Share

BAB 7 - Hari Pertama

Hari ini adalah hari pertama Dewi bekerja di Nadrika Group. Ia berangkat 20 menit sebelum jam kerjanya dimulai.

Selain untuk mengantisipasI adanya macet di jalan, Dewi adalah tipe  orang yang disiplin terutama mengenai waktu. Sebisa mungkin, ia datang 10 menit lebih awal di kantor.

Setibanya di kantor, Dewi diarahkan menuju meja Nata, Sekretaris Utama Nadrika Group. Nata sepertinya datang lebih awal, melihat ia sudah sibuk dengan tumpukan dokumen di atas mejanya.

“Selamat pagi, Pak.” Dewi menyapanya dengan sopan, yang membuat Nata berhenti dari pekerjaanya sejenak.

“Oh, kamu sudah datang. Maaf, aku tidak mendengar kedatanganmu.”

“Tidak masalah, Pak.”

“Silahkan duduk disini, Bu. Pekerjaan kita sangat banyak,” ucapnya sambil mempersilahkan Dewi untuk duduk disampingnya. Dewi pun segera duduk, Nata memindah setengah dari tumpukan dokumen yang berada di atas mejanya.

“Kita harus menyelesaikannya segera. Ah, anda sudah mengerti apa yang harus dilakukan bukan?” Dewi meresponnya dengan mengangguk, lalu tangannya dengan lincah mengerjakan tugasnya.

“Memang benar, harus mencari yang berpengalaman,” gumamnya sambil melihat Dewi yang sudah beradaptasi dengan pekerjaan barunya.

“Setelah ini, masih ada dua lusin dokumen yang harus kita kerjakan.”

Dewi hanya mengangguk lalu kembali tenggelam di dalam dokumen. Tak mau kalah dari Dewi, Nata juga kembali bekerja dengan baik dan cepat.

Di kantor sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi, dimana jam kerja sudah dimulai. Tampak pegawai kantor Nadrika Group sudah menyesuaikan diri ke dalam divisi masing – masing.

Kemudian datang seorang perempuan masuk ke dalam divisi pemasaran, ia memakai blouse yang cukup membentuk lekuk badannya, dengan dua kancing yang terbuka di atasnya, sehingga bisa terlihat belahan dadanya jika ia menunduk.

Penampilan sensualnya ini, membuat para pegawai yang disana memandangi perempuan tersebut. Wajahnya juga tak kalah menarik, make-up bold menghiasi kulitnya dengan sempurna. Siapapun setuju, dia adalah perempuan yang memesona.

“Anda sudah datang, Bu Dilla?” Sapa salah seorang pegawai yang berada disana.

Perempuan memesona tersebut adalah Ardilla, seorang kepala manajer pemasaran di perusahaan ini. Menjabat sebagai kepala manajer diusianya yang tergolong belia ini, dia termasuk orang yang hebat. Setelah ia memimpin pun, divisi nya berkembang dengan maju. Hanya saja, sisi nya yang terlalu fanatik kepada pak CEO membuat orang heran.

Ia sendiri bahkan mendirikan fan-club untuk pak CEO. Bagi Dilla, Satya sudah seperti idol kelas atas.

“Hai, Neta. Tentu saja, aku sudah datang.” Dilla membalas sapaan bawahannya dengan tersenyum manis.

“Wah, anda cantik sekali, bu. Anda adalah orang yang paling cantik di kantor ini.” lanjutnya sambil tersenyum antusias, mendengar namanya dipanggil oleh Dilla.

“Haha, terimakasih untuk pujiannya.” Dilla kembali tersenyum senang. Salah satu sifat dari Dilla ia menyukai pujian.

“Ya, ya, kamu memang yang paling cantik, setidaknya sebelum sekretaris baru kita datang.”

Andini tiba – tiba datang dari belakang, dengan penampilan berantakan khas dirinya yang sangat kontras dengan penampilan Dilla.

“Apa yang kamu lakukan disini, dasar tante – tante.” Ia mengucapkannya dengan nada tinggi. Terlihat jelas, mereka berdua sangat tidak akur.

“Aku hanya memberikan tugas yang diberikan oleh Pak Nata,” tangannya memberikan lembaran kertas yang dibawanya kepada Dilla,” oh, Tuhan. Kamu lebih terlihat seperti tante – tante bagiku. Kau tahu, Pak Satya tidak tertarik dengan penammpilan seperti ini.” lanjutnya sambil memandangi Dilla dari atas ke bawah, kemudian menggelengkan kepalanya.

“Apa yang kau maksud, hah? Dasar tante gimbal!”

Dilla segera merebut kertas tersebut dengan cepat dan segera pergi menuju ruangannya dengan kesal. Andini yang melihatnya hanya tertawa kecil, kemudian  ia melangkah keluar dari ruangan divisi pemasaran.

Setelah pertengkaran dua kepala manajer tersebut usai, para karyawan pun berkumpul di meja Neta dan mulai bergossip.

“Wah, padahal tadi aku sudah membuat mood Bu Dilla baik, gara – gara dia moodnya menjadi buruk.” Neta bersungut – sungut kesal dan diikuti anggukan tanda setuju dari karyawan lain.

“Yah, hanya Bu Andini yang berani bertengkar dengan Bu Dilla, haha.” Salah seorang dari mereka menimpali dan tertawa geli.

“Aku tidak ingin mendengar namanya, itu membuatku kesal.”

“Eh, ngomong – ngomong, siapa sekretaris baru yang dibicarakan tadi? Aku ingin melihatnya.”

“Yah, aku juga belum tahu, sih. Aku belum melihatnya dari pagi,” ia menghendikkan bahunya,”bukankah harusnya sekretaris baru diperkenalkan dahulu kepada kita?”

“Harusnya juga begitu, ini kan hari pertama ia bekerja.”

“Atau, jangan – jangan dia datang terlambat?”

Padahal seseorang yang mereka bicarakan sedang sibuk bekerja dengan tumpukan dokumen bersama Nata. Mereka berdua bekerja dengan tenang hingga jam makan siang.

Satya yang melihat mereka berdua tidak berpindah dari posisi sejak tadi pagi, membuatnya kesal. Bahkan, Dewi belum diperkenalkan secara resmi kepada dirinya dan koleganya di kantor. Nata sudah memonopoli Dewi sejak pagi. Satya sudah menyiapkan kata – kata yang keren untuk menyambut Dewi.

“Ini sudah jam makan siang, apa kalian tidak ingin istirahat?” Satya berdiri di depan meja sambil memandangi wajah Dewi yang sedang fokus bekerja.

Anak rambut Dewi terjatuh di depan wajahnya, membuat Satya gatal ingin menyilakan rambut hitamnya.

Mereka berdua tidak tersadar dengan kehadiran Satya disana karena sudah terlanjur fokus dengan pekerjaan.

“Ehem!” ia berpura – pura batuk dengan keras dan berhasil membuat mereka berdua terhenti dari pekerjaanya.

“Oh, Bos. Ada apa?”

“Bos?” Dewi memasang wajah terkejut sambil memandang wajah seorang lelaki yang dilihat olehnya ketika ia diwawancarai kemarin.

“Ah, aku lupa untuk memperkenalkannya. Dia adalah Satya, CEO perusahaan kita. Sebelumnya, kamu pernah melihatnya bukan? Ketika wawancara kemarin.”

Benar ucapan dari sahabatnya kemarin, laki – laki itu adalah CEO yang banyak dibicarakan. Wajahnya yang tampan terlihat dengan jelas, karena dia berdiri tepat dihadapannya.

Dewi langsung berdiri, dan membungkuk hormat setelah mendengar perkataan Nata,”Saya Dewi Lasmana, Pak. Senang bertemu dengan anda.”

“Iya, senang bertemu juga. Mohon bantuan untuk ke depannya, Dewi.” Bibirnya terangkat keatas, ia tersenyum senang.

“Oh, iya, Nat. Jangan – jangan kmau belum memperkenalkan Dewi ke karyawan lain?” ucap Satya dengan curiga. Nata hanya menggaruh pipinya  yang tidak gatal. Membenarkan dugaan dari Satya.

“Pekerjaan kita sangat banyak, Bos. Saya minta maaf. Saya berencana akan memperkenalkan Dewi setelah makan siang.”

“Aku yakin, jika tidak diingatkan, kamu pasti lupa melakukannya,” Satya mendengus kesal, ”saya minta maaf, Dewi. Seharusnya pagi tadi kamu sudah diperkenalkan kepada karyawan lainnya.”

“Em, tidak apa – apa pak. Saya tidak mempermasalahkan hal ini.”

“Baik kalau begitu,” nadanya melembut jika berbicara dengan Dewi,”Nat, jangan lupa dengan tugasmu!” kemudian berubah nada tinggi kepada Nata, yang direspon dengan dengusan kesal. Satya pun berlalu kembali masuk kedalam ruangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status