Nathan langsung melempar pandanganya pada Veera tak suka, “Ya buat urut tangan kamulah, Ra!”jawabnya kesal.
***
Seolah paham dengan situasi, buru-buru Yuda mengambilkan minyak urut sesuai perintah Nathan. Setelah itu cowok tersebut pamit keluar sebentar mengajak Rayan, memberikan privasi pada pasangan suami istri tersebut. Yuda merasa tak enak jika keberadaannya mengganggu mereka.
Setelah kepergian Yuda. Nathan mulai mendekati Veera. Ia mulai mengobati lengan Veera yang terasa sakit.
“Aduh, pelan-pelan!”
“Belum aku pegang loh, Ra,” ujar Nathan bingung karena dia baru saja bergeser mendekati Veera.
“Iya, tapi muka kam
Bukan rahasia umum lagi kalau Veera sangat membenci dosen muda itu. Alasannya apa? Entahlah. Tak ada yang tahu, dan mereka tentu tak mau tahu.Nathan adalah salah satu dosen terfavorit mahasiswi di sini. Dia masih muda dan cerdas. Keluarganya pemilik Universitas Andalas ini, di tempat itu juga Veera melanjutkan study S1-nya sekarang.Pagi ini Veera melangkahkan kakinya dengan malas mengekor Nathan. Mungkin lebih tepatnya dia menyeret kakinya hingga menimbulkan bunyi agak mengganggu.Srekkk!Ah, orang ini lagi!batin Veera jengkel menatap benci pria di depannya.Entah masih bisa dibilang terlambat atau tidak, yan
"Veera Zasvika Anthony!""Ah, iya Pak?""Kamu melamun lagi?"Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. Veera kali ini kepergok sedang melamun sambil menatap kosong keluar jendela. Namun bukan Veera namanya kalau dia tidak bisa mengelak."Tidak, hanya tidur sebentar," balasnya acuh. Veera berbicara tanpa menatap lawan bicaranya. Pikirannya benar-benar kacau. Padahal tadi pagi dia sudah merencanakan untuk membolos, tapi karena kedua oramg tuanya mengancam akan mengambil semua fasilitasnya Veera jadi mengurungkan niat buruknya itu.Hanya dengan cara pergi ke kampus untuk menyelamatkan semua fasilitasnya, maka itu akan dilakukan. Tapi tidak menyelamatkan dia dari pria didepannya yang tengah menatapnya dengan ganas.Tidak apa, itu bukanlah masalah yang terlalu serius baginya.Sesaat Veera menatap Nathan sambil bergidik ngeri. Pria itu benar-benar mirip papa
Sudah seminggu ini Veera tidak mengikuti kelas Nathan. Perempuan itu masih kesal dengan dosennya itu. Perlakuan yang dia dapat beberapa waktu lalu dari Nathan sangatlah melukai hatiknya.Berani-beraninya dia ngusir gue.Batin Veera menggeram kesal.Veera menupang dagunya di atas meja dengan malas. Kantin sepi. Dia menunggu Sindy yang belum juga datang. Sedari tadi, tidak henti-hentinya dia menggerutu.Apa mungkin kelasnya belum bubar.Veera mengerutu kesal. Hampir satu jam lebih dia berada disini, dan hampir seminggu dia seperti ini. Bolos ke kantin atau kalau tidak dia pergi ke kafe yang dekat dengan area kampus.Veera membenarkan posisi duduknya ketika seseorang menepuk pundaknya pelan.Pasti Sindy,pikirnya girang."Lo, lama banget sih, Sin!""Veera, aku mau minta maaf."Veera melotot horor saat mengetahui seseorang yang datang ternyata
"Nathan, i-ini kampus," seru Veera setengah menahan ketakutannya.Nathan menatap tajam pada Veera dengan penuh nafsu. Entah sejak kapan Nathan sudah mengurung Veera dengan kedua tangannya, hingga Veera tidak bisa berkutik. "Tolong menjauh atau aku bakalan teriak!""Biarkan saja, ini kampusku, Sayang. Apa kamu lupa, hm?" bisik Nathan tepat ditelinga Veera. Nafas hangat pria itu menjalar disekitar lehernya. Memberikan sensasi yang sangat berbahaya.Veera bergidik ngeri merasakan sengatan listrik disekujur tubuhnya. Tidak terasa air matanya menetes. Perempuan itu begitu ketakutan sekarang. Nathan sekarang adalah pria yang berbeda, dia tidak mengenal Nathan yang sekarang. Pria itu berbahaya."Nathan, please jangan lakuin ini lagi!" pinta Veera memohon supaya dilepaskan. Veera benar-benar ketakutan, kejadian beberapa tahun lalu terulang kembali. Banyangan ketakutannya dulu masih terekam jelas diingatannya. Dia benar-bena
Sebelum memasuki mobil, Nathan lebih dulu mengirimkan pesan kepada Veera lewat Whatshapp. Pria itu berharap Veera segera membalas pesannya walau itu sangat mustahil.Tapi mencoba berharap kepada keberuntungan tidak ada salahnyakan.Andai Veera sudi membaca pesannya saja sudah membuatnya senang.Nathan menjalankan mobilnya pelan sambil mengamati pinggir jalan raya, berharap menemukan Veera. Tujuannya kampus. Menurut instingnya Veera berada disana.Nathan terus menyusuri jalan raya yang mulai ditetesi air hujan. Walau hujan tidak begitu deras, tapi itu sangat mengganggu penglihatannya dikarenakan para pejalan kaki di pinggir jalan raya tidak ada yang lewat satupun, semua orang lebih memilih beredup di tempat yang teduh daripada kehujanan.Jadi jalanan sepi, kemungkinan untuk menemukan Veera adalah mustahil.Drttt...Drttt...Nathan menepikan mobilnya di pinggir jalan, dia menatap ponselnya sebentar. It
Waktu begitu cepat berlalu, tidak terasa saat ini sudah sore menjelang malam, ditambah jalanan tengah sepi dan tidak ada satupun manusia disini. Mungkin mereka lebih memilih berdiam dirumahnya bersama keluarga ditengah cuaca yang buruk.Veera melangkahkan kakinya dengan cepat, sambil berusaha mengatur nafasnya yang memburu. Dia masih mencerna kejadian barusan. Nathan, apa yang barusan pria itu lakukan?Apa dia mau gertak gue, karena selama ini gue udah keterlaluan banget. Semoga enggak, dih amit-amit, pikiran Veera mulai berkecamuk.Dengan tergesa-gesa perempuan itu melangkah cepat menuju ke halte terdekat.Hari ini Veera tidak membawa mobilnya, dan dia bepikir akan pulang bareng Sindy, tapi Sindy menyuruhnya untuk menunggu di Halte, katanya pacarnya yang akan menjemput mereka berdua.Sialnya tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Veera menatap kelangit. Mendung, dan terdengar petir.P
Nathan menatap Veera dengan gemas, dia sendiri tidak tahu untuk membuka topik obrolan yang menyenangkan dengan Veera yang super kaku. Ini sangat terasa canggung. Dan Veera terlalu membentengi dirinya sendiri hingga tidak tersentuh.Acuhnya sungguh keterlaluan."Sudah lupakan saja." Nathan memilih mengabaikan ucapannya tadi, daripada ngelantur kemana-mana. Jadi awkward sendiri.Entah sadar atau tidak Veera menoleh ke jendela mobil sambil terseyum kecil melihat tingkah aneh Nathan yang terus menggerutu. Menurutnya, suaminya saat ini terlihat lucu. Dan sebenarnya Veera paham situasi begini.Tidak lama kemudian, mobil Nathan memasuki perkarangan rumah mewah milik orang tua Veera.Di depan pintu raksasa tengah berdiri sosok bocah kecil berusia sekitar dua tahun yang memerhatikan kendaraan mereka. Bocah itu dengan antusias sambil berteriak girang dan melompat-lompat."Ho
"Eh, Veer, tolong nanti lo anter tugas ini ke ruangannya Pak Nathan, ya. Plisss!"Veera menatap malas pada Liam. Cowok berparas tinggi yang tengah berdiri di depannya tersenyuman aneh, juga tak lupamembawa tumpukan buku.Liam menaikkan alisnya tinggi ketika Veera tidak kunjung memberikan respon.Ditatapnya mata hitam Liam dengan lirikan tajam, “Kok gue sih, yang lainnyakan pada nganggur," Veera melirik penghuni kelas kanan kirinya. Dimana banyak mahasiswa sibuk mengobrol tak jelas. Seharusnya Liam peka dengan maksud Veera yang menolak untuk membantu Liam. Tapi dari raut muka lemotnya membuat Veera paham kalau Liam tidak mungkin peka. “Suruh yang lain aja deh!”Veera hendak berlalu, tapi Liam masih menghadang langkahnya. Cowok itu tersenyum menatap Veera penuh arti, "disini yang paling baikkan, lo."Bukanya senang, tapi Veera hanya memasang muka datar mendengar pujian yang Veera tahu ada maksud terte