Share

3. Berlayar

"Hah, Nona. Anda tidak boleh ikut." James memasang wajah kesal.

"Jika begitu, aku akan meminta para serdadu itu untuk menangkapmu, Tuan." Samantha pun memasang wajah tegas.

"Berani sekali anda mengancam saya, Nona."

"Hei, anak buahmu yang memintaku untuk membebaskanmu." Samantha menjelaskan sebuah alasan.

Ketika dikatakan jika para kru kapal itu sebagai 'anak buah' maka mereka serentak menjawab, "kami bukan anak buah, Nona. Kami mitra." seorang pria yang tadi memohon kepada Samantha memberi penjelasan. "Kami bermitra dengan perjanjian kontrak."

Samantha menatap pria Melayu bertubuh agak gemuk. Sekarang dia terlihat lebih percaya diri dibandingkan tadi. Mungkin karena dia senang jika sumber uang tidak jadi melayang.

"Aku tetap tidak ingin ada wanita ikut dalam pelayaran," James bersikukuh.

"Kenapa? Anda menganggap saya lemah?"

"Nona. Rencana kami ke Borneo demi mencari sesuatu ke hutan belantara. Kami tidak berencana singgah di kota."

"Anda bisa merubah rencana, Tuan."

Samantha menyilangkan tangan di dada. James tetap menggelengkan kepala.

"Baiklah, aku akan membayar kalian."

"Anda bisa ikut kapal lain."

"Kapal lain baru tiba esok lusa."

"Anda bisa menunggu ...."

"Tidak bisa! Jika aku menunggu lebih lama lagi, aku takut terjadi sesuatu kepada ayahku!"

"Tidak akan, ayah anda akan baik-baik saja."

"Kau tidak akan mengerti! Karena, tidak pernah merasakan apa yang tengah aku rasakan ....," Samantha bicara lirih.

"Anda salah, saya pernah kehilangan kedua orang tua saya. Dua-duanya. Anda beruntung karena masih memiliki ibu yang menunggu di rumah. Pulanglah, ibu anda pasti mengkhawatirkan anda."

"Ibuku sudah ada yang menjaga."

"Ayah anda pun sedang dicari ...."

"Tidak. Aku harus bertemu ayahku, apa pun keadaannya. Kau tidak mengerti."

"Justru saya mengerti."

"Kau berpura-pura mengerti demi menolakku untuk turut pergi."

"Nona, aku tidak bohong. Orang tuaku hilang dan aku tidak pernah melihat mereka untuk terakhir kalinya .... bahkan sekedar melihat jenazahnya."

Samantha menatap James. Samantha berpikir jika, kali ini orang itu memang serius.

James memilih untuk memeriksa perlengkapan di dalam kapal layar yang tengah berlabuh. Pria itu enggan menanggapi Samantha yang terkesan merajuk. Sedangkan para kru kapal hanya berdiri menanti sikap James yang jelas berbeda dengan keputusan yang mereka pilih.

"Hei, cepat naikkan jangkar. Kita berlayar!" James sebenarnya ingin marah kepada Samantha tetapi memuntahkan kemarahan itu kepada kru kapal.

Orang-orang itu hanya terdiam.

"Cepat!" James membentak.

Orang yang dibentak tidak ingin menuruti saja keinginan James.

"Tuan James, kita sepakat jika di atas kapal, aku yang memimpin," seorang pria bertubuh agak gemuk tampaknya enggan diberi perintah. "Anda tidak lupa itu kan, Tuan?"

Samantha tersenyum. Dia merasa ada yang lucu dengan situasi yang ada di hadapannya. James tidak ingin gadis itu turut serta. Padahal, sebaliknya dia diperbolehkan untuk turut serta oleh si pemilik kapal.

"Akhh! Ya, ya, ya, aku tidak bisa melarang." James menatap Samantha. "Tapi, kau jangan menyusahkanku."

Mata Samantha mendelik.

"Hei, hei, engkau sudah membawa perbekalan?" James heran karena Samantha membawa sebuah koper. Dia mengambil koper yang semula tersembunyi di dalam pos jaga.

"Aku tidak ingin ibuku tahu jika aku pergi. Koper ini sudah dipersiapkan sejak kemarin. Andaikan ada kapal yang siap membawaku, aku bisa langsung pergi."

Semua orang yang mendengar penjelasan Samantha, memasang wajah terheran-heran sekaligus kagum. Diantara mereka ada yang mengacungkan jempol. Memuji kecerdasan gadis itu.

"Ternyata kau memang sudah menyiapkan semuanya, Nona." pria bertubuh agak gemuk _belakangan diketahui jika dia pemilik kapal_ memuji Samantha. "Ah, selamat datang di kapal Bintang Timur, Nona."

"Tuan, bisakah kita berangkat lebih cepat?" Samantha mengajukan permintaan.

"Tentu saja, Nona. Kenapa pula harus terburu-buru?"

Jawaban dari pertanyaan itu segera diperoleh karena dari kejauhan tengah berlari dua orang laki-laki ke arah tepi dermaga. Mereka mengarah tepat ke kapal yang ditumpangi Samantha.

Bagi Samantha, kedua orang itu bisa menjadi penghalang akan niatnya. Dia tahu jika sang ibu mengirimkan orang untuk memantau gadis itu meskipun dari kejauhan. Dia menyadari hal itu sejak beberapa saat lalu.

Kini, ketika kedua orang itu mendekat maka Samantha segera meminta si kapten kapal untuk menarik sauh dan segera menjauh dari dermaga. Mata gadis itu menatap ke arah dua laki-laki tersebut yang terlihat kecewa. Mereka berdua tertunduk lesu. Mungkin saja majikannya akan memarahi mereka karena tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik.

"Sampaikan kepada ibuku, tidak usah khawatir! Aku hanya pergi sebentar!"

Percuma saja Samantha berusaha untuk dicegah. Gadis itu telah membuat keputusan sehingga sulit rasanya bagi dia untuk dicegah. Sungguh sia-sia saja mencegah Samantha untuk menarik kembali keputusannya.

***

Kapal Bintang Timur semakin menjauh dari Pelabuhan Singapura. Meninggalkan kapal-kapal berbagai ukuran yang berjejer di dermaga. Meninggalkan pula apa yang telah tersedia di sana. Kemudahan hidup sekaligus kesulitan yang pernah dialami.

"Nona, mumpung belum jauh ...," James mendekati Samantha yang berdiri di buritan.

"Kenapa? Anda masih berharap saya membatalkan niat saya, Tuan James?"

"Perjalanan ini penuh resiko."

"Saya tahu, Tuan. Anda tidak usah memberitahu saya akan hal demikian."

Samantha berlalu meninggalkan James yang belum rela jika di kapal itu ada penumpang seorang wanita. Semua kru saling lirik. James menggelengkan kepala karena masih sulit menerima karena dia harus mengubah rencana.

"Oh, Nona. Tampaknya anda sudah siap menjadi seorang pelaut," si Kapten Kapal memuji penampilan baru dari Samantha yang keluar dari lambung kapal.

Samantha mengedipkan sebelah matanya.

"Tuan-tuan, anda jangan lupa jika saya putri seorang pelaut."

"Ya ya ya. Jika begitu, bersedia saya rekrut menjadi kru Bintang Timur?"

"Kenapa tidak."

"Oh, baiklah. Mulai petang ini, saya angkat Nona Samantha menjadi anak buah kapal Bintang Timur."

"Aha, saya bersedia menerima perintah, Kapten ... Kapten, siapa nama anda?"

"Muhsin, Panggil saya Kapten Muhsin." Orang yang bertubuh agak gemuk itu memperkenalkan diri sembari memegang kemudi. "Nah, dia si jangkung, Ali. Itu Luqman, Faisal dan Iskandar."

Mereka yang disebut namanya memberi salam hormat.

"Senang bekerja dengan anda, Tuan-tuan."

James menggelengkan kepala. Samantha malah semakin banyak bertingkah. Gadis itu naik ke tiang layar. Celana panjang dan kemeja putih yang dikenakannya memudahkan dia untuk bergerak. Samantha memicingkan mata. Memandangi cakrawala yang gelap tanpa semburat cahaya.

"Kapten, langit di sana gelap!" Samantha berteriak memberitahu Kapten Muhsin.

"Oh, itu pertanda akan ada badai, Nak. Bersiaplah!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status