Share

BAB EMPAT~Woman or Stray cat?

BAB EMPAT~Woman or Stray cat?

"Kau tidak lelah berakting?"

Alessia menatap malas seorang pria yang kini berdiri di ambang dinding pembatas. Pria itu tengah menatapnya penuh dengan pandangan sirat permohonan yang sangat kentara.

"Ale, aku serius. Coba tantang aku dan kupastikan kau akan melihat kematianku tepat di depanmu." kata pria itu lagi.

"Aku sudah bosan mendengarnya," keluh Alessia malas. "Berhenti mendeklarasikan kematianmu padaku, Rey. Itu tidak berguna. Sama sekali tidak ada gunanya." katanya dengan nada tidak peduli.

"Kenapa?" pria yang di panggil Rey itu menatap Alessia kecewa. Tatapan sesak di kedua matanya begitu kentara, memenuhi wajahnya yang puas. "Kenapa kau tidak bisa melihatku sebagai pria, Ale? Aku mencintaimu, dan kau tahu itu. Lalu kenapa kau tidak berusaha melihat kearahku?" suara Rey kian merendah, lebih menyerupai bisikan.

Sejenak, hening seakan bagaikan teman. Udara seakan berderak di sekitar mereka, membelenggu dalam ingatan memori lama.

"Kata siapa aku tidak berusaha? Aku berusaha, tapi aku tetap tidak bisa." Alessia menggeleng pelan. Lebih dari ini, Alessia tidak suka menjadi alasan orang lain menggila apalagi di tengah atap seperti ini. "Dengarkan aku baik-baik, Rey Monteno. Cinta tidak bisa dijelaskan, jika kau tanya kenapa aku tidak mencintaimu, maka jawabannya masih sama—kau sahabatku. Sampai kapan pun pernyataan itu tidak akan berubah." lembut, tapi penuh dengan ketegasan.

Keduanya saling menatap. Sangat kentara sekali kalau Rey tengah putus asa, tatapannya kosong—penuh pengharapan. "Aku sakit, Ale...."

"Kita semua di sini tahu itu," tatapan iba Alessia tampak jelas tapi dia sama sekali tidak terpengaruh. Semua ini sudah berlangsung lama, sampai kapan pun Rey akan seperti ini jika Alessia tidak berpegang teguh pada pendiriannya. Tidak semua yang lemah juga harus di balas dengan cara yang sama. Dan untuk yang kedua kalinya, Alessia mengulangi kekeras kepalanya. "Kau tidak berpikir aku akan menerimamu karena kasihan, bukan? Jangan naif Rey, keadaan sudah berbeda. Jangan samakan dengan dulu."

"Tapi aku sungguh mencintaimu, Alessia! Tidak bisakah aku egois untuk memilikimu hanya untuk diriku saja?" sahutnya cepat. Kelewat cepat seakan Rey sama sekali tidak memikirkan perkataan Alessia yang sudah-sudah.

"Sayangnya aku tidak," Alessia berdecih, bertolok pinggang sembari terus menatap Rey dengan tatapan malas. Datar tanpa emosi. Namun, sungguh ... Alessia ingin meledak saat ini juga. Ia hampir bosan. Bahkan mungkin sudah sangat bosan memberi pengertian padanya tentang hubungan mereka yang tidak akan berubah.

Rey memiliki gangguan mental illness. Sejenis gangguan mental yang hanya ingin melakukan hal apa pun yang dia sukai. Pertemuannya dengan Alessia memang sudah lama, juga perasaan yang di miliki Rey padanya pun sudah berlangsung lama.

Alessia tidak tahu mengapa Rey sangat menginginkan dirinya. Namun, jawaban yang Rey katakan saat itu benar-benar sanggup membuat Alessia mengumpati dirinya sendiri.

Bagaimana tidak? Hanya dengan sebuah uluran dan ia dengan mudah membuatnya jatuh cinta? Yang benar saja. Alessia bahkan tidak percaya jika Rey jatuh hati padanya karena ia wanita pertama yang bersedia mengulurkan tangan untuk pertama kali pada seorang sepertinya.

"Memang kau kira aku tidak bisa bersikap egois sepertimu? Sejauh apa pun kau mengejar, sejauh itupula aku akan terus berlari. Menghindari seorang sepertimu yang bahkan tidak tahu bagaimana merelakan kebahagiaan orang yang dicintainya."

"Itu sulit bagiku." katanya dengan suara bergetar.

"Lalu, kau kira menerimamu tidak sulit bagiku?!" sentak Alessia tidak habis pikir.

"Begini saja, kita buat sesederhana mungkin. Jangan membuat keributan lagi jika kau masih ingin melihatku tepat di depanmu. Tapi jika tidak, lebih baik kau enyah saja. Aku tidak lagi peduli."

Sontak, pernyataan Alessia membuat Rey kehilangan kata. Tidak menyangka jika gadis manisnya dulu bisa secepat ini berubah sikap.

Dulu ... Alessia adalah gadis manis, anggun dan penuh kasih sayang. Namun, tidak disangka, perpisahan yang bahkan tidak sampai empat tahun mampu membuat keadaan berbanding terbalik.

Rey menatap Alessia lama, penuh kekecewaan. "Kau berubah, Ale."

"Dunia yang berubah." geraman rendah Alessia terdengar, berganti emosi yang dengan mudah berubah-ubah. "Segala hal tidak akan pernah sama. Tidak dulu atau bahkan sekarang. Dan, Nanti? Itu masih menjadi misteri. Kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi suatu saat bahkan, mungkin besok. Kita semua tidak ada yang tahu garis takdir tuhan, Rey. Sampai di sini kuharap kau mengerti." setelah itu Alessia berbalik, hendak pergi sebelum kembali berhenti dan menoleh pada Rey yang hanya diam dengan mengepalkan kedua tangan.

"Jangan cari aku jika kau masih seperti ini atau kau benar-benar tidak akan melihatku lagi."

Dan Alessia bergegas pergi. Melirik arloji di pergelangan tangannya yang menunjukan pukul 08:35.

Sial! Alessia segera berlari—menyerobot elevator yang membawanya turun, hingga sampai di lobby rumah sakit dia mulai mencari taksi. Buru-buru menyebutkan alamat sebelum akhirnya mobil mulai melaju menjauh.

Tiga puluh menit. Alessia sampai di gedung pencakar langit dengan plang besi disudut atas gedung bertuliskan S T E V A N O Internasional perpaduan antara warna emas dengan hitam metalik yang tampak menyilaukan. Alessia bergegas turun setelah membayar dan mulai melangkah tergesa menuju HRD.

Damn! Alessia tidak bisa berhenti mengumpat. Jika bukan karena si bodoh Rey, Alessia sudah pasti sedang mempersiapkan dirinya dengan tenang, tidak seperti sekarang, ia bahkan terlambat.

Hari pertama dan kau sudah berani terlambat. Kau hebat Alessia.'Rutuknya dalam hati.

Sesampainya di depan pintu HRD Alessia mengatur napas, menarik napas lalu membuangnya perlahan. Mengulanginya beberapa kali sebelum akhirnya pintu lebih dulu terbuka bahkan sebelum Alessia sempat mengetuk.

Alessia menurunkan tangannya, mengulas senyum bersalah.

"Maaf saya terlambat, Sir."

Tatapan pria berbadan gempal di depannya memicing, menatap Alessia dengan kening berkerut. "Siapa kau?"

"Alessia Mikhayla. Pihak HRD kemarin menghubungi saya untuk membawa kelengkapan data. Maaf saya terla—"

"Waktu adalah uang. Dan kau menyikapinya sesukamu? Kau pikir perusahaan ini milik nenek buyutmu!" sela pria itu sembari memperhatikan Alessia lekat, penuh dengan pandangan menilai.

Alessia sebisa mungkin mempertahankan senyum profesionalnya. "Ada sesuatu yang mendesak, Sir."

"Saya tidak meminta alasanmu."

"Jaga sikapmu, Mr. Drey. Dia orangku. Aku yang akan menanganinya."

Pernyataan seseorang di sampingnya lantas membuat Alessia yang baru membuka mulut kembali merapatkan bibir. Menoleh kesamping, Alessia menemukan seorang pria tinggi dengan jambang tipis yang menghiasi wajahnya, rahangnya yang tegas sebanding dengan tatapan datarnya. Mungkin, kira-kira usianya sekitar akhir tiga puluhan. Selain itu, Alessia jadi bertanya-tanya; apa mungkin pria ini calon bosnya?

"Maafkan saya, Mr. Jean. Saya tidak tahu jika Nona ini adalah orangmu." kata pria yang di panggil Mr. Drey itu sembari menundukkan kepala. Tampak bersalah.

"Lain kali perhatikan sikapmu. Dan lagi, kau sudah mempersiapkan salinan kontrak kerja yang kuminta?"

Mr. Drey mengangguk cepat, mengulurkan sebuah map berwarna cokelat dengan sedikit mencuri pandang kearah Alessia yang masih memperhatikan mereka dalam diam.

"Saya baru saja akan mengantarkan keruangan Anda. Tak disangka Anda malah sudah berada di sini."

Jean menerimanya tanpa sepatah kata lalu, pandangannya beralih pada Alessia. Wajahnya yang tegas masih sama tapi tatapannya seketika beganti ramah. "Saya akan mengantarkan Anda, Ms. Alessia. Silahkan lewat sini," suara Jean menginterupsi, membimbing jalan Alessia.

Alessia mengenrnyitkam dahi. "Anda bukan bosnya?"

Senyum simpul Jean berbarengan dengan gelengan kepalanya menjawab pertanyaan Alessia. Jean membawanya berbelok di dua sudut ruangan hingga mereka sampai di dalam elevator yang akan membawa mereka menuju lantai teratas. "Tentu bukan. Dan tolong untuk tidak terlalu formal denganku, Nona. Panggil Jean saja."

"Ah, baiklah." meski ragu-ragu, Alessia menyetujuinya. Ia melirik setelah resmi Jean yang terlihat mahal lengkap dengan berbagai barang mahal yang melekat di tubuhnya. "Kalau kau bukan bosnya, kau di sini sebagai apa? Maaf jika lancang, karena pakaianmu tidak menunjukkan kalau kau hanya sekedar pegawai." kata Alessia dengan tatapan menilai yang kentara.

Lagi-lagi senyum Jean seakan menjawab Alessia meski pria itu belum mengatakan apa-apa. "Saya tangan kanan, Mr. Stevano. Anda dapat menghubungi saya jika ada yang ingin ditanyakan. Selebihnya Anda dapat membacanya dalam kontrak kerja."

Mereka berbelok setelah pintu elevator terbuka. Lorong yang luas namun tampak kosong. Sepi. Tatanan warna, benda-benda yang terpajang lengkap dengan ruang tunggu di sisi selatan membuat Alessia berpikir kalau lantai ini sepertinya memang lantai khusus.

Lirikan Jean masih mengikuti pandangan kagum Alessia. Perempuan dengan setelan kerja resmi: rok span hitam lengkap dengan kemeja putih yang membungkus tubuh mungil berisinya nampak bukan seperti orang biasa. Aura yang terpancar dari wajah cantiknya seakan memperlihatkan kalau dia bukan perempuan lemah. Aura inikah yang membuat Mr. Stevano memilih wanita ini bahkan sebelum melakukan tahapan seperti pergantian sekertaris yang sudah-sudah.

Alessia berhenti begitu Jean tidak lagi di sampingnya. Pria itu tertinggal beberapa jengkal darinya sambil menatapnya ingin tahu.

"Apa sebelum ini Anda belum tahu mengenai Mr. Stevano, Nona?"

"Sejujurnya aku tidak mengenal seperti apa dia," Alessia mengulas senyum kecil. "Aku hanya pernah mendengar sedikit tentangnya. Selebihnya aku sama sekali tidak tahu."

Jean menaikkan satu alis, menatapnya bertanya. "Anda belum pernah melihatnya?"

"Belum," jawab Alessia singkat.

Jean berkedip satu kali. Kembali membimbing Alessia dengan kening berkerut, sedikit bingung. Jika mereka saja belum pernah bertemu, mengapa Alby memintanya mencari tahu segala hal tentang wanita ini? apalagi melihat senyum aneh yang tidak sengaja ia lihat dari seorang Albyazka kemarin.

Membingungkan.

Jean menghela Alessia masuk setelah mengetuk lalu menutup pintunya kembali.

"Nona Alessia di sini, Sir."

Ketukan jemari Alby di kursinya terhenti, berganti dengan seringai culas di bibirnya. Sayangnya, tidak ada yang tahu. Dengan posisi Alby yang membelakangi mereka membuat Alessia juga turut penasaran dengan siapa dia akan bekerja. Lalu, seperti sudah di perhitungkan sebelumnya, dengan gerakan slow-motion Alby memutar kursi kebesarannya. Dan Alessia seakan merasakan dunianya runtuh di bawah kakinya.

Harapan, kesenangan dan kesombongannya kemarin menguap begitu saja. Sialan! Bagaimana bisa ini terjadi? Pria ini ... Bagaimana mungkin pria bedebah yang telah mencuri dua kali ciuman darinya adalah calon bosnya?!

"Kau!"

Alessia buru-buru mengubah ekspresinya, ia tidak akan memberi kesempatan bedebah itu merasa menang telah menggiringnya padanya dengan suka rela. Tatapan Alessia secepat itu berganti, menatap tajam—sirat permusuhan yang kentara.

Senyum menyebalkan Alby tersungging, tatapannya tampak puas—seakan dia benar-benar menantikan hari ini tiba. "Terkejut, Nona bar-bar?"

Decihan malas Alessia adalah respon pertama yang Alby dapat. Lalu, senyum meremehkan perempuan itu menghiasi wajahnya, sama sekali tidak memperlihatkan kalau dia kesal. Berkebalikan dari emosinya, Alessia berusaha tetap tenang. "Well, mengapa dunia sangat sempit?"

"Sayang sekali doamu tidak terkabul, Nona Alessia Mikhayla. Kau berdiri di hadapanku sekarang." Alby menyeringai, mematahkan pernyataan Alessia beberapa hari lalu ketika mereka bertemu di parkiran kelab.

"Aku yakin kau sudah memperhitungkan," ketenangan Alessia lenyap. Gantinya, ia melemparkan tatapan mencemohnya. "Bukankah ini terlalu berlebihan hanya untuk membawaku padamu?"

"Tidak ada yang berlebihan, apalagi untuk mengetahui namamu saja butuh berhari-hari. Kau tahu, ini menghinaku." jawaban Alby di balas kekehan geli Alessia. Sudah ia duga.

"Kalau memang begitu itu artinya kau masih belum hebat. Aku yakin kau tidak menemukan apa-apa."

Menelisir wajah Alby, Alessia tahu jawabannya adalah iya. Beruntungnya dia memiliki teman seperti Keira yang ahli dalam menyembunyikan identitas dirinya.

Andai Alessia tahu kalau bedebah ini adalah calon bosnya, Alessia sudah pasti tidak akan sudi menginjakkan kakinya di sini meski pun dengan gaji besar.

Kemudian Alessia mengibaskan tangannya begitu Alby belum juga menjawab. "Sudahlah, aku juga tidak peduli." katanya kembali memasang senyum yang seakan mengatakan pertemuan kali ini bukan masalah besar. "Oke, kalau begitu selamat tinggal."

Tubuh Alessia kaku. Ia terkesiap begitu tiba-tiba saja Alby meraih tangannya, menariknya ke dalam pelukan begitu dia berniat pergi. Sesaat, kehangatan dari tubuh besar Alby melingkupi tubuh mungil Alessia. Aroma maskulin merebak ke hidungnya berbarengan dengan cekalan lembut jemari besar Alby yang menyentuh belakang lehernya. Sialan! tanpa pikir panjang lagi Alessia menghempaskan lengan Alby—menendang tulang kakinya hingga rengkuhan Alby terlepas.

Alessia mengambil dua langkah mundur, berdecih sembari terus menatap Alby tajam. "Jangan berani menyentuhku, Bedebah!"

Alby menggeleng pelan, mendesis tidak minat. "Kau ini wanita atau kucing liar? Galak sekali!"

"Tidak ada kucing yang menendang, Bodoh!"

"Kau pengecualian." Alby menegakkan tubuh, kembali memusatkan atensi penuh padanya. "Kenapa kau hobi sekali menyiksa? Terakhir tamparan, sekarang tendangan. Nanti apa lagi?" katanya tidak habis pikir.

"Well, akan kupikirkan."

Alessia mengendik acuh—kembali meninggalkan Alby dan Jean yang diam di tempat masing-masing. Belum sampai mencapai pintu, Alessia berhenti, ia menoleh sejenak sebelum kemudian mengambil langkah maju dan dengan gerakan cepat merampas map cokelat yang sempat Jean berikan pada Alby.

"Ralat, akan kupastikan ini yang terakhir. Tidak ada lain kali." ucap Alessia penuh penekanan. Ia menyunggingkan senyum manis lalu pergi dari sana tanpa mengatakan apa-apa.

Lagi-lagi, perempuan galak itu mampu membuat seorang Albyazka terdiam tanpa kata. Adrenalinnya semakin berpacu, menghentak lebih keras setiap kali berhadapan dengan perempuan yang bernama Alessia.

Alessia Mikhayla ... Mari kita lihat sejauh mana kau akan menghindariku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status