Share

My Horrible Romance
My Horrible Romance
Penulis: Ans18

1 Kutukan Cinta

"Kamu serius minta putus?"

Yara tidak menangis saat mempertanyakan hal itu pada seorang lelaki yang beberapa menit sebelumnya masih berstatus pacarnya.

"Maaf, Ra. Aku udah nyoba buat bertahan sama hubungan ini. Tapi aku sadar kalo kamu bukan tipe idealku. Kamu ... terlalu manja," jawab Alvaro sambil memainkan gelas di tangannya.

"Kamu tau kan prinsipku, sekali kita putus, nggak akan ada lagi kesempatan buat kembali."

Yara sengaja menahan air matanya agar tidak luruh di depan laki-laki, prinsip hidupnya yang lain.

Lelaki di hadapannya mengangguk. "Aku butuh perempuan yang independen, Ra. Dengan statusku sebagai manager, aku nggak bisa ngadepin kamu yang terlalu manja. Aku butuh partner yang bisa ngimbangi aku."

Yara mendengkus kesal sambil memutar kedua bola matanya dengan malas. "Ok. It's over. Finito. Makasih untuk semuanya yang pernah kamu kasih--" Yara tampak berpikir beberapa detik. "Eh tapi kayaknya kamu nggak pernah ngasih apa-apa deh. Aku yang banyakan ngasih."

Terlihat Alvaro menelan ludah sambil berusaha mengontrol rona wajahnya yang mulai memerah.

"Enjoy your life, Alvaro Tarangga."

Yara keluar dari salah satu gerai fast food kesukaannya sambil menegakkan bahu dan mengangkat kepalanya. Ia tidak akan terlihat sebagai wanita gagal hanya karena sekali lagi hubungannya hancur.

Ini bukan pertama kalinya Yara mengalami patah hati. Jari tangannya bahkan tidak akan cukup untuk menghitung jumlah hubungannya yang kandas di tengah jalan.

Entah kenapa Yara melajukan mobilnya menuju sebuah coffee shop yang sudah akrab dengannya, coffee shop milik mamanya.

"Ngapain gue ke sini? Kayak setor nyawa ini mah," gumamnya saat akan mematikan mesin mobilnya. Walau Yara sempat ragu, tapi pada akhirnya ia memilih turun karena salah satu pegawai mamanya sudah melihat keberadaannya. Akan sangat aneh kalau tiba-tiba ia pergi tanpa masuk terlebih dulu.

"Eh, Mbak Yara."

"Mama di ruangan, Mas?" tanya Yara pada salah satu pegawai mamanya.

"Ada, Mbak."

"Ya udah, jangan bilang-bilang kalo aku ke sini ya. Nggak mau ganggu." Yara lantas melangkahkan kakinya ke balik mesin kopi. Ia memang biasa menyeduh sendiri kopinya sambil mencoba mengeksplorasi rasa kopi buatannya. Kadang kalau menu yang dia buat di-acc mamanya dan bisa dijual di coffee shop itu, Yara mendapatkan bagi hasil dari penjualan menu kopinya.

Setelah berhasil membuat eksperimen barunya, kopi ditambah susu kelapa dan sedikit kental manis, Yara mengambil posisi duduk di salah satu meja kosong. Ia menghubungi Rian, sahabatnya.

"Yan, loe nganggur nggak? Sini dong. Ke Amigos Gading," rengeknya.

"Gratis apa bayar nih?" Rian tidak melepaskan kesempatan untuk memalak anak sang pemilik coffee shop.

"Gratis."

"Halah, pasti dikasih hasil eksperimen loe kalo gratis."

Yara terbahak saat menatap segelas kopi hasil eksperimennya. "Tapi kali ini enak kok. Udah deh, jangan kayak orang susah. Sini buruan. Urgent bin penting."

Hampir setengah jam Yara menunggu sahabatnya itu, padahal rumah Rian tidak jauh. Yara mendengkus kesal saat melihat Rian yang masuk ke coffee shop mamanya menggunakan dress  yang membuatnya tampak jauh lebih feminin.

"Mau ke mana loe? Ketemu gue doang pake dress?"

"Hey, ini resolusi gue sejak minggu lalu, make dress untuk menunjukkan kalo gue cewek tulen. Gila aja, gara-gara nama gue, sering banget gue dikira cowok." Rian mengambil posisi duduk di seberang Yara yang terlihat lesu siang itu. "Kenapa loe?"

"Gue baru putus," jawab Yara singkat.

"Putus lagi?"

Yara mengangguk lemah kemudian menangkupkan wajahnya di atas meja, menitikkan setetes air mata yang cepat-cepat dihapusnya. Alvaro tidak layak untuk mendapatkan air matanya.

"Dia yang mutusin atau loe yang mutusin?"

"Apa pentingnya, Yan? Intinya kan sama, putus."

Rian menghela napas berat. Dia menjadi saksi bisu betapa sahabatnya itu menderita karena kisah cintanya yang selalu berakhir tragis.

"Tunggu, gue butuh minum dulu," ujar Rian yang baru ingin memanggil salah seorang pegawai coffee shop itu, sebelum Yara menginterupsinya dengan perintah kepada pegawai mamanya untuk mengambilkan kopi hasil eksperimennya untuk Rian dari dalam kulkas.

"Gue lagi siap-siap dengerin curhatnya, lah dia malah mau ngeracunin gue," gerutu Rian.

"Yang ini enak, sumpah. Kayaknya memang gue harus patah hati dulu biar resep kopi gue bisa berhasil."

Rian menerima satu gelas kopi susu kelapa, menu terbaru hasil eksperimen Yara. Setelah menyesapnya, Rian mengangguk menyetujui ucapan Yara sebelumnya.

"Alasan dia mutusin loe apa?" tanya Rian penasaran. "Bukannya harusnya loe yang mutusin dia? Kan udah gue bilang selama ini kalo dia itu sering manfaatin loe."

"Kata dia ... gue terlalu manja."

"Kok gue pengen mengumpat ya. Loe dibilang manja, tapi setiap kalian pergi keluar, loe yang jemput dia, loe yang bayarin dia."

"Udah lah, nggak usah diungkit, gue capek juga sebenernya akting manja." Tawa Yara berderai begitu saja usai ia mengucapkannya.

Rian bergidik ngeri melihat sahabatnya yang tiba-tiba tertawa terbahak setelah beberapa detik sebelumnya seperti tidak punya semangat hidup. "Nah ini, yang bikin loe nggak pernah langgeng setiap pacaran. Loe itu nggak pernah jadi diri loe sendiri."

"Maksud loe?"

"Loe selalu mencoba untuk jadi orang lain untuk menyenangkan pacar loe. Itu nggak akan bertahan lama, Ra. Buktinya sekarang Varo mutusin loe karena bilangnya loe terlalu manja. Nah si Ari, pacar loe sebelumnya, mutusin loe karena loe terlalu mandiri."

"Kapan ya, Yan, gue bisa nikah kalo hubungan gue selalu berakhir kayak gini? Gue pengen kayak temen-temen seumuran kita yang udah nikah."

Rian memutar kedua bola matanya dengan malas. "Mulai deh! Hey, being single means we're preparing for the arrival of a better love. Positif thinking, Ra!"

"Gue benci sama Adam!"

Ucapan Yara yang tiba-tiba membawa nama 'Adam' itu sukses membuat Rian tersedak. "Lah kenapa tiba-tiba bawa nama Adam deh?"

"Ini pasti gara-gara kutukan dia dulu ke gue. Sialan emang tu orang. Dia yang minta putus, dia yang nuduh gue macem-macem, tapi malah ninggalin kutukan yang bikin hidup gue sengsara."

"Nggak ada yang namanya kutukan di dunia ini, Ra."

"Ada," bantahnya. "Itu, kata-kata Adam buktinya jadi kutukan buat gue sampe sekarang."

Yara mengepalkan tangannya yang berada di bawah meja. Ia mengingat ucapan Adam, si cinta pertama dan mantan pertamanya semasa SMA saat mereka putus. "Gue sumpahin loe nggak bakal bisa langgeng pacaran. Pokoknya loe nggak bakal bisa nikah sampe loe bisa ngelihat gue di atas pelaminan."

Bersambung ...

----

Selamat datang di novel pertamaku di platform ini. Hope you like it. Selamat membaca.

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Mardiati Badri
aq jg sering kok minum kopi murni/hitam pake susu kelapa tanpa gula
goodnovel comment avatar
Nanda Ajach
Namanya kok kyak cewek tp laki,,nama laki tp cewek,,gimana ya bingung,,jd sambil baca ngepasin dulu antara naman dan Cerita,,
goodnovel comment avatar
Ima Gracia
kayaknya menarik nih ceritanya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status