Share

2 Proyek Baru

Seorang wanita mengerjapkan matanya berkali-kali saat melihat rumah yang belum lama dibeli oleh tunangannya. Rumah itu nantinya akan mereka tempati bersama setelah menikah. Mungkin karena itu, tunangannya membawanya untuk melihat-lihat.

"Suka nggak rumahnya?" tanya laki-laki itu sambil mengusap puncak kepala Lintang, tunangannya.

"Sukaaa pake banget," jawab Lintang. Jari lentiknya menelusuri bagian jendela rumah yang sengaja dibuat dari kaca lebar untuk memaksimalkan cahaya yang masuk.

"Masih kosongan, nanti kita hire desainer interior aja ya. Aku bakalan sibuk banget habis ini soalnya, mungkin nggak banyak waktu buat ngurus."

Lintang mengangguk. "Makasih ya, Dam. Kamu udah nyiapin ini semua buat masa depan kita."

"Buat masa depan kita, buat kamu, apa sih yang nggak kulakukan," jawab Adam sambil merengkuh tubuh wanita di depannya ke dalam pelukan.

Punggung Lintang menegang saat berada di dalam pelukan Adam. Ia bisa merasakan cinta Adam yang begitu besar untuknya.

"Terus, kamu mau konsepnya kayak apa buat desain interior rumah kita?"

"Aku nggak ngerti, Dam. Kamu urus aja. Terserah kamu mau kayak gimana. Yang penting kan nanti ketika kamu capek pulang kerja, kamu bisa nyaman pas ada di rumah."

"Selama ada kamu di dalamnya, aku pasti nyaman."

Lintang mengulum senyumnya, kemudian menepuk pelan dada Adam agar lelaki itu merenggangkan pelukannya.

"Udah dapet yang mau ngerjain desain interiornya?"

"Aku udah dapet rekomendasi dari temen kantor sih. Perusahaan yang lagi berkembang gitu, portofolionya bagus. Walaupun mereka lebih sering nanganin desain cafe, restoran, atau resort, tapi mereka pernah nanganin beberapa rumah artis. Tau sendiri kan kalo artis pasti ribet, demi menjaga image mereka. Jadinya menurutku sih rumah kita ini cuma tugas kecil buat mereka. Aku udah ketemu kok kemaren sama salah satu perwakilan mereka. Tapi baru kenalan aja, masih ada yang perlu diomongin lagi."

Lintang mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Pokoknya aku nggak ikut-ikut ya, Dam. Aku nggak ngerti dan lagi males mikir."

"Iya, tapi kalo nanti aku ngasih tau kamu progress-nya dan kamu ngerasa nggak sreg, kamu langsung bilang ya, jangan ditutup-tutupi.

Sebuah anggukan menjadi jawaban dari Lintang. Wanita itu kemudian mengecek ponselnya yang berdering. "Aku terima telepon dulu ya."

"Siapa?"

"Hmm ... Devi," jawabnya sambil berlalu menuju pekarangan rumah.

Adam membiarkan tunangannya menerima telepon, sementara ia sendiri masuk lebih jauh ke dalam rumah sambil tersenyum puas.

***

"Yaraaa! Dipanggil bos ke ruangannya," ujar Nana, teman sebelah meja Yara yang baru saja keluar dari ruangan bos besar.

"Apa lagi deh? Perasaan kerjaan gue udah beres," gerutu Yara.

"Kayaknya loe bakal diminta megang proyeknya Mbak Oni deh."

"Lah. Kenapa gitu? Emangnya Mbak Oni udah cuti lahiran? Kenapa proyeknya dioper ke gue?"

"Astaga, Yara! Loe nggak denger kabar kalo Mbak Oni sekarang udah di rumah sakit? Kayaknya operasi deh, bayinya prematur."

Yara membekap mulutnya sendiri, kemudian membuka ponselnya dan mencari w******p group kantornya. Pasti kabar itu ada di sana, dan ia yang memang paling malas mengecek w******p group memilih menonaktifkan notifikasi demi kedamaian hidupnya.

"Astaga, astaga, astaga, bisa kualat ini gue sama Mbak Oni, udah angot-angotan mau disuruh gantiin proyeknya."

"Udah sana, temuin bos dulu, kan belum tentu juga loe yang diserahin proyeknya Mbak Oni. Siapa tau loe disuruh ngerjain proyek resort di Papua."

"Sialan! Udah puas gue bulan lalu bolak-balik ke Manado demi proyek di sana." Yara melangkah tergesa, meninggalkan Nana yang masih terbahak setelah mendengar ocehannya.

Yara mengetuk pintu ruang kerja atasannya beberapa kali hingga mendengar dirinya dipersilakan masuk. "Siang, Pak Ranu."

"Udah sih, lagi nggak ada orang ini, nggak usah sok patuh." Ranu menatap Yara yang baru saja masuk dengan jengah. Keponakannya yang satu ini memang paling bertingkah di antara yang lainnya. Buktinya saja, mereka harus bertengkar berhari-hari sampai keponakannya itu mau mengerjakan proyek mereka di Manado.

Yara memutar kedua bola matanya dengan malas. "To the point aja, Om. Yara lagi nggak mau lama-lama ngelihat Om."

"Heh, apa maksudmu? Om aduin ke mamamu ya."

"Males abisnya, nama belakang om sama kayak nama belakang pacarku yang baru mutusin aku."

Ranu Tarangga mengacak rambutnya dengan frustasi. Yara selalu bisa membuatnya kesal setengah mati.

"Ya udah, sana kamu komplain ke kakek sama nenekmu kenapa ngasih nama om sama kayak nama mantanmu. Tapi yang jelas om lahir duluan dari mantanmu, berarti orang tuanya mantanmu yang mesti kamu protes."

"Ah, nggak tau ah, aku pusing." Yara setengah merebahkan dirinya di sofa dengan kaki yang masih menggantung di lantai.

"Om aduin ke mamamu ya kalo kamu putus lagi sama pacarmu."

"Aduin aja," jawab Yara cuek. "Paling mentok diledekin."

"Kamu kapan sih, Ra, mau pacaran yang bener, yang sampe ke jenjang pernikahan gitu?"

"Ya nanti kalo udah ketemu jodohnya, Om. Sekarang ini Yara lagi berbuat amal yang banyak."

"Amal apa?" tanya Ranu bingung.

"Jagain jodoh orang, Om."

"Astaga ... punya keponakan tiga, kok ya yang satunya nggak waras."

Yara tertawa puas. Ia memang selalu berhasil membuat kerontokan dini pada omnya yang juga merupakan adik satu-satunya dari mamanya, dengan jarak umur tujuh belas tahun.

"Yara, Om mau ngomong serius ini."

"Iya, tau. Om mau nyuruh aku handle proyeknya Mbak Oni karena Mbak Oni tiba-tiba harus lahiran prematur kan?"

"Loh, kamu udah tau?"

"Tau lah, udah kelihatan, mana pernah Om ngebiarin aku bersantai lebih dari seminggu. Bakal ada aja kerjaan yang Om kasih ke aku."

Ranu terbahak. "Karena kamu memang berbakat, Ra. Bukan karena kamu keponakan om, dan om pengan menindas kamu. Lagian juga klien kita milih desainnya Oni sama desain kamu, setelah om tunjukkan beberapa karya desainer interior di sini."

"Ya ... ya ... ya ... percaya."

"Serius Yara, nggak ada nepotisme di kantor ini. Murni karena klien kita milih desainnya Oni dan pilihan keduanya ya karyamu. Tapi karena Oni nggak bisa ngerjainnya, jadi om lempar ke kamu, yang desainnya juga disukai sama klien. Lagian kerjaanmu yang terakhir dapat pujian dari klien. Cuma satu rumah doang, Ra. Bukan satu resort kayak kemaren. Sambil merem juga bisa kamu ngerjainnya."

"Baik Bapak Ranu. Ya udah, mana detail proyeknya?"

"Oni kayaknya belum sempet bikin deh, orang awalnya dia masih mau janjian siang ini sama si klien."

Helaan napas berat kelaur dari Yara.

"Siang ini, Penang Bistro," ucap Ranu sebelum Yara meninggalkan ruangannya.

***

Yara melangkahkan kakinya dengan ringan memasuki sebuah restoran tempat kliennya menunggu. Heels yang dikenakannya seakan tidak menghalangi langkahnya untuk sedikit berlari.

Om Ranu: Orangnya duduk deket jendela, pake kemeja navy.

Yara: Baik, Pak Ranu. Saya baru masuk resto.

Begitulah Yara memanggil omnya jika ia sedang kesal. 

Yara menemukan seorang laki-laki yang membelakanginya dengan ciri yang disebutkan di dalam pesan singkat.

"Siang, Pak. Saya perwakilan dari PT Creative Persada," ucap Yara memperkenalkan diri bahkan sebelum lelaki itu menoleh ke arahnya.

"Siang, saya A ... dam." Lelaki di depan Yara tampak membeku di tempat sebelum akhirnya tersadar. "Yara?"

"Adam?"

Bersambung ...

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Neee I
yahhhh jodoh gak akan kemana kan
goodnovel comment avatar
Mitramartika
eng ing eeeng ketemu manatan y Ra......
goodnovel comment avatar
Ike Rahma
bertemu dengan pengutuk.... wkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status