari terus mengupas buah naga kedua, tanpa sengaja tanganku teriris, darah segar keluar dari bagian luka di tanganku."Hei, Honey tanganmu terluka!" Menyadari itu Mas Arya dengan sigap meraih tanganku dan memasukkannya ke dalam mulutnya agar darahnya berhenti mengalir.Lelaki ini, kenapa begitu pintar bersandiwara? Aku segera menarik tanganku."Ini tidak seberapa sakit dari luka yang kamu buat," ucapku santai.
Permisi, Mbak ada paket untuk, Mbak!" ucap Mas kurir, sembari menyerahkan sebuah paket berukuran persegi."Pa-paket?" tanyaku heran. "Rasanya saya tidak pernah memesan barang!" Tanganku terulur menerima paket yang diberikan Mas kurir."Saya hanya mengantarkan sesuai alamat pesanan, Mbak," balasnya sambil tersrnyum. "Silahkan tanda tangan di sini, Mbak," sambungnya lagi sambil memberikan sebuah surat tanda terima paket.Aku pun menanda tangani kertas yang disodorkan Mas kurir tersebut. Setelahnya Mas kurir pun pamit. Karena rasa penasaran aku segera membuka paketnya.'Hallo, Mbak apa kabarmu? Aku ingin mengembalikan jam tangan Mas Arya, kemarin malam ketinggalan di kamarku, setelah kami memadu kasih'Seketika rasanya darah di kepalaku mendidih, membaca pesan ja*ang itu. Bre*gsek beraninya dia mengirim ini untukku. Aku meremas kertasnya lalu melemparnya dengan kuat.Kedebug!"Aww ...," pekikku.Tanganku menghantam pintu kamar, seketika aku pun terbangun. Entah sudah berapa lama aku me