"Kita akan mengetahuinya setelah kau ikut pulang bersamaku Aliya." Arya menggenggam kedua tangan Aliya dan menatapnya serius untuk meyakinkannya. "Tidak! Aku bukan wanita bodoh, aku tidak akan kembali dan terluka lagi Mas, kita harus bercerai!" Aliya langsung menarik tangan dari genggamannya, berjalan cepat meninggalkan Arya yang terpaku atas penolakan. "Kumohon Aliya! Ayah dan ibuku memaksaku menikah lagi dan segera punya keturunan, aku… maafkan aku karena tak mengakuimu Aliya. Aku berjanji setelah kita pulang nanti semuanya akan berbeda!" Langkah Aliya terhenti, tangannya tiba-tiba mengepal menahan rasa sesak yang lagi-lagi timbul dalam hati, ia sudah menduga jika akan kecewa lagi dan lagi. Arya jelas sekali mengatakan jika permohonan itu bukan murni muncul dalam lubuk hatinya melainkan hanya sebuah perintah dari orang tuanya. Aliya berbalik, menatap pria yang masih sah suaminya itu dengan tatap nanar. Bibirnya mengulas senyum samar yang dipaksakan.
Kedua mata Arya memang tertutup rapat, tetapi dia sepenuhnya sadar akan rasa sakit akibat luka yang menusuk-nusuk kulitnya dan badannya yang terasa remuk. Luka di pelipisnya, selebar lima sentimeter, kini sudah dijahit, meskipun rasa sakitnya masih terasa. Untungnya, lukanya tidak sampai menyebabkan gegar otak. Ada pula luka di bagian kaki dan lengan akibat tergores aspal. Yang parah, kakinya mengalami patah tulang dan dipastikan dia tidak akan bisa berjalan, meskipun tidak permanen. Dokter pun menyarankan perawatan maksimal. Dokter menjelaskan bahwa Arya harus menjalani berbagai tindakan perawatan, seperti reposisi atau penyusunan kembali tulang. Kemudian, untuk menjaga tulang dalam posisi yang benar, akan dipasang gips. Pengobatan untuk menetralisir rasa nyeri juga akan dilakukan, dan dilanjutkan dengan rehabilitasi. Aliya, sebagai pihak keluarga, tentu menyetujui keputusan yang diberikan oleh dokter. Soal biaya, tidak perlu khawatir karena suaminya memiliki asuransi kesehatan bisn
“Jangan bertingkah seolah kau tidak mau Aliya! Bukankah wanita yang tidak mendapatkan cinta suaminya menginginkan cinta pada orang lain?” “Tidak! Tolong hentikan Tuan! Tolong sadarlah!” Aliya meneteskan air matanya begitu deras kala seorang pria mabuk bertubuh kekar itu terus saja berusaha menyatukan tubuh bagian bawahnya pada Aliya. Aliya terus mendorong bahkan memukul-mukul tubuh di atasnya agar pria itu menghentikan perbuatan bejatnya. Namun, tenaganya sudah lemas untuk melawan. Sampai pada akhirnya deraian air mata yang dapat menggambarkan betapa perih tubuhnya merasakan kehormatannya direnggut paksa dan menyakitkan oleh CEO—nya di tempat bekerja. “Kumohon hentikan! Aku sudah punya suami!” seru Aliya sambil mencakar punggung Jevan. Tetapi pria itu sama sekali tak kesakitan malah merasakan kenikmatan tiada tara dari tubuh Aliya. “Nikmatilah! Kau bahkan tidak mendapatkan hal seperti ini pada suamimu sendiri!” bentak Jevan dengan seringaian lebar penuh ke
“Aku...aku hanya bekerja Mas!” seru Aliya dengan suara gemetar sambil menggerakkan kepala berusaha melepaskan rahangnya dari cengkeraman Arya. Tetapi, Arya langsung tertawa kesal dan menatap jijik pada istri keduanya itu. “Kau kira aku bodoh? Hah! Menjijikkan!” Arya melepaskan rahang Aliya begitu kasar sampai wanita itu kesakitan. Hati Aliya terasa tertusuk sekarang. Rasanya ia ingin berteriak menumpahkan semua kesedihannya. Dikata jijik oleh suaminya sendiri membuat perasaannya menggeram. Bukankah seorang suami harus menghormati seorang istri? Namun, Aliya hanya mendapatkan hinaan. “Tahukah kau apa yang terjadi denganku Mas? Apa jika aku mengatakan yang sebenarnya kau akan melindungiku? Apakah kau akan merasakan juga kesedihanku?” air matanya perlahan menetes. “Aku baru saja mengalami hal yang begitu buruk Mas! Tapi kau malah menghinaku juga?” “Jangan cengeng! Kau bahkan masih bisa bernafas dalam rumah ini setelah Nadia pungut! Kalau tidak kau masi
Suara lantang Arya membuat Aliya membelalakkan mata. Dan hatinya pun mencelos mendengar kata mengejutkan yang lolos dari mulut suaminya. Seketika ia tidak bisa menahan emosinya lagi. “Brengsek! Jaga ucapanmu itu Mas!” pekik Aliya frustasi. “Bukankah benar? Tanda kemerahan yang ada di tubuh jijikmu kemarin malam, bukankah itu perbuatannya?” Jevan yang menyaksikan pertengkaran suami istri itu pun ikut menikmati ekspresi marah Arya dan ada kepuasan tersendiri di hatinya. Kemudian pria berusia 30 tahun itu menyunggingkan senyum miring. Jevan bertepuk tangan seolah menikmati apa yang dipertontonkan. Dia melangkah lebih dekat ke teman lamanya. “Ternyata kau memperlakukan istri keduamu dengan sangat buruk Arya. Pantas saja dia kesepian?” kata Jevan, memancing amarah Arya untuk bangkit. “Jangan ikut campur Jevan, kau tidak berhak mengomentari kehidupanku!” Rahang Aliya tampak berkedut mendengarnya. Raut mukanya semakin suram dan dia mendengus kasar
“Keadaan nyonya Nadia semakin buruk, sebaiknya mulai sekarang dia di rawat di rumah sakit saja,” saran Jiyo, wanita paruh baya yang berprofesi sebagai dokter keluarga. Aliya terdiam sesaat sambil menatap Nadia yang tidak sadarkan diri, wajah Nadia yang pucat itu terlihat damai meski sebenarnya dia merasakan sakit yang luar biasa di tubuhnya. Selama ini, perempuan tersebut masih bisa berkeliaran di sekitar rumah karena dokter keluarga merawatnya secara pribadi. “Baiklah, apapun yang terbaik untuknya Dok,” balas Aliya menyetujui, sebenarnya dia tak berani mengambil keputusan tanpa persetujuan Arya. Namun, jika menyangkut kesehatan Nadia, sang suami jelas tidak menentang sama sekali. Wajah pria berusia 30 tahun itu tampak khawatir. Arya menarik napas dalam-dalam saat memasuki bangsal, matanya yang selalu tajam tiba-tiba melembut begitu melihat sosok wanita yang dicintainya terbaring lemah di ranjang pasien. Arya menghampirinya, lalu membungkuk dan langsung mengecup ke
“Aku mau berselingkuh denganmu!” Aliya menyeringai menatap wajah tampan Jevan yang tampak senang mendengar permintaanya terkabul, matanya berbinar terang serta wajahnya mengembangkan senyum kepuasan. Membuat pria itu merasa percaya diri dan langsung mendekat pada Aliya, merentangkan tanganya siap merangkul tubuh indah Aliya. “Tunggu!” cegah Aliya ketika Jevan hendak membawanya ke pelukan. “Berselingkuhlah denganku dalam mimpi!” Aliya bahkan memicingkan matanya menatap wajah Jevan yang berubah kusut, sekarang dia merasa puas mempermainkanya. Seketika rahang Jevan mengeras, sorot matanya tampak suram seaolah-olah dia tak suka Aliya mempermainkanya. Dia mendengus kasar dan menatap Aliya dengan tajam. Tatapan tajamnya membuat wanita itu merasa waspada. Aliya memberanikan diri menatap wajah Jevan yang terlihat mengerikan. Namun, tubuhnya langsung meremang karena tatapan Jevan seolah melumpuhkan nyalinya. “Sudah kubilang, a-aku…aku bukan wanita murahan!”
“Bajingan!” Arya mengumpat dengan raut muka mengeras, hatinya memanas begitu mendengar kata ancaman dari Jevan. Tangan kananya kembali mengepal kuat dan langsung melayangkan tinju pada perut Jevan. Namun Jevan lebih lihai menghindar. “Ada apa? Kenapa kau marah padahal selama ini kau tak memedulikanya Arya! Apa akal pikiranmu yang bodoh itu sedikit terbuka?” tanya Jevan di sela-sela tawa remehnya. Sejenak Arya menghembuskan napas kasar, lalu kembali tenggelam dalam lautan api emosinya. Tatap matanya semakin tajam, seakan-akan ingin menghabisinya secara kejam detik ini juga. “Begitulah sifat manusia bodoh! Baru sadar dan peduli ketika hendak kehilangan!” tuding Jevan dengan mata memicing. Di saat keduanya masih saling adu mulut dalam suasana mencekam, tiba-tiba pintu ruangan diketuk dari luar, diikuti oleh Mahen – asisten pribadi Arya yang sedang terburu-buru dengan ekspresi tegang. “Tuan, baru saja saya mendapat telepon dari pihak rumah sakit. Merek