Share

Kebodohan Angela

Verrel mengetuk pintu berulangkali tapi tidak ada sahutan."Hei, apa yang sebenarnya kau lakukan di dalam sana?" Terdengar suara kucuran air shower lebih keras mengalahkan suara Verrel.

Pria muda itu merasa gemas karena Angela mengabaikannya. Sepasang matanya melirik ke arah knop pintu kamar mandi. Lalu ia menekan knop pintunya, tak terkunci seperti dugaannya.

Terserah kalau marah padaku. Siapa yang akan bertanggung jawab kalau kau mati di dalam? batin Verrel.

Pria bertubuh tegap seperti foto model itu memaksa masuk ke dalam kamar mandi. Kekhawatiran yang cukup besar mengalahkan egonya. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada wanita yang baru di nikahinya itu.

Ceklek

"Apa yang kau lakukan di sini!" Mata Angela tak kalah ganasnya dari mata elang yang siap melahap mangsanya.

"Kau gila, sudah tiga puluh menit kau tidak keluar. Aku pikir kau mati di dalam!"

Ternyata Angela membiarkan air showernya menyala, sementara tubuhnya masih berbalut handuk duduk di bawah kucuran air shower itu.

"Kau bisa sakit." Verrel berusaha membopong tubuh Angela. Tangannya dengan sigap mengangkat tubuh langsing wanita itu.

"Lepaskan!Jangan coba-coba kau sentuh aku!" ancam Angela.

"Sebentar." Verrel tiba-tiba meletakkan tubuh Angela kembali. Kakinya melangkah ke luar dari kamar mandi. Tak lama kemudian ia kembali lagi membawa bathrobe kering.

"Pakailah ini! Aku akan membalikkan badanku," kata Verrel. Sesaat Angela merasa Verrel cukup perhatian juga. 

Dan benar pria itu menepati janjinya, ia membalikkan badan tidak melihat Angela memakai bathrobe. 

"Sudah," kata Angela lirih.

Verrel membalikkan badannya menghadap ke arah Angela. Ia melihat  Angela sudah memakai bathrobe kering yang di bawanya. Pria itu membopong tubuh Angela keluar dari kamar mandi. Tangan Angela merangkul leher Verrel sebagai pegangan. Matanya tidak berani melihat ke arah Verrel. 

"Aku bisa jalan sendiri! tolak Angela. 

"Cerewet sekali, bisa tidak sekali saja menurut padaku."

Verrel mendudukkan Angela di pinggiran ranjang. Ia merasa heran kenapa Angela masih memakai riasan, lalu apa yang di lakukannya selama di kamar mandi.

"Kenapa kau belum menghapus riasanmu?" tanya Verrel. 

Angela menunduk malu, sebenarnya ia membasahi tubuhnya dengan air karena kesal riasannya tidak bisa di bersihkan. Haruskah ia mengatakan kebodohanya itu? Angela takut Verrel akan menertawakannya.

"Sebenarnya, aku tidak bisa membersihkannya. Sudah ku coba berulang kali tapi tetap saja sulit," ucap Angela. Dari wajahnya terlihat polos tidak ada kebohongan di sana.

"Hah, jadi kau membasahi tubuhmu selama tiga puluh menit berharap riasanmu hilang? Bodoh, yang ada bukannya riasannya yang hilang tapi tubuhmu yang sakit karena kedinginan." Verrel tidak bisa menahan tawanya. Baru kali ini ia menemukan gadis lugu seperti Angela. 

Berbeda dengan Hellen yang hampir setiap hari merias wajahnya. Ia sampai lupa wajah Hellen yang bermake up dan yang tidak memakai make up. Karena tiap bertemu wanita itu selalu memakai make upnya.

"Kemarilah," ucap Verrel. Ia mengeluarkan beberapa botol pembersih make up dari dalam tasnya. 

Verrel dengan sabar mengusap wajah Angela dengan pembersih make up menggunakan kapas yang di pegangnya. Tidak membutuhkan waktu yang lama riasan di wajah Angela sudah hilang. Dalam hati Verrel memuji kecantikan natural Angela. Ia merasa wanita itu lebih cantik tanpa make upnya.

"Sudah, sekarang kau boleh melihat wajahmu di cermin." Verrel mengarahkan Angela pada cermin rias yang ada di kamar hotel.

"Terimakasih," ucap Angela malu-malu. 

Angela mengambil pakaian gantinya di lemari dan mengganti bathrobenya dengan baju tidur. 

Verel melihat Angela membawa selimut tebal dan bantalnya ke sofa. 

"Apa yang kau lakukan?" tanya Verrel. 

"Kita tidak mungkin tidur bersama, jadi aku memilih tidur di sini saja." Angela menata bantalnya di ujung sofa lalu ia merebahkan tubuhnya di atas permukaan sofa.

"Kita tidur bersama di sini, kau bisa memberi pembatas di tengahnya," ucap Verrel.

Angela terdiam, ia memikirkan perkataan Verrel. Tapi ia ragu apa Verrel akan menepati janjinya.

"Tidak, aku tidur di sini saja," tolak Angela.

"Terserah, jika sakit bukan salahku ya." Verrel mendengus kesal karena Angela tidak mau mendengarkan sarannya. 

Malam semakin larut hanya terdengar rintik hujan dari luar. Sepasang pengantin baru itu tidur terpisah. Satunya di sofa, satunya lagi di ranjang yang empuk. 

Anehnya yang tidur di ranjang malah tidak bisa tidur. Padahal springbed ukuran kingsize itu sangat nyaman bagi siapa saja yang tidur di atasnya. Verrel tidak bisa tidur karena Hellen terus mengiriminya pesan yang intinya ia harus jaga jarak dengan Angela. 

Gilanya lagi ia minta foto dimana Angela tidur dan dimana dirinya tidur. Untung saja Angela tidur di sofa  jadi Verrel bisa mengirimkan foto itu kepada Hellen.

Tapi Verrel sebenarnya tidak tega membiarkan Angela tidur di sofa, setelah Hellen tidak lagi mengirimkan pesannya. Ia meletakkan ponselnya di atas nakas. Kakinya merosot ke lantai lalu berjalan menuju ke arah sofa dimana Angela tidur.

"Dasar, gadis bodoh," ucapnya lirih. 

Verrel memindahkan tubuh Angela di atas ranjang. Lalu menaikkan selimutnya sebatas dada. Terdengar suara rintihan seperti menahan sakit. Wajah Angela tampak gelisah, mungkinkah ia mimpi buruk, pikir Verrel.

Verrel menyentuh dahi Angela dengan punggung tangannya. Ia kaget ternyata Angela sakit panas. 

Ini pasti karena kau mandi lama tadi sore, pikir Verrel. Tengah malam begini siapa yang akan di mintai tolong. Terpaksa Verrel menggunakan cara sederhana yaitu mengompres dahi Angela. 

Ia meminta kain kompres pada pelayan yang masih berjaga. Tak lupa ia juga meminta tolong agar membelikan obat penurun panas di apotek dua puluh empat jam.

Sambil menunggu obatnya datang yang di lakukannya pertama-tama adalah mengompresnya terlebih dahulu. Dengan telaten Verrel menempelkan kainnya yang sudah di basahi lalu berulang kali menggantinya jika kainnya sudah agak kering. 

Tak lama kemudian pelayan datang membawakan obat penurun panasnya. Verrel menerjma obat itu dengan suka cita tak lupa ia memberikan tip pada pelayannya.

Verrel menepuk pipi Angela. "Bangunlah." 

Angela terkejut,"Ada apa?" Matanya sedikit terbuka. Ia kaget melihat Verrel berada di hadapannya.

"Minumlah obat penurun panas ini, jangan membantah." 

Angela menyadari tubuhnya memang tidak enak badan mengiyakan permintaan Verrel. Dengan susah payah ia duduk, Verrel membantunya membuka bungkus tablet obat yang akan di minumnya. Tangan Verrel terulur menyerahkan segelas air putih. Angela menerima sebutir tablet parasetamol lalu menelannya dengan bantuan air putih.

"Sekarang tidurlah, jangan khawatir aku yang akan tidur di sofa. Aku tidak ingin di salahkan jika kau sakit," kata Verrel. 

Pria itu membantu Angela berbaring. Namun tiba-tiba tangan Angela mencekalnya."Jangan pergi temani aku, biasanya kalau sakit mama selalu menemaniku." Mata Angela tampak memelas. 

"Baiklah, tenang saja aku tidak akan melakukan apapun," kata Verrel menegaskan. Angela mengangguk mengiyakan, sementara Verrel membantu menyelimutinya. 

Mereka lalu tidur saling memunggungi satu sama lain. Bagian tengah kosong tak berpenghuni hanya ada guling sebagai pembatasnya.

Pagi pun tiba, cahaya matahari yang hangat masuk melalui ventilasi udara.  Tidak ada yang tahu sejak kapan mereka berpelukan satu sama lain. 

---Bersambung----

  

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fitriyani Puji
haduh haduh bikin geli deh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status