"Maafkan aku Mas!" Aku masih mengigit bibir bawahku. Kuusap lembut layar ponsel Mas Bagas. Berharap bisa menemukan jawaban dari teka teki yang terus menyelimuti hatiku."Masukan kata sandi!"Tulis layar itu, membuat kumengulum saliva. Kemudian mendengus kesal."Dek, di mana?" teriak Mas Bagas membuatku terkejut. Segera kuletakan benda pipih itu kembali pada tempatnya."Di kamar, Mas!" sahutku masih dengan jantung yang berdebar.Tak! Tak! Tak!Suara hentakan kaki Mas Bagas yang berjalan ke arahku terdengar semakin dekat. Dengan cepat kuayunkan kembali gagang sapuku agar pria bertubuh tegap itu tidak curiga."Huf," Mas Bagas meniup kecil diambang pintu yang terbuka dengan terse
Part sebelumnya.Kenyataan apa lagi ini Mas!Aku masih menguatkan tubuhku berdiri di hadapan teman Mas Bagas. Setelah pria itu menyerahkan kantong kresek yang berisi tas rangsel milik Mas Bagas dan kemudian pergi. Tubuhku seketika terhuyun duduk di kursi teras rumah. Netraku terasa dipenuhi oleh cairan yang membuat sesak seluruh dadaku. Baru kali ini Mas Bagas membohongiku atau baru kali ini kebohongan Mas Bagas yang aku ketahuiAku manangis tergugu di teras rumah, benakku samakin berkeliaran pada hal hal yang tak masuk di akalku. Apakah mungkin Mas Bagas seperti Sarifudin, suami Bu Iska?Next PART 3Hari-hari kulakui dengan sepi bahkan rasa sakit ini pun tak kujung juga mereda. Tak kuperduli kan Mas Bagas yang berkali kali menghubungiku bahkan ribua
Segara kuraih selembar nota pembayaran rumah sakit yang terjatuh sembarang. Kubuka lipatan secarik kertas yang jelas tertulis nama Yasmin yang terletak di ujung nota lengkap dengan tanda tangannya.Di dalam nota itu hanya tertulis rincian biaya perawatan, tanpa nama pasien atau pun penyakit yang diderita. Hanya pada akhir nota tertulis nama Yasmin sebagai pelunas biaya tersebut.'Kenapa bukan nama Mas Bagas?' Apakah nota ini bukan milik Mas Bagas? Jika bukan kenapa nota ini ada di dalam saku baju Mas Bagas?'Benakku terus berfikir, namun aku mencoba berfikir sepositif mungkin. Aku tidak mau terjadi kesalahpahaman seperti halnya hari kemarin.Aku percaya Mas Bagas tidak akan pernah membohongiku. Karena yang aku tau pria itu sangat mencintaiku.Segara kulanjutkan kembali aktifitasku menc
Part sebelumnya.Stttt,Pak Aris meletakan jari telunjuknya ke dekat bibirnya. Kemudian mendekatkan wajahnya sedikit ke arah lku yang duduk di sampingnya."Bu Reza, tapi jangan marah ya. Tadi aku melihat suami ibu masuk ke hotel bersama seorang wanita," bisik pria itu sesaat membuat pandanganku terasa kabur dengan jantung berdebar.Next part 5Deg!Benar, jantungku rasanya sedang berhenti mengalirkan darah keseluruh tubuhku. Pria itu menatapku dengan serius, sepertinya Pak Aris benar-benar dengan ucapannya. Segera kunormalkan pikiranku yang hampir limbung oleh cerita yang Pak Aris sampaikan. Namun tubuhku masih saja terasa bergetar."Apa Pak Aris yakin kalau itu adalah Mas Bagas?" tanyaku memastikan apa yang Pa
Part Sebelumnya"Mbak, mbak! Dih malah melamun," panggil mamang ojol membutku tergeragap."Eh iya Pak maaf! bapak tunggu di sini sebentar ya pak, saya mau ngecek ke hotel sebentar," ucapku dengan suara bergetar dengan tubuh yang terasa menggigil menahan rasa sakit yang meremas hati.Next PART 6Aku berjalan memasuki halaman hotel yang dipenuhi tanaman hijau. Sepanjang jalan setapak berjajar lampu hias dengan bola lampu yang besar berbentuk bulat. Tubuhku semakin bergetar saat aku semakin mendekat ke lobby Hotel. Jantungku seolah berpacu lebih cepat, berkali-kali aku menyeka keringat yang membasahi keningku dengan satu tanganku.'Yah, benar itu motor Mas Bagas.' Kulihat motor itu berada di parkiran hotel.Kini aku sudah memasuki loby hotel. Disambut oleh seorang resepsionis cantik yang tersenyum ramah kepadaku.
Pagi masih begitu berkabut, dingin pun masih terus menghujam hingga meremukkan tulang-tulangku. Netraku harus kubuka paksa ketika tidak aku dapati Mas Bagas tidur di sampingku. Barang kali dia masih marah dengan ucapanku semalam.Aku menuruni ranjang dan bergegas mencari keberadaan Mas Bagas. Baru kali ini sepanjang kami bersama, laki-laki itu merajuk. Mungkin karena ia harus diliburkan beberapa hari dari pekerjaannya karena ulahku di hotel atau karena ia gagal naik pangkat gara-gara kejadian itu. Entahlah aku tidak perduli. Toh, tanpa dia naik pangkat gajiku pun sudah cukup untuk membiayai kehidupan kami."Mas! Mas Bagas!" panggilku menelusuri seluruh ruangan di rumahku. Namun, tidak aku temukan keberadaan pria itu.Kulihat waktu pada jam yang mengantung pada dinding ruang tamu telah menunjukan pukul lima pagi. Apa mungkin Mas Bagas pergi bekerja? Bukankah dia sedang diliburkan.&nbs
Subuh buta aku telah menyiapkan kebutuhan yang akan aku perlukan di perjalanan. Tas ranselku pun telah aku isi dengan aneka macam oleh-oleh untuk ibu mertuaku. Jika sempat, nanti aku juga akan menambahkan buah tanganku yang lebih banyak lagi untuk ibu mertuaku dan Mas Bagas.Sengaja aku tidak memberi tau Mas Bagas tentang kedatanganku karena aku ingin memberinya kejutan untuknya. Tidak dapat kubayangkan jika Mas Bagas tiba-tiba melihatku di sana, pasti pria itu akan semakin menyayangiku karena etikatku untuk berbaikan dengan ibunya. Ah, entahlah sejak kapan aku menjadi pengemis cinta Mas Bagas seperti ini. Seingatku dulu Mas Bagas lah yang terus memohon kepadaku agar aku mau menikah dengannya. Namun, kini semuanya justru berbalik padaku.Sudah ku isi penuh tangki motor meticku. Sepertinya sudah cukup untuk perjalanan dua jam menuju rumah Mas Bagas. Kalau kecepatan sedang biasanya sampai tiga jam baru sampai ke rumah Mas Bag
Aku masuki halaman rumah berlantai dua yang cukup luas. Netraku beredar dari rumah tinggi itu hingga bagian taman kecilnya yang didominasi dengan bunga mawar dan angrek. Cukup indah dan terawat. Apakah ibu mertuaku sendiri yang merawat semua tanaman ini. Mungkin saja! ternyata orangnya telaten juga."Dek!" panggil Mas Bagas membuatku terhenyak."Eh, iya Mas!" sahutku geragapan. Aku terlalu terkesima dengan rumah ini. Rumah yang sama persis dengan rumah impianku."Ayo masuk!" Pria itu menarik pergelangan tanganku menaiki anak tangga menuju pintu utama rumah yang berada di lantai dua.Perlahan pintu yang tingginya sekitar dua meter lebih itu terbuka ke dalam. Netraku tidak hentinya berdacak kagum dengan perabotan di rumah itu. Semua begitu unik yang didominasi hasil ukir ukiran dari kayu jati.Namun, kenapa tidak ada