Setelah selesai, Adnan menghidupkan motor maticnya lalu keluar dari kantor Adipratama menuju tempat kerjanya dengan senyum misterius hingga Fero pun melihat Adnan risih.
"Kamu kenapa?" tanyanya pada Adnan.
"Gak ada," jawabnya seraya berlalu menuju pengunjung yang ingin memesankan padanya.
***
Di sisi lain, Reyndad menelfon salah seorang karyawannya agar menuju ke ruangan.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya sopan.
"Tolong cari informasi tentang gadis yang bernama Adnan Rahmaliyah Husein," ucapnya datar.
"Maaf, Pak. Ini ..."
"Cepat carikan atau saya pecat kamu!" bentaknya lalu pria itu keluar ruangan selesai berpamitan pada Reyndad. Ia kembali berkutat dengan komputernya untuk 30 menit ke depan karena setelahnya ia akan mengadakan rapat untuk meluncurkan beberapa properti baru.
4 jam kemudian, Reyndad keluar dari kantor sambil menenteng ponsel, dompet dan kunci mobil karena jam istirahat sudah di mulai. Reyndad jarang makan di kantin, ia lebih menyukai makan di luar atau pulang ke rumah orang tuanya.
Saat mobil tersebut berjalan mundur, ia merasakan ada yang aneh pada barang kesayangannya. Reyndad keluar dari mobil sambil berdecak kesal lalu matanya menatap ke bawah.
"Astaga, siapa yang melakukan ini?" tanyanya sambil menatap seluruh ban mobil yang sudah kempes.
"Leo," panggilnya pada salah satu karyawan yang berjalan keluar kantor.
"Ada apa, Pak?"
"Kamu liat ada yang melakukan ini di mobil saya?" tanya Reyndad sambil menujuk ke arah ban mobilnya.
"Tidak, Pak." Leo menggelengkan kepalanya.
"Ya sudah." Reyndad memukul kepalanya sendiri lalu masuk ke dalam kantor. Sampai di ruang CCTV, ia meminta pada dua karyawannya agar mengecek CCTV di luar kantor untuk 5 jam lalu.
'Perempuan itu,' batinnya menatap monitor yang memperlihatkan Adnan sedang mengempeskan ban mobilnya menggunakan kunci motor yang ada di genggamannya.
"Terima kasih," ucapnya berjalan keluar sambil menulis pesan di layar ponselnya. Tak berselang lama, mobil sedan hitam berhenti tepat di depan Reyndad berdiri.
"Kenapa Tuan?" tanya supir pribadinya.
"Saya rindu masakan Mama," jawab Reyndad sambil mengutak-atik ponselnya agar sekretaris membawa mobilnya ke montir langganannya. Di dalam pikirannya, ia teringat akan sosok Adnan. Gadis sederhana, dan tidak memperdulikan ketampanan seorang pria bernama Reyndad. Apa dia sudah buta? Semua karyawan perempuannya tersenyum malu ketika mata elang itu menatap karyawannya tersebut, tapi tidak dengan Adnan.
Sampai di pekarangan rumah, Reyndad masuk ke dalam rumah sambil meletakkan kedua tangannya di saku celana. Langkahnya berjalan menuju dapur diiringi dengan bau yang sangat sedap di indra penciumannya.
"Ma," panggilnya pada wanita paruh baya yang sedang berkutat di dapur. Wanita itu menoleh lalu menatap sang anak dengan senyumannya. Silvia menuntun Reyndad agar duduk di meja makan sembari makan siang ini selesai dan siap dinikmati.
"Gimana kantor hari ini? Lancar?" tanya Silvia sambil menuangkan nasi ke dalam piring sang anak. Reyndad menganggukkan kepala lalu tangannya mengambil sendok makan dan melahap makan siangnya hari ini.
"Sayang, Mama mau jodohin kamu sama anak teman Mama, mau gak?" tawar Silvia.
"Enggak Ma." Reyndad menatap Silvia sedikit terkejut. Yang ia takutkan jika perempuan itu mencintai karena kekayaannya saja.
"Besok Mama akan bawa dia ke sini. Kamu lihat dulu dong, walaupun dia biasa aja," bisik Silvia. Reyndad mengambil gelas yang ada di sampingnya lalu menuangkan air putih di sana dan meneguknya hingga tandas.
"Pergi dulu, Ma," pamit Reyndad.
"Ini belum habis, Sayang!" teriak Silvia saat pria jangkung itu hilang di depan mata.
"Belum apa-apa, langsung pergi aja. Ditolak mentah-mentah lagi," gumam Silvia sambil menghabiskan makan siangnya.
Pagi ini, Adnan sedang bersiap-siap untuk pergi ke tempat kerjanya, terlebih dahulu ia memanaskan motor matic kesayangannya sambil mengenakan snikers hitam miliknya.
Tin!
Gadis itu menoleh ke arah mobil Terios berwarna gray berhenti tepat di luar pagar. Tapi, mata gadis itu tidak memperhatikan siapa pemilik mobil tersebut, Adnan menaiki motornya.
"Pergi dulu, Bu," ucap Adnan sedikit berteriak lalu berjalan keluar rumah.
Saat ia ingin melewati mobil tersebut, Reyndad menghadang jalannya dan membuat motornya terhenti tepat di depan pria berkacamata hitam tersebut.
"Mau ngapain lagi lo?" tanya Adnan seraya mematikan motornya lalu menatap Reyndad dengan sinis.
"Biasa aja kali, gak usah ngegas gitu," ujar Reyndad sambil melepas kacamatanya. Kali ini, Reyndad mengumpat karena gadis itu tidak menatapnya takjub. Tidak seperti wanita yang pernah dia temui.
"Lo tahu dari mana rumah gue?" tanya Adnan padanya sambil melipat tangan di depan dada.
***
Flashback ON
Saat Reyndad memasuki area kantor, Leo memanggilnya dan memberikan sejumlah berkas padanya."Ini informasi tentang wanita bernama Adnan Rahmaliyah Husein, Pak," ucapnya.
"Oh, makasih."
Reyndad menerima berkas tersebut dengan senyum manis lalu membawa berkas tersebut menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan, Reyndad duduk di sofa yang terletak di sudut ruangannya sambil membaca satu ler satu informasi yang Leo dapatkan.
"Jadi, dia tinggal di Jalan Melati Blok D nomor 45," gumannya tersenyum penuh arti lalu mengambil ponselnya dan memasukkan nomor Adnan yang tertera di berkas tersebut agar ia simpan.
Flashback OFF
***
Reyndad menatap gadis tersebut sembari menunggu jawaban dari sang empu. Ia berdecak lalu masuk ke dalam mobil, meninggalkan Adnan yang melongo melihat tinggal pria tersebut.
"Jangan lo dateng ke rumah gue lagi!" teriak Adnan sebelum mobil tersebut menjauh dari pandangannya. Adnan mengembuskan napas kasar lalu memakai helm dan meluncur menuju tempat kerjanya.
Sampai di toko bakery, Adnan berjalan menuju ruang ganti lalu melakukan aktivitasnya di sini tanpa memikirkan yang baru saja ia alami dengan Reyndad.
***
Pukul 17.45 WIB, Adnan keluar dari toko menuju parkiran karena waktu kerjanya telah habis, jadi malam ini dia bisa beristirahat dengan nyenyak.
Sampai di rumah, Adnan meletakkan motornya di teras rumah dan masuk ke dalam rumah sambil mengucapkan salam.
"Tadi ada kurir yang anterin ini," ucap Fina pada Adnan lalu memberikan kotak pada anaknya.
"Ini apa?" tanya Adnan pada sang ibu. Fina menggelengkan kepalanya dan meninggalkan Adnan di ruang tamu. Ia mendudukkan tubuhnya di kursi rotan sambil membuka kertas yang membungkus kotak tersebut.
"Baju?"
Adnan mengeluarkan isi dari kotak tersebut yang ternyata 5 pasang baju kaos berlengan panjang polos berwarna abu-abu, hijau, putih, biru dan maroon. Adnan kembali menatap nama pengirim barang tersebut padanya.
"Seok? Siapa ini?" monolognya. Satu alisnya terangkat sambil menatap baju kaos tersebut.
"Apa baju ini ada guna-gunanya lagi?"
Adnan berjalan menuju kamar mandi lalu mencuci baju tersebut sebelum ia kenakan.
"Isinya baju, Sayang?" tanya Fina pada Adnan. Adnan menganggukkan kepalanya lalu memperlihatnya nama pengirim pada Dwi.
"Wah, baik banget ya orangnya," ucap Fina menatap Adnan. Fina terlihat bahagia. Tapi, tidak dengan Adnan. Gadis itu membuang kotak beserta kertas ke dalam tong sampah lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
***
Di sisi lain, Reyndad tersenyum saat menerima pesan dari Leo bahwa kado yang ia berikan pada Adnan sudah diterima oleh Ibu Adnan."Semoga kau menyukainya," gumamnya seraya beranjak dari ranjang lalu meletakkan ponsel di nakas dan keluar dari kamar. Senyumannya terukir jelas sampai langkahnya di dapur.
"Kamu gila, ya?" tanya Silvia pada anaknya.
"Apa sih, Ma," tutur Reyndad.
"Sedang jatuh cinta ya, Kak?" Adik Reyndad menatapnya sambil tersenyum.
"Belajar yang benar dulu, Cinta." Reyndad mengulurkan tangannya lalu mengacak-acak rambut sang adik membuat Cinta kesal menatap tingkah sang kakak.
Malam hari, Reyndad berbaring di ranjang king size miliknya sambil menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya kembali pada Adnan yang sedari tadi melayang di pikirannya.Tangannya terulur untuk mengambil ponselnya lalu membuka silicon ponselnya dan mengeluarkan foto Adnan. Ya, dia mengambil foto berukuran 4x3 milik Adnan di dalam berkas yang Leo berikan padanya tempo lalu."Bisa gak ya, gue dapatin dia," gumamnya. Reyndad mengambil ponselnya lalu menelpon nomor Adnan."Tidak."Ia langsung memutuskan panggilan dan menonaktifkan ponselnya. Reyndad mengembuskan napasnya sembari menyentuh dadanya karena detak jantungnya tidak karuan."Gak biasanya kayak gini, kok bisa ya?" monolognya seraya meletakkan ponselnya di samping ranjang lalu berjalan menuju jendelanya. Ia menatap langit yang cerah sambil memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya.Ting!Ponselnya berdering menandakan 1 pesan masuk. Tapi, kakinya enggan melangkahkan k
Pukul 19.00 WIB, Adnan sudah berada di teras rumahnya, ia mematikan mesin motor matic sekaligus membuka helm yang membungkus kepalanya. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sambil mengucapkan salam."Sudah pulang?" tanya Fina pada Adnan sambil mengulurkan tangan kanannya untuk dicium sang anak."Sudah, Bu." Adnan mencium tangan Fina lalu berjalan sempoyong masuk ke dalam kamarnya yang berukuran 5x4. Adnan membanting tubuhnya dengan kasar di atas ranjang tanpa mengganti baju kerjanya."Astaga, ganti dulu bajunya," ucap Fina melihat Adnan yang masih mengenakan pakaian seragam kerja."Besok lagi aja, Bu.""Huh, kalo calon suamimu tahu kelakuaan burukmu, jangan salahkan ibu jika dia minta cerai," ancam Fina yang dibalas anggukan oleh sang anak. Adnan membenarkan posisi tidurnya sebelum ia benar-benar tertidur.***Hari ini, Reyndad mendapatkan pesan dari Leo bahwa saat ini Adnan sudah sampai di rumahnya.
3 hari sebelum pernikahan dimulai, Fina sudah memberitahu pada Adnan bahwa dia akan dijodohkan dengan anak dari temannya yang baik hati.Mendengar hal itu, Adnan sangat terkejut. Bahkan hampir saja pingsan, karena napasnya sesak mendengar penuturan dari sang ibu. Tapi, Fina mempercayai Adnan jika dia adalah lelaki yang baik, bertanggung jawab dan juga tampan.Adnan berjalan masuk ke dalam kamarnya sambil memikirkan bagaimana calon suaminya itu. Jika dia benar-benar menginginkan Adnan, pasti ia tidak akan malu jika menjadikan Adnan adalah keluarganya."Argh!"Adnan mengacak-acak rambutnya frustasi, ia memilih membaringkan tubuhnya lalu mengirimkan pesan pada atasannya bahwa ia besok tidak masuk kerja karena sakit.Damn!Bukan, itu hanya alasan belaka bahwa ia ingin menenangkan pikiran setidaknya 1 hari lalu kembali bekerja tanpa memikirkan pernikahnnya yang tinggal menghitung hari.****
PoV ReyndadAku dan Adnan selesai melaksanakan salat magrib berjamaah. Dia mencium tanganku lebih dulu membuat jantungku kembali aktif tak seperti biasanya.***Malam ini, kami meletakkan peralatan salat ke gantungan kecil setinggi pinggang lalu duduk di bibir ranjang sambil terdiam. Aku teringat akan sesuatu."Tadi Cinta taruh kue di laci nakas." Aku menunjuk laci nakas menggunakan dagu. Adnan berjalan menuju arah tunjukku lalu menggeser keluar laci tersebut."Cantik."Aku menoleh ke arah Adnan yang berjalan mendekatiku lalu duduk di sampingku. Cinta memang juara kalo masalah makanan, dia membelikan khusus untukku walau menggunakan uangku. Huh, sama dengan tidak, sih.Kue brownies ukuran kecil, dihiasi dengan buah strawberry di pinggir kue tersebut. Sangat cantik dan jika aku memakannya berdua bersama Adnan, mungkin akan lebih romantis."Ayo, di makan." Aku mengambil kue itu lalu Adnan lebih dulu memotong kue tersebut dengan
Aku menatap Adnan dengan gaya tidurnya yang terlentang dan tangan kanannya ia luruskan ke samping hampir mengenai dinding kamar.'Anak ini, tidur gak ada cantik-cantiknya,' batinku sambik berdecak.Tak lama, sebuah tangan menampar pipiku dengan kasar sehingga aku sangat terkejut dengan kejadian yang begitu cepat."Main tabok aja," ucapku tanpa menyingkirkan tangan mungil itu dari wajahku.Aku menarik selimut yang turun sampai pinggangnya, untuk menutupi sebagian tubuhnya sampai leher dan menutupi tangannya juga.Suhu di subuh ini sangat dingin. Tanganku terulur menyibakkan beberapa helai rambut ikalnya yang menutupi wajah itu dari mataku dan mengarahkan kepalanya agar menghadap ke arahku.1 jam aku menikmati wajah damai gadis yang sudah resmi menjadi milikku. Tapi, tidak ada pergerakan darinya. Dia tidak merasa terganggu ketika aku menyentuh pipinya lalu beralih ke dagu.Netraku terhenti tepat di bibir plumnya berwar
"Ayo."Aku menoleh ke arah Adnan yang memakai baju kaos berwarna hitam lengan panjang serta rok kembang berwarna biru senada dengan jilbab yang ia ikat ke belakang.Aku bangkit dari duduk lalu berjalan menuju mobil lalu Adnan masuk ke dalam dan kami berangkat menuju rumah Paman Jeehyoon."Kita ke swalan dulu, beli buah." Aku membelokkan mobil memasuki parkiran swalan lalu berjalan masuk beriringan dengan Adnan."Kamu aja yang pilih buahnya," ujarku pada Adnan.Tangan mungilnya mulai memilih buah-buahan lalu menimbangnya yang hampir 3 kilogram. Aku menambahkan 3 piring buah anggur yang berukuran setengah kilo.Aku menuntun Adnan berjalan ke kasir untuk membayar buah tersebut menggunakn kartu ATM dan kami kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah Pama Jeehyoon."Ini rumahnya?"Aku menatap Adnan yang sedang memperhatikan rumah megah berwarna biru. Mobil berhenti tepat di luar pagar rumahnya, karena halaman rumanya hanya ke
Saat aku fokus memikirkan senyuman Adnan, tiba-tiba ponselku yang tergeletak di dashboard berbunyi satu kali menandakan pesan masuk.Aku meraihnya lalu melihat pesan tersebut yang ternyata dari mama, ia menyuruhku untuk pergi ke Indomaret untuk membelikan beberapa cemilan karena sudah habis."Dari siapa?"Aku menoleh ke arah Adnan yang menatapku penasaran."Dari mama, nyuruh ke Indomaret beli cemilan," jawabku sambil meletakkan ponsel di dashboard. Mobil berhenti tepat di depan swalayan kecil lalu kami keluar.Aku mengambil keranjang yang tersusun rapi lalu berjalan menuju rak yang menyediakan beberapa cemilan, sementara Adnan mengikutiku dari belakang.Tanganku mengambil cemilan kesukaan aku dan Cinta. Setelah dirasa cukup, aku membawanya ke kasir untuk dibayar."Rp 521. 600," ucap pelayan pria itu sambil membungkuskan cemilan yang kupesan.Aku mengambil dompet lalu menyerahkan karu ATM padanya dan menuntun Adnan u
Mobil memasuki pekarangan rumah, aku turun dari mobil sambil menenteng ponsel lalu menutup garasi. Langkahku terhenti saat mama keluar dari rumah sambil berkacak pinggang. Salahku apa sekarang?"Dari mana aja?" tanya mama sambil menatapku tajam."Ada hal penting."Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, tapi lebih dahulu ia tahan. Sehingga aku kembali berdiri di tempat yang sama."Di mana?"Terpaksa aku harus jujur sekarang."Dari rumah Jaya, temanin ke rumah baru. Sekaligus pesan beberapa interior rumah ke Alazka," jelasku. Mama menganggukkan kepalanya lalu menggeser tubuhnya sedikit untuk memberi ruang bagiku masuk ke dalam rumah.'Akhirnya,' batinku sambil tersenyum.Aku bergegas masuk ke dalam kamar dan melihat Adnan yang tengah duduk di ranjang sambil memainkan ponselnya tanpa menyadari bahwa aku tengah memperhatikannya."Ekhem."Adnan menoleh ke arah pintu di mana aku berdiri. Ia mendengar dehemank