"Really?? Hanya segini pembacaku?!" Camelia berteriak frustasi melihat layar laptopnya. Ini sudah hampir setengah tahun tapi ceritanya selalu sepi pembaca. Yah sepi bukannya tidak ada pembaca maksudnya hanya puluhan orang yang tertarik membaca ceritanya. Tapi tetap saja puluhan itu sangat sedikit! "Perasaan cerita gue bagus, malahan bagus banget. Update juga nggak lama-lama banget. Tapi kenapa jumlah pembacanya sedikit begini?" Tanya Camelia bingung. Camelia mengetuk meja sembari memikirkan ceritanya. "Gue harus apa coba? Promosi? Udah. Apa lagi??" Menjatuhkan kepalanya di meja, Camelia menatap sendu tong sampah yang penuh oleh kertas-kertas. Itu semua adalah cerita buatannya yang ia ajukan kepada penerbit. Tapi satupun tidak ada yang lolos. Benar-benar menyebalkan. "Tunggu, Alisya mungkin bisa membantu." Camelia meraih hp nya dan mulai menelpon temannya. "Alisyaaa..." Bukan sapaan halo melainkan suara rengekan yang keluar. Tampaknya Camelia benar-benar putus asa. "Lo, kenapa?"
Sore hari terasa begitu terik. Apalagi saat berada di luar ruangan yang dekat dengan jalanan aspal tempat kendaraan berlalu lalang. Tidak hanya panas tapi juga polusi yang kotor.Diatas semua itu gadis ini justru menunggu di depan cafe sambil memakan es krim rasa coklatnya. Mungkin rasa dingin pada es krim membuatnya mengabaikan terik matahari yang menyengat dan polusi yang bertebaran.Tepat disuapan terakhir, pria yang gadis ini tunggu akhirnya datang. Begitu selesai menelan suapan terakhir es krim miliknya, ia langsung mencampakkannya dengan sedikit keras di tong sampah."Sopankah anda membuat seorang gadis cantik menunggu lama di depan cafe sendirian?" Sindir Camelia."Aku sibuk," jawab Caesar singkat. Tanpa minta maaf. Tentu saja itu membuat Camelia kesal.Tapi lupakan itu, ada hal yang lebih penting yang harus ia bicarakan."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.""Kita bicarakan di dalam," ujar Caesar bergerak ingin masuk ke dalam cafe tapi Camelia buru-buru menarik tangannya. "
"Ini cek lima ratus juta. Kau bisa mendapatkannya sekarang jika menyetujui kontrak ini." "Aku tidak yakin lima ratus juta hanya untuk berpura-pura sebagai sepasang kekasih." Kenapa dia sangat pintar? Batin Camelia. Dia benar-benar tidak bisa ditipu. Baiklah, lebih baik mengatakan yang sebenarnya. Camelia menyandarkan punggungnya. "Yah, baiklah. Sebenarnya aku ingin hubungan ini berlanjut bukan hanya untuk balas dendam. Tapi karena hal lain..." Bagaimana mengatakan hal itu? Camelia ragu. Caesar menyeringai. Sudah ia duga, uang sebanyak itu hanya untuk melakukan hal konyol ini? Itu tidak mungkin. Apa yang diinginkan gadis ini darinya? "Apa yang kau inginkan?" Berdeham canggung dengan ragu Camelia menjawab, "Aku ingin kau bersikap sebagai kekasih yang baik dan emm... romantis?" "Romantis?" Bingung Caesar. Camelia menghela napas pasrah. Sepertinya ia harus menjelaskannya dari awal. Mengambil napas dalam-dalam Camelia pun menjelaskan mulai dari cita-citanya yang ingin menjadi p
Malam di kota London begitu terasa menusuk dan menyeramkan di sebuah bangunan kumuh di sudut kota. Rintik air hujan yang masuk ke dalam atap turun membasahi lantai. Hujan turun begitu derasnya di luar sana. Suasana di luar terasa tentram. Tapi terasa sunyi dan menyeramkan di dalam sebuah bangunan kumuh. Tiga orang pria dengan kemeja putih yang sudah kotor menundukkan kepala ketakutan. Wajah mereka terlihat sangar tapi berbeda dengan ekspresi yang mereka tunjukkan. Ada guratan ketakutan di raut wajah mereka yang tidak bisa disembunyikan. Di depan ketiga orang tersebut. Ada sepuluh orang pria yang memakai setelan jas hitam yang rapi dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancung mereka. Sepuluh orang tersebut menatap ke depan tanpa ekspresi. Tak Tak Tak Suara langkah kaki seseorang bergema di bangunan kumuh tersebut. Seora
"I'm leaving London." Ujar Caesar pada John. (Aku akan pergi dari London.)John terkekeh sinis mendengar itu. Ia sudah menduga Caesar akan mengatakan hal itu padanya. Tapi rasanya tetap saja kesal."Then who will take care of this mafia syndicate? Drug smuggling? Human trafficking? Gun sales? And the black market?" Tanya John kesal. (Lalu siapa yang akan mengurus sindikat mafia ini? Penyelundupan narkoba? Perdagangan manusia? penjualan senjata? Dan pasar gelap?)"That's me?" John menunjuk dirinya sendiri dengan wajah kesal. (Itu aku?)"Of course you. Who else?" Balas Caesar ringan. (Tentu saja kau. Siapa lagi?)"You're worthy enough to be a mobster after all, John." Lanjutnya ringan. (Lagipula kau cukup layak untuk menjadi seorang Mafia, John.)Kekesalannya John semakin meningkat mendengar ucapan ringan Caesar. Ia terkekeh
"Kak Angga apa maksud postingannya kak Jian?! Kenapa kalian berdua pakai baju pengantin, ha?! Maksudnya apa?!!" Camelia berteriak marah dengan mata yang berkaca- kaca. Setelah melihat postingan itu dia langsung meninggalkan cafe dan menemui Anggara. Meminta penjelasan dari apa yang dilihatnya itu. Camelia benar-benar berharap agar itu semua salah. Anggara tidak mungkin mengkhianatinya dengan menikah dengan Jian. Di depannya, Anggara hanya bisa diam dengan kepala yang menunduk ke bawah. Tidak ada penjelasan yang keluar dari mulutnya. Dan itu membuat Camelia semakin marah. "Kak Angga jawab! Apa bener kak Angga akan menikah dengan kak Jian?!" Lagi, Anggara tetap diam. Camelia menarik napasnya dalam. Melihat kebisuan Anggara, dia yakin jika yang dikatakan Alisya benar. Anggara memang akan menikah dengan Jian. Camelia menitikkan air matanya lalu menatap Anggara. "Ternyata benar. Kak Angga memang akan menikah dengan kak Jian." Ujarny
Camelia menatap waspada semua hal di sekiranya. Jalan yang sepi tanpa suara manusia atau hewan ini benar-benar membuat Camelia merinding ketakutan. Biasanya tempat-tempat seperti ini banyak sekali penunggunya. Memikirkan hal menakutkan itu membuat Camelia semakin merinding. Ia berharap semoga saja tidak ada sosok menakutkan di tempat ini. Tiba-tiba saja mata Camelia tidak sengaja menangkap sesuatu bergerak di atas pohon beringin. Camelia terkejut dan langsung berlari ketakutan. "Huaaa papa tolongin Camelia. Ada hantuuuu paa!!" Seru Camelia berteriak ketakutan. Camelia terus berlari sekuat tenaganya tanpa memperdulikan kemana arah jalannya. Yang ia pikirkan adalah bagaimana caranya ia pergi dari tempat menyeramkan itu. Camelia berlari sambil menengok ke belakang. Memastikan jika tidak ada hantu yang mengejarnya. Dan tepat dari arah depan sebuah mobil melaju dengan cepat ke arahnya. Cahaya terang da
"Rumah yang bercat putih. Itu rumahku." Seru Camelia memberitahu. Ali mengangguk lalu mengemudikan mobilnya ke rumah yang ditunjuk Camelia. Mobil hitam miliknya berhenti tepat di luar pagar rumah Camelia. Caesar melirik rumah bercat putih itu dari dalam kaca mobil. Menatap rumah Camelia yang sangat besar dan megah. Ia melirik sekilas Camelia yang turun dari mobil. Ia mendengus. Akhirnya gadis itu turun. Camelia mengetuk kaca mobil depan lalu tersenyum senang. "Terimakasih telah mengantarkanku pulang." Ujarnya pada Ali. Ali membuka kaca mobilnya lalu mengangguk kecil. "Sama-sama." Sekilas Camelia menatap wajah Caesar dari luar kaca mobil. Terlihat sekali jika pria asing itu sangat berharap dirinya segera pergi. Camelia menyeringai memikirkan sesuatu. Kemudian dia mengetuk kaca mobil belakang. Caesar menoleh ke arahnya dengan tatapan sinis.