Dinda terlelap dalam tidurnya, tetapi tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya, Dinda membuka matanya. Ia tersenyum mendapati Ardzan yang tertidur pulas disampingnya. Mungkin, Ardzan seharian cape, jadi membuatnya belum bangun tidur pagi ini.
Dinda menatap lekat kedua mata Ardzan, dengan pelan Dinda mengelus wajah Ardzan.
“Zan, bahkan perasaan aku masih sama… aku tidak bisa membincimu, sekalipun perlakuan kamu terhadapku menyakiti aku…” ucap Dinda dengan pelan.
Dinda melingkarkan tangannya kepada Ardzan, lalu Kembali menutup matanya. Membiarkan perasaanya tenggelam, terlelap dalam tidurnya.
Namun, baru saja Dinda menjelajahi alam mimpinya, Ardzan membangunkannya dengan kasar. Ardzan melempar tubuh Dinda ke lantai, hingga membuat Dinda terbangun.
“BANGUN JUGA LO YA?!” Bentak Ardzan.
“Sakit zan,” Dinda bangun dan menyamakan tingginya dengan Ardzan.
Ardzan menatap Dinda dengan tat
Dinda dan Dalvin mengelilingi beberapa tempat yang menjual koleksi barang-barang untuk oleh-oleh dari bali, Dalvin paham Dinda pasti mengajaknya hanya ingin meminta saran barang apa saja yang cocok untuk Ardzan.“Vin, kayaknya Ardan suka kemeja pantai deh. Katanya kemaren dia gak bawa sama sekali, mau beli juga belum sempat. Ada sih satu di kasih pihak hotel, tap ikan sudah pernah dia pakai. Kamu tahu sendiri kan Ardzan orangnya bagaimana? Barang sekali pakai buang,” ujar Dinda sambil memegang kemeja pantai berwarna biru muda.“Kayaknya Ardzan lebih suka warna formal deh, hitam atau putih,” usul Dalvin.“Kamu tahu dari mana?” tanya Dinda bingung.“Ngapain kamu ajak aku kesini?” tanya balik Dalvin.“Buat minta saran.”“Nah, itu kamu tahu.” Dalvin terkekeh, “Aku emang gak terlalu dekat sama Ardzan bahkan gak deket, tapi pertama kali aku lihat dia, aku udah nebak kala
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Dinda, ia memegang pipinya dan merintih kesakitan, tetapi laki-laki itu kembali menamparnya, kali ini pipi bagian kanan Dinda."Zan, sakit..." rintih Dinda.Ardzan Dirgantoro, kekasihnya."KALAU LO MASIH NGELAWAN PERINTAH GUE? LO TAU SENDIRI AKIBATNYA!" Bentak Ardzan tepat di telinga Dinda.Ardzan mendorong tubuh Dinda dengan kasar, hingga Dinda terpental.Ardzan tersenyum dengan sinis menatap Dinda, lalu keluar dari ruangan kerja Dinda, Ardzan menggebrak pintu dengan sangat keras.Sedangkan Dinda, ia hanya bisa menangis sambil merintih kesakitan.Hanya karena Dinda menolak makan siang dengan Ardzan, padahal Ardzan tahu sendiri kalau alasannya karena kerjaan Dinda belum selesai. Ardzan memang selalu seperti ini ketika Dinda menolak permintaannya, tak peduli hal itu besar maupun kecil.Dinda bekerja di perusahaan milik papanya Ardzan, sebagai staff Administrasi. Sedangkan Ardzan sebagai
"Gue mau kita liburan bulan depan," kata Ardzan."Tapi Zan, kerjaan aku numpuk," balas Dinda.Ardzan menggebrak meja, "Gue gamau tau!"Dengan deru nafas yang berhembus dengan kasar Ardzan menatap Dinda dengan membulatkan matanya, Ardzan tidak boleh dibantah!"Tapi, Zan-" ucapan Dinda Terpotong.Ardzan menarik degan paksa rambut Dinda, dengan sangat keras, ia tak peduli Dinda meringis kesakitan, yang terpenting tidak ada yang berani terhadapanya."Zan--sakit..." rintih Dinda kesakitan.Ardzan semakin kencang menarik rambut Dinda, "Gue gak peduli!"Ardzan selalu saja seenaknya, seolah-olah Dinda tidak punya perasaan, tidak punya rasa sakit, Ardzan selalu mementingkan dirinya sendiri, ia tidak peduli bagaimana hati dan pikiran Dinda.Ardzan melepas tarikannya dari rambut Dinda, kali ini ia beralih ke rahang Dinda, ia mencengkram dengan kasar dan sangar kencang rahang milik Dinda.Ardzan membulatkan matanya, menatap Dinda denga
Setelah pekerjaan hari ini telah selesai, Dinda memutuskan untuk segera bergegas pergi dari kantor agar bisa pulang lebih awal.Di tempat Parkir terlihat Ardzan tengah beridiri di depan mobil mersi putih miliknya, Ardzan melipat tangannya di dada, wajahnya yang sangat tampan serta gayanya yang cool membuat Ardzan diperhatikan oleh karyawannya yang berada disekitaranya.Dinda menghampiri Ardzan, "Kamu gak pulang duluan?""Masuk," Ardzan berlalu dari hadapan Dinda, ia masuk ke dalam mobilnya.Sesuai perintah Ardzan, Dinda masuk ke dalam mobil Ardzan."Kenapa?" Tanya Dinda pelan.Ardzan memukul kemudinya dengan kasar, "Lo tahu gak sih gue nungguin lo berapa lama?!"Dinda menggeleng, karena jujur Dinda tidak mengetahui kalau Ardzan menunggunya pulang.Ardzan menatap Dinda dengan tatapan yang sangat tajam, matanya seperti akan keluar."SATU JAM GUE NUNGGUIN LO!" bentak Ardzan, dengan deru nafas yang terengah-engah."Maaf, tadi a
Dinda memainkan ponselnya, membuka aplikasi sosial media miliknya, instagram.Dinda tersenyum ketika melihat fotonya dengan Alisya, Dalvin dan Dirinya. Mereka bertiga memang sudah sahabatan semenjak duduk di bangku SMP, Alisya yang tomboy, Dalvin yang pintar walau nakal, dan Dinda yang tidak terlalu banyak bicara.Dulu ketika masih sekolah, mereka hampir setiap hari menghabiskan waktu bersama, tidak pernah ada kata bosen mengganggu pikiran mereka. Tetapi, mereka terpaksa harus berpisah, ketika Dalvin memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Australia, jarak yang sangat jauh. Hingga, tiga tahun yang lalu Dinda mendapat kabar kalau Dalvin balik lagi, dan menjalin hubungan yang cukup serius dengan Alisya.Dinda tersenyum, ia sungguh tidak menyangka kedua sahabatnya ini bejodoh, ia ikut bahagia melihat mereka berdua akan segera melaksanakan pertunangan. Tetapi ia juga bingung, bagaimana caranya ia membucarakan hal ini kepada Ardzan, sedangkan Ardzan pasti m
Hari ini Dinda berangkat lebih pagi ke kantor, karena ia ingin segera menyelesaikan pembicaraannya dengan Ardzan.Setelah sampai di kantor, Dinda langsung masuk ke ruangan Ardzan. Ardzan tidak terlalu menyukai yang namanya ramai, itu sebabya ruangan Ardzan hanya berwarna putih, di tambah tidak ada pajangan apapun di ruangan ini, hanya terlihat satu foto kebersamaannya Dinda dan Ardzan yang terpajang di meja kerja Ardzan.Dinda duduk di sofa yang sengaja kantor sediakan untuk klien yang sedang meeting atau berbicara khusus dengan Ardzan, sambil menunggu Ardzan datang Dinda memainkan ponselnya membuka beberapa koleksi foto kebersamaannya dengan Ardzan, tetapi itu foto lama bahkan sangat lama. Karena satu tahun ini mereka tidak pernah foto berdua, bukan karena mereka terlalu sibuk dengan dunia kerja, tetapi karena Ardzan yang menolaknya.Pintu ruangan Ardzan terbuka, sekretaris Ardzan memasuki ruangan Ardzan sambil tersenyum melihat ke arah Dinda.Vionita
Ardzan mengumpulkan seluruh karyawannya di lobby kantor, karena ada hal yang ingin dia sampaikan kepada seluruh karyawannya.Setelah seluruh karyawannya berkumpul, termasuk Dinda, Ardzan langsung memulai pembicaraan."Oke, saya mengumpulkan kalian disini karena ada hal yang ingin saya sampaikan," kata Ardzan dengan wajah yang terlihat serius.Memang kalau Ardzan berbucara dengan orang lain Ardzan bisa cool seperti ini, bahkan pasti tidak ada yang mengira kalau Ardzan itu pemarah kalau lagi sama Dinda.Seluruh karyawan mengangguk.Ardzan kembali melanjutkan pembicaraannya, "Untuk bulan depan, karena papa saya masih tugas di luar negeri dan saya serta Dinda akan liburan ke bali. Jadi, seluruh wewenang perusahaan saya alihkan kepada sekretaris saya, Vionita."Alisya menatap Dinda dengan sinis, padahal baru saja kemaren Dinda bilang kalau mereka ke Bali buat kerjaan, tetapi kenapa Ardzan bilang untuk liburan.Setelah Ardzan selesai
Sudah hampir seminggu Dinda tidak masuk kerja, karena tubuhnya masih memar akibat ulah Ardzan yang memukulinya tanpa jeda. Dinta tidak berobat, ia takut nantinya akan menjadi masalah karena luka nya tidak biasa. Dinda hanya tidak ingin memperpanjang masalah, apalagi nantinya pasti ia lagi yang akan kena imbasnya oleh Ardzan.Dinda sendirian di rumah, karena papa nya masih dirawat dirumah sakit. Dinda juga tidak menengok papa nya karena keadaan Dinda yang tidak baik.Saat Dinda mau memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar, dengan langkah pelan karena menahan sakit disekujur tubuhnya, Dinda membuka pintu rumahnya.Ternyata Ardzan yang datang, Ardzan tidak sendiri tetapi bersama dengan Vionita, sekretarisnya di kantor.Dinda tersenyum, walaupun baru kali ini Ardzan menengoknya, mungkin Ardzan sedang banyak kerjaan, sehingga baru menyempatkan menengok dirinya.Ardzan dan Vionita duduk bersebelahan, sedangkan Dinda duduk berhadapan dengan mereka ber