Luna terkesiap saat Matteo tiba-tiba membopong tubuhnya. Tidak ada pilihan lain bagi Luna selain mengalungkan lengannya pada leher Matteo. Pria itu menunjukan raut wajah serius yang membuat Luna merasa terintimidasi. Matteo langsung membawa Luna ke kamar mandi hotel. Pria itu menyiapkan air hangat untuk memenuhi bathtub. "Maaf, aku langsung membawamu kesini. Mungkin aku terlalu egois telah membatasi keinginanmu untuk bersenang-senang dengan air pantai. Tetapi aku tidak bisa menahannya lebih lama." ucap Matteo sembari melepas kancing kemeja Luna. "Aku sudah berkata padamu, kau bisa melakukannya kapanpun kau mau," jawab Luna yang saat itu pasrah dengan perbuatan Matteo yang melucuti pakaiannya. Dalam hitungan menit semua pakaian Luna telah tanggal di atas lantai, memperlihatkan tubuh polosnya yang membuat jantung Matteo berdetak kencang. Gadis itu bahkan tidak malu menunjukan ketertarikannya pada Matteo. Luna mengalungkan tangan pada leher Matteo dan sedikit berjinjit, sebelum
Luna dan Matteo berjalan beriringan menyusuri pantai. Beberapa orang yang mereka lalui melihat ke arah mereka dengan tatapan kagum yang membuat Luna merasa canggung dengan keadaan sekitar. "Apakah kau merasa semua orang yang kita lalui melihat kita, Matteo?" Luna bertanya dengan suara lirih, sesekali mencuri lihat ke arah para pengunjung yang sedang berjemur. Tanpa sengaja tatapan Luna bertabrakan dengan segrombolan pemuda yang menatapnya dengan tatapan seductive. Seketika Luna mengalihkan pandang ke arah Matteo. Beberapa wanita berbikini yang sedang berjemur bahkan tak segan melepas kacamata hitam mereka dan melihat Matteo dengan tatapan kagum. Hal itu membuat Luna mengkrucutkan bibir."Dan aku rasa, para wanita tertarik padamu." Luna tersenyum samar sembari menilai penampilan Matteo dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kemeja putih yang Matteo pakai terlihat serasi dengan celana jeans selutut yang pria itu kenakan. Matteo tampak berkharisma. Luna bisa memaklumi jika banyak wanita
Matteo menarik tangan Luna dan melangkah cepat, membuat Luna kesulitan mengimbangi langkah Matteo. Gadis itu sama sekali tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Matteo. Melihat dari sikap Matteo saat ini, terlihat bahwa pria itu marah. Matteo memperlakukannya seperti seseorang yang telah berbuat suatu tindak kejahatan dan akan segera dieksekusi setelah ini. "Bisakah kau membelankan langkahmu?" pinta Luna yang tidak mendapat respon dari Matteo. Pria itu hanya menoleh ke arah Luna sekilas dengan mata tajamnya, wajah Matteo terlihat begitu menyeramkan, sehingga Luna memilih untuk menyimpan kalimat protesnya yang hendak ia keluarkan berikutnya. Luna mengabaikan kakinya yang tersandung beberapa kali.Keduanya tiba di kamar hotel dan Matteo langsung membanting pintu hotel dengan sangat keras. Membuat Luna terkesiap dan memeluk tubuhnya dengan kedua lengan karena merasa takut. Kedua tangan Matteo bertolak pada pinggangnya. Pria itu menatap Luna dengan amarah yang ketara. Matteo berjalan mend
Keheningan menyelimuti meja makan keluarga Winterbourne pagi itu. Semua hidangan yang siap memanjakan lidah terhidang di meja, namun tidak satu pun dari makanan yang ada di di hadapan mengundang minat Alex untuk menjamah makanan-makanan itu. "Mengapa kau tidak mengisi piringmu, Sayang?" Rosaline baru bertanya saat menyadari Alex sedari tadi hanya berpangku tangan dan melihat hidangan di meja tanpa minat. "Tidak apa-apa. Beberapa hari ini aku tidak begitu berselera untuk makan." jawab Alex berbohong. Ia enggan mengakui bahwa nafsu makannya akhir-akhir ini berkurang setelah melihat anak gadis kesayangannya memperlihatkan hubungan yang terjadin antara dirinya dengan Matteo, pria yang pernah menjadi bodyguard kebanggan Alex untuk menjaga Luna. Alex semakin yakin bahwa kejadian memalukan di malam pertunangan putrinya malam itu memang unsur kesengajaan yang dilakukan Matteo dan Luna. "Greta," panggil Alex kepada pelayan yang saat itu melintas. "Ya, Tuan?" pelayan perempuan itu menu
Bugh! Mata Luna yang terpejam saat menanti kecupan bibir dari Adrian seketika terbuka lebar saat melihat kekasihnya, Adrian, sudah tersungkur di atas tanah. Seolah belum puas melihat Adrian kesakitan dengan pukulan yang baru saja Matteo daratkan, Matteo Vicenzo yang merupakan bodyguard Luna, kembali menghujani pukulan di perut Adrian. "Teo, hentikan!" pekik Luna Winterbourne yang berhasil membuat Matteo menghentikan pukulannya, sehingga tangan mengepal pria itu berhenti di udara. Gadis itu mendekati Adrian yang susah payah berusaha bangkit ke posisi duduk. Sentuhan Luna pada wajah Adrian yang memar seketika mendapat tepisan kasar dari kekasihnya. "Aku sudah berulang kali mengatakan padamu untuk tidak membawa bodyguardmu saat kita bertemu! Dia selalu saja mengacaukan segalanya!" geram Adrian sebelum akhirnya bangkit perlahan dan pergi meninggalkan Luna. Alis Luna bertaut, dia sendiri tidak tau dari mana arah datangnya Matteo. Pria itu muncul tiba-tiba tanpa terdengar suara derap
"Apa yang membuat wajahmu babak belur begitu?" tanya Emily saat mendapati wajah Adrian memar. "Bodyguard bodoh Luna menghajarku tanpa sebab." jawab Adrian berbohong dan memasang raut wajah polos, karena tidak mungkin dia mengaku kepada Emily bahwa memar di wajahnya terjadi karena dia berusaha mencium Luna, yang tak lain adalah saudara tiri Emily. Bisa-bisa Emily marah saat itu juga. Pria itu menyesap minuman yang sudah Emily pesan beberapa menit sebelum pria itu datang ke cafe tempat mereka berada saat ini. Di kursi seberang meja, Emily menatap lekat pada wajah kekasihnya tesebut. Karena sedingin apa pun pembawaan Matteo, tetapi menurutnya pria itu bukanlah orang dengan gangguan jiwa yang akan menyerang siapa pun tanpa alasan. Emily meragukan jawaban Adrian. “Kau pasti berbohong! Pasti kau melakukan sesuatu yang membuat amarahnya tersulut.” desak Emily dengan tatapan penuh selidik.Andrian pun menarik nafas berat dan menghembuskannya perlahan sebelum akhirnya mengakui kesalahannya
"Bastard!" geram Matteo saat mendapati tubuhnya terjerembab di atas lantai tanpa menyadari siapa pelaku yang mendorongnya.Pria 32 tahun itu berjalan gontai menuju ke sebuah ranjang, karena dalam keadaan mabuk berat pun dia tau bahwa berbaring di ranjang jauh lebih nyaman dari pada di atas lantai yang dingin.Dibawah pengaruh psikedelik yang Adrian masukkan ke dalam minumannya, menjadikan Matteo berhalusinasi dan mulai bereuforia saat melihat gadis yang dia sukai terlelap di atas ranjang hanya menggunakan pakaian dalam, sementara gaun indah yang melekat pada tubuhnya tergeletak di atas lantai."Ah, Luna, aku nyaris berpikir bahwa harapanku akan pupus malam ini." gumam Matteo sembari menyentuh pipi Luna yang sehalus porseline cina. "Ternyata aku salah, kau datang dan menyerahkan tubuhmu sepenuhnya padaku! Sekarang aku sadar, cintaku tidak bertepuk sebelah tangan!" Dalam halusinasinya, Matteo melihat Luna seolah sangat berhasrat padanya, sehingga ia pun tertawa renyah karenannya."Baik
Diliputi perasaan gelisah, Luna ahirnya memenuhi panggilan ayahnya ke ruang tamu diikuti oleh Matteo yang juga memenuhi panggilan Alex.Ternyata tidak hanya Alex yang ada di sana, ada Adrian dan juga kedua orang tuanya, Robert Carter dan Sarah Carter. Semua orang yang ada di sana menatap Matteo dan Luna dengan tatapan benci. Seketika atmosfer di ruangan tersebut terasa berat bagi Luna. "Ada apa Ayah memanggilku?" tanya Luna yang sama sekali tidak tahu apa tujuan Alex memanggilnya. Raut wajah polos Luna seketika menambah kemarahan Alex. "Jangan berpura-pura bodoh di hadapanku!" gram Alex dengan kedua tangan mengepal di atas pangkuan. "Apa maksudmu, Ayah?" dahi Luna mengerut dalam, dia benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya dibicarakan oleh ayahnya. "Kau masih saja tanya apa maksudku?" Alex bertanya dengan seringai tajam yang membuat bulu kuduk Luna meremang. Itu adalah kali pertama dia melihat raut menyeramkan sang ayah. "Ayah melihatmu melakukan hal yang tak pantas bersama Ma