"Kenapa kau berteriak padaku jika menyangkut Nona Rania?" tanya Ricko.
"Bu ... bukan maksudku seperti itu, saya hanya kaget saja," kata Asisten Kevin. Wajahnya langsung terlihat pucat. Baru kali ini ia seperti menentang bosnya.
Sepertinya memang benar dugaanku, dia sangat menyukai Nona Rania, pikir Ricko.
Mungkin ini takdir, wanita yang segarusnya di jodohkan denganku malah bertemu dengan Kevin tetapi wanita yang bertemu denganku di perjodohan itu adalah wanita lain. Dan gadis itu sangat lucu tingkahnya, batin Ricko.
"Tidak usah khawatir, katakan saja pada kakek jika aku tetap akan menikah tapi ... dengan wanita lain,"kata Ricko.
"Apa? Dengan siapa Tuan akan menikah?" tanya Asisten Kevin penasaran.
"Sampaikan saja tak lama lagi akan ku perkenalkan dengan wanita pilihanku," ucap Presdir
Bagaimana kalau kita bertemu hari ini?" ajak Adisty dalam telepon."Maaf, aku tidak bisa hari ini aku sangat sibuk sekali. Banyak pekerjaan kantor menungguku," sahut Rania."Woi! Semenjak kapan kau menjadi wanita sibuk. Bukankah kau bekerja di perusahaan papamu. Yang ada pasti kamu datang hanya untuk absen, setelah itu kau pergi seenaknya " sindir Adisty."Itu ... itu tidak benar. Ini akhir tahun jadi banyak pekerjaan lembur," jawab Rania berbohong."Jangan bohong! Kamu hanya beralasan supaya bisa menghindariku!" kata Adisty penuh kemarahan."Benar, aku tidak bohong Adisty." Rania mengusap keringat dinginnya sementara tangan kanannya masih nenempelkan benda pipih itu di telinganya.Adisty duduk di kursi yang berada di taman kantornya. Matanya sambil mengawasi keadaan, barangkali ada yang mendengar percakapan
Pemandangan yang cukup aneh. Seorang presdir tampan sedang berdiri di trotoar menunggu Adisty datang. Setiap kali orang yang lewat memandang penuh takjub. Bagi mereka hal ini adalah suatu pemandangan yang cukup langka. Pria tampan memakai setelan jas parlente sedang berdiri tegak di samping mobilnya menatap kesana kemari seperti sedang mencari seseorang."Lihatlah sayang, pria itu kelihatan bercahaya di antara lainnya. Kulitnya putih bersih, tubuhnya tegap dan kaya raya ...," puji salah seorang wanita yang lewat bersama kekasihnya."Benar, paket komplit. Tak ada yang bisa menyamai ketampanannya," celetuk pria di sebelah wanita itu.Ada lagi seorang ibu-ibu muda lewat membawa barang belanjaannya mulutnya sampai melongo melihat pria keren di depannya.Hemm, baru kali ini aku melihat sebuah patung sempurna. Mungkin bila dia
Mobil Ricko berhenti tepat di sebuah taman yang di penuhi dengan lampu kota. Adisty keluar dari mobil memandang takjub pemandangan di depannya."Waah, indah sekali," puji Adisty lirih."Wajahmu juga indah," kata Ricko lirih. Ia malah sibuk menatap wajah Adisty daripada melihat indahnya lampu-lampu hias di depannya."Apa maksud Anda tadi?" tanya Adisty."Kita jalan lagi," jawab Ricko.Apa aku tidak salah dengar jika dia memujiku tadi, batin Adisty.Ricko kembali menggenggam tangan Adisty. Ia mengajaknya berjalan-jalan melihat keindahan taman kota di malam hari."Kakek saya orangnya sangat detail dalam menilai seseorang. Jadi jangan sampai dia curiga kalau kita hanya pura-pura saja," terang Ricko.Saya tidak peduli dengan kakek Anda yang sangat sensitif, tetapi bagaimana caranya mengatasi jantungku yang makin sensitif, batin
Jantung Adisty kembali berdegup kencang. Ia takut tidak bisa mengendalikannya. Wajah Presdir Ricko terlalu tampan, jarak pandang keduanya terlalu dekat mukanya tiba-tiba memerah karena malu. "Kau harus terbiasa menatapku, jangan gugup." Ricko melepaskan pelukannya sehingga Adisty pelan-pelan bisa mengatur pernafasannya. Parfumnya sangat harum, tubuhnya tegap sempurna. Aku takut jika jatuh dalam permainan ini, batin Adisty. Adisty hanya diam saja, meskipun hatinya berisik meneriakkan sesuatu. Ia tidak menyangka jika sepanjang jalan Presdir Ricko menggenggam tangannya. Dari samping wajah pria itu tampak sempurna di tambah lagi cahaya lampu taman menerpa wajahnya. "Usap air liurmu, jangan menatapku terus," kata Ricko tanpa melihat ke arah Adisty. Bagaimana ia tahu aku memperhatikannya, memalukan sekali, batin Adisty. Di t
"Menikah?!" tanya Jonathan lagi."Iya, kami akan menikah," ucap Ricko tegas.Wajah Jonathan menjadi pias. Tangannya mengepal erat, ia tidak menyangka jika pria yang berdiri di hadapannya ini serius mau menikahi Adisty.Ricko meninggalkan Jonathan yang masih berdiri terbengong di toilet. Ia melangkah penuh percaya diri menuju Adisty berada."Kenapa lama sekali?" tanya Adisty."Oh, di tinggal sebentar saja kau sudah merindukanku," ucap Ricko menyentuh hidung mancung Adisty. Adisty menggeser sedikit wajahnya, baginya akting presdirnya kali ini terlalu sempurna.Jonathan berdiri tak jauh dari mereka memperhatikan gerak-gerik keduanya yang makin mesra."Eh, kak Jo sudah datang rupanya," sapa Cecil.Jonathan akhirnya tersenyum pada pacarnya. Ia menggeser kursinya duduk di samping Cecil."Untung kakak datang, lihatlah mereka mesra sekali aku sampai iri," ungkap Cecil. Mendengar perkataan Cecil Jonathan semakin gerah."Sa
Hari ini Adisty tidak berangkat ke kantor ia sudah meminta ijin cutinya. Bukan karena sakit akan tetapi ia membantu mamanya bekerja di warung soto. Mama Adiaty mengalami terkilir pada kakinya karena terpeleset di pasar saat membawa barang belanjaan terlalu banyak. Warung tidak dapat di liburkan mengingat keluarga Adisty saat ini butuh pemasukan.Adisty tidak bisa membiarkan adiknya bekerja sendirian. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil cuti satu hari demi membantu adiknya berjualan.Di kantor Ricko tampak gelisah karena hari ini Adisty tidak datang ke kantor."Selidiki kenapa hari ini karyawan yang bernama Adisty tidak masuk!" perintah Ricko.Hmm, sejak kapan presdir mempedulikan karyawannya. Apalagi karyawan dari divisi kecil, batin Asisten pribadinya."Kau dengar kan apa kataku!" kata Ricko agak keras."Iya, Presdir," jawab Kevin."Lalu kenapa kau masih berdiri di sini? Segera tanyakan pada bagian kepala divisinya!" perinta
"Pacar dalam kesulitan tentu saja saya datang membantu," ucap Ricko menatap tajam ke arah Jonathan. Tatapan mereka saling menyerang seperti kucing dan anjing.Adisty merasa canggung berada di tengah-tengah mereka. Melihat wajah Ricko yang tidak ramah pada Jonathan membuatnya merasa tidak enak. Tatapannya terlalu mendalam seperti melihat musuh terbesarnya yang selama ini sudah lama tidak di temuinya."Maaf, sebaiknya salah satu di antara kita ada yang di luar untuk melayani para tamu. Salah satu ada yang di dalam untuk membantu memasak dan membuang sampah, karena sampahnya sudah terlalu banyak di sana," ucap Adisty."Biar aku saja yang melayani tamu di luar," ucap Ricko tapi matanya tidak lepas melihat tajam ke arah Jonathan."Aku yang akan membuang sampahnya," lanjut Jonathan."Ya, kamu memang pantas berururusan dengan sampah, sesuai dengan orangnya," sindir Ricko."Apa maksudmu sebenarnya?" jata Jonathan berang."Tidak ada, jan
Braaak!"Presdir Anda baik-baik saja?" tanya Asisten Kevin.Hemm, Adisty masih belum bisa melupakan Jonathan, batin Ricko jengkel.Asisten Kevin membuatkan kopi panas sembari melirik ke arah bosnya. Hari ini Ricko tampak aneh pagi-pagi sudah melamun tidak seperti biasanya. Padahal biasanya gila kerja. Dan waktu adalah uang.Apa yang dimiliki Jonathan sehingga Adisty masih saja menyukainya sampai sekarang, pikir Ricko."Maaf, apa Anda hari ini akan ke warung sotonya Nona Adisty?" tanya Kevin."Untuk apa kamu menanyakan sesuatu yang sudah pasti jawabannya," kata Ricko. Ia duduk di kursi kerjanya bertopang dagu. Saat menjawab pun tatapannya kosong ke depan. Sesekali menggeram menahan amarahnya.Presdir, pekerjaan Anda terus tertunda. Kalau Anda terus di sana membantu membuat soto dan menjadi pramusajinya maka warung itu akan semakin sukses dan besar. Ganti perusahaan kita yang akan gulung tikar," kata Asisten Kevin menasehati."Cari orang