Lama Kimi terdiam di parkiran rumah sakit tempatnya bekerja. Ia masih ragu untuk turun dan menginjakkan kaki keluar, apa lagi masuk ke dalam sana. Meskipun setuju untuk bertahan satu bulan lagi, setelah diberikan libur selama satu minggu, tapi Kimi takut akan goyah dan memilih terus bertahan bekerja, jika banyak rekan atau seniornya yang mempengaruhi keputusannya nanti.
“Ayo Kim semangat! bulatkan tekatmu, jangan goyah!” gumamnya sambil menyambar tas lalu mematikan mesin mobil. Gadis itu turun dan meraih jas snellinya di kursi penumpang sebelum benar-benar mengunci mobilnya.
Kimi berjalan masuk dengan langkah tak bersemangat, gadis itu tak sadar gerak-geriknya sedari tadi diamati oleh seseorang dari dalam mobil. Ya, siapa lagi kalau bukan putra kesayangan Nova dedengkot perkumpulan MAPAN.
Seminggu yang lalu Daniel mengalami sebuah insiden kecelakaan, untuk itu Richie berada di rumah sakit dan mengurus kakaknya itu.
“Jika dia dokter dan bekerja di rumah sakit ini, kenapa aku tidak melihatnya sejak kemarin?”
Richie masih terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, hingga Ia menekuk bibirnya saat kembali sadar, bahwa sosok gadis yang dia perhatikan itu sudah memiliki anak.
“Kenapa seleraku selalu ekstrim dan mengundang bencana?” gumamnya sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal karena dia sudah keramas tadi.
-
-
Tiga puluh menit berlalu, Richie kini sibuk mengurus administrasi sang kakak di rumah sakit itu. Seolah benang takdir mempermainkan hatinya, ia tanpa sengaja bertemu lagi dengan sosok gadis yang mengganggu pikirannya. Diam-diam, Richie mencuri dengar percakapan beberapa perawat dengan gadis yang membuatnya tak bisa berpaling sejak pertemuan pertamanya di basement apartemen itu.
“Dokter Kim, jangan berhenti ya!” rayu seorang perawat saat Kimi berdiri di dekat meja adminsitrasi sambil menandatangani sesuatu.
“Rayuan kalian tidak akan mempan!” Kimi menekan pulpennya saat selesai membubuhkan tanda tangannya, melepas stetoskop yang tergantung di leher dan memasukkannya ke dalam kantung jas berwarna putih yang dia kenakan, gadis itu berlalu pergi tanpa memerhatikan kursi tunggu di mana Richie duduk di sana.
“Cantik, memang cantik,” gumam Richie yang sukses membuat wanita di sebelahnya menoleh dan berucap-
“Terima kasih mas, tapi saya sudah punya laki.”
Richie ingin mengelak bahwa ucapannya tadi bukan untuk memuji wanita yang gede rasa itu. Namun, wanita itu terlebih dulu berdiri dan pergi, membuat Richie hanya bisa menahan rasa malu.
"Permisi sus, dokter yang tadi baru saja pergi dari sini, apa saya boleh tahu namanya?"
"Ah ... itu-"
Perawat itu hampir saja menjawab pertanyaan Richie sesaat setelah mengurus beberapa dokumen perawatan kakaknya. Namun, Nova lebih dulu datang dan langsung memanggil namanya.
"Richies nabateess bantuin Mama!"
Richie pun menoleh melihat sang Mama kerepotan membawa sebuah bucket bunga. Pria itu pun memilih mengucapkan terima kasih dan pergi tanpa mendengar jawaban dari perawat itu.
_
_
_
Sudah beberapa bulan Richie bekerja di Tyaga grup, ia masih saja bergelut dengan setumpuk berkas, sampai melupakan masalah lain di dalam hidupnya, terutama soal Kimi yang masih saja dia anggap sebagai istri pemilik ABI TV.
Meskipun sudah menyelesaikan beberapa pekerjaan, tapi tetap saja Richie merasa pekerjaan di perusahaan itu tidak ada habisnya.
“Bagaimana Kak Daniel menjalani hidupnya selama ini?” gerutunya.
Pria itu memilih menjatuhkan kepalanya di atas tumpukan berkas di atas meja. Menghembuskan napasnya lelah, Ia menatap ponselnya dan mencoba menghubungi sang kakak yang sedang sibuk honeymoon ke Jogja bersama sang istri, dan sudah jelas, kakaknya itu tidak mengangkat panggilannya.
Richie melempar benda pipihnya itu ke atas meja, Ia memilih keluar ruang kerjanya, dan mengayunkan kaki menaiki lift kemudian lanjut menaiki anak tangga menuju rooftop gedung, berusaha mencari udara segar.
Melonggarkan dasinya sambil mendorong pintu rooftop, putra sulung Nova itu kaget, melihat punggung seseorang di sana.
Dari rambut, postur, kemeja bunga-bunga dan sebuah tas yang tergantung dipundaknya, Richie yakin bahwa sosok itu seorang wanita. Ditambah dia juga melihat wanita itu memegang sebuah blazer berwarna pink di tangan dan high heel sebagai alas kakinya. Pundaknya tiba-tiba terjatuh seolah baru saja merasa lega atau menyesali sesuatu.
Wanita itu berbalik, dan seketika kaget mendapati sosok Richie yang sudah berdiri tepat di belakangnya.
“Astaga Mami!” punggungnya membentur tembok dan kakinya seketika lemas, ia duduk terjengkang tepat di depan Richie.
“Kenapa? apa kamu pikir aku setan?" Richie menyeringai. "Mana ada setan setampan diriku?" ucap Richie penuh percaya diri. Ia mengulurkan tangannya ke arah gadis itu- gadis yang beberapa bulan lalu sukses mengganggu pikirannya. Ya, Kimi.
Kimi pun ragu, Ia hanya terbengong menatap wajah pria dihadapannya tanpa melakukan apa-apa. Hingga Richie menggerak-gerakkan tangannya. Mata Kimi mengerjab, Ia masih kaget dari mana datangnya pria bule dihadapannya itu.
"Apa kamu tidak butuh bantuan? ya sudah!" Richie hampir menarik tangannya menjauh dari hadapan Kimi, tapi gadis itu cepat-cepat meraihnya.
Melihat sebuah cincin melingkar di jari manis Kimi, Richie kembali berpikir bahwa gadis itu memang sudah menikah. Hatinya terasa mencelos. Kenapa dia selalu kalah start dari laki-laki lain saat menyukai seorang gadis.
Sara syok, ia benar-benar terkejut saat putri kesayangannya bercerita bahwa sudah mengundurkan diri dari rumah sakit tempatnya bekerja. "Kim, kenapa? Lalu kamu mau ngapain? nganggur?" Sara begitu kecewa. Kimi memilih diam dan tidak memberitahu alasan sebenarnya ke sang mami. Sejujurnya Kimi bingung dan juga merasa bersalah. Pertama, gadis itu bingung karena harus merogoh tabungannya beberapa bulan ke depan untuk membayar cicilan apartemen. Kimi sadar ini tidak mungkin dilakukannya setiap bulan, jadi dia harus segera mencari pekerjaan demi cicilan. Kedua, Kimi merasa bersalah ke orangtuanya, terutama ke sang mami-Sara, tapi sebagai orang yang berkecimpung di dunia medis, Ia sadar harus menjaga kewarasannya. Menurut Kimi, dirinya sudah berada diambang batas kemampuannya untuk menjaga kesehatan mentalnya jika terus bertahan di sana. "Nanti Kimi cari kerjaan deh Mi, untuk sementara aku mau nganggur dulu," Jawab Kimi, ia menggigit bibir bawahnya takut jika kena sembur Sara. Faraj ya
Richie masih menatap Kimi dengan seringai nakalnya, Ia masih tak menyangka gadis seimut Kimi sudah memiliki anak. Cincin yang melingkar di jari manis gadis itu, Richie yakini sebagai cincin pernikahan. Ia sengaja mencuri kesempatan, membiarkan Kimi masih memegang erat kedua lengannya di balik kemeja biru yang dia kenakan.Masa bodoh kali ini, jika harus menjadi pebinor pun aku rela. Richie masih menatap wajah Kimi, hingga dia tersadar dan bertanya, “apa kamu mengingatku?”Kimi menggelengkan kepalanya berpura-pura. Sejujurnya dia takut karena pernah memarahi Richie secara membabi buta saat Biru menendangkan bola dan mengenai kaca jendela mobil pria itu. “Apa kamu sudah meminta ganti rugi ke orang yang kartu namanya aku berikan kepadamu?”Richie menggeleng.“Kenapa?” tanya Kimi lagi.“Bisakah kamu melepaskan cengkeramanmu dari lenganku?”Kimi seketika melepaskan pegangannya ke Richie, ia sempat oleng lagi karena ternyata heel sebelah sepatunya patah. Beruntung dia tidak terjerembab kem
Kimi berusaha menutupi rasa groginya. Ia merasa habis, berakhir, tak ada harapan. Gadis itu menangis di dalam hatinya. Mendapati pria yang dia maki, pria yang ia curhati asal-asalan di rooftop beberapa hari yang lalu ternyata pemilik perusahaan tempatnya melamar pekerjaan. Richie terlihat bersikap biasa di depan para karyawan dan pelamarnya. Ia beberapa kali melempar pertanyaan ke dua pelamar lain, dan saat giliran Kimi, Richie mengerutkan kening dan berhasil membuat gadis cantik itu menelan saliva. Kimi Zia Azzahra, Kimi-jadi namanya Kimi. Mata Richie fokus pada CV dan membaca catatan tim HRD yang mewawancarai Kimi kemarin, di sana tertulis 'tidak menjawab dengan baik alasan keluar dari rumah sakit tempatnya bekerja sebelumnya'. Namun, Richie memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu kepada Kimi.“Jika kamu diterima bekerja di klinik rumah sakit ini, apa yang bisa kamu janjikan ke perusahaan kami?” tanya Richie sambil menekan pulpen miliknya lantas menyandarkan punggungnya ke kurs
“Ada apa?”"Pa-pak Ri-Ri-Richard."Jim tergagap-gagap melihat adik atasannya bersikap biasa saja saat Kimi sampai ke ruangannya. Gadis itu pun bingung, menatap secara bergantian Richie dan Jim yang terlihat megap-megap. “Bukankah anda tadi berkata akan berpura-pura sesak napas dan meminta saya memanggilkan dokter dari klinik?” Jim menyatukan giginya, alis matanya bergerak-gerak mencoba berkomunikasi dengan Richie yang benar-benar membuatnya malu.“Maaf jim, tapi aku merasa seperti orang bodoh saat memandangi wajahku sendiri yang berpura-pura sesak napas tadi, mukaku seperti ikan terkena kail. Tidak mungkin aku membiarkan dia melihat wajah jelekku.”“Jadi, apa anda sudah baik-baik saja?” tanya Kimi dengan wajah kebingungan.“Ya-ya aku baik-baik saja!” jawab Richie yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalahnya ke Jim.Kini tatapan Kimi beralih ke pria bernama lengkap Jimmy Lin itu. Sorot matanya jelas menuntut sebuah jawaban. Jim benar-benar tak berkutik, hingga Richie mengalihka
“Mi!”“Apa? udah nggak usah!”Kimi yang malam itu kembali menginap di rumah maminya terheran dengan ke-gede rasaan Sara kepadanya. “Mami tahu kamu mau kasih gaji pertama kamu di T Factory buat Mami kan? udah ga usah,” ucap Sara dengan santainya. Wanita itu memeluk bantal sofa dan asyik menonton acara gosip sore di televisi. Bukan tanpa alasan Sara mengatakan hal itu, Kimi terkadang memang suka berjanji akan melaksanakan sesuatu jika tujuan yang diinginkannya tercapai, semacam nazar. “Mami GR, bukan itu!” Kimi mencebik, ia lantas bangkit dan pergi meninggalkan Sara sebentar menuju dapur.“Apa? kamu mau martabak manis?” teriak Sara setengah peduli ke putrinya itu. "Pesen aja via go back."Sara masih menatap layar televisi saat Kimi kembali dengan membawa dua cangkir teh di tangannya. Menyuguhkan teh itu ke maminya, Kimi pun bertanya,” Mi, kalau ada pria yang tanya apa kamu sudah punya pacar, Mami tahu nggak itu artinya apa?”“Suka sama kamu lah apa lagi? jangan sok polos deh Kimoci,”
“Onikim, kasih obat Eyang biar cepat sembuh!” Segara menarik-narik tangan Kimi, yang baru saja akan melepas sepatunya. Karena sang mami sakit, Kimi memutuskan untuk menginap lagi di rumah orangtuanya hari itu. Apa lagi ada dua keponakannya yang lucu di sana. Belum juga menghalau Segara, kini giliran Biru yang menarik tangannya, alhasil empat kotak makan kosong yang dia bawa jatuh ke lantai.“Biru! Segara! Kasihan onty Kiminya baru pulang.” Mina mendekat lalu membungkuk memungut kotak-kotak itu. “Banyak banget kotak makanmu, emang Mami masak apa tadi?” Mina berjalan masuk dan meletakkan kotak itu di meja makan di mana Sara dan Faraj sedang duduk mengobrol di sana.“Itu bukan koperwere Mami.” Sara menatap wadah makan yang diletakkan Mina, menyebutkan merek sebuah produk wadah makanan dan minuman yang dulunya sangat digilai Sara sampai mengoleksinya beberapa.“Hem … tadi pagi Pak Richard memberikan makanan untukku. Aku memberikannya bekal nasi uduk dari Mami dan dia menggantinya denga
“Dia sudah berada di surga.” Jawaban Kimi terus terngiang di kepala Richie. Antara senang dan sedih mendengar jawaban gadis itu atas pertanyaannya tadi. Jadi, apa mungkin sainganku adalah pria yang sudah mati? Richie membenturkan punggungnya ke sandaran jok mobil. Ia merasa mengejar Kimi jauh lebih berat dari pada mengejar Abel yang dulu menjalin kisah asmara dengan kakaknya sendiri. Pria itu mendengkus, jika pada akhirnya Abel tidak Richie dapatkan, akankah sama juga sekarang? Mungkinkah dia juga tidak akan berakhir menjalin kisah dengan Kimi? - - - Richie berubah menjadi sosok yang pendiam tiga hari ini. Ia tak lagi mendatangi klinik untuk bertemu dengan Kimi. Penyakit ‘malarindunya’ sudah berubah menjadi penyakit ‘baper’ akut. Tidak pernah Richie merasa se insecure ini di dalam hidupnya, apa lagi dengan orang yang sudah mati. Richie tiduran terlentang di pinggiran kolam. Matanya menatap ke langit di mana bintang malam itu terlihat tidak nampak sama sekali. Sepertinya sosok
Nova yang tidak tahan dan kasihan melihat kebucinan akut anaknya yang semakin menjadi-jadi, mencoba untuk mencari solusi dari teman-temannya di perkumpulan MAPAN yang dia gawangi. Wanita itu melempar pertanyaan 'Bagaimana ya cara mendekatkan seorang pria yang begitu tertarik pada seorang wanita, tapi si wanitanya tak acuh' Sara yang membaca pertanyaan wanita yang dipanggil Mamano itu di grup MAPAN pun sampai tersedak biji semangka yang siang itu dia makan. Pikirannya tertuju kepada sosok putri kesayangannya si Kimi. Mungkinkah yang dimaksud Nova adalah mendekatkan putranya yang merupakan pemilik T Factory dan putrinya? Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan, Sara mencari jawaban yang tepat agar tidak membuat Nova tersinggung. Ia mencoba mengetik balasan, lalu menghapusnya kembali. Mengetik lagi dan menghapusnya, begitu terus sampai beberapa anggota yang lain satu persatu mulai membalas pesan Nova. Hingga satu pesan balasan membuat Sara kelimpungan, bagaimana tidak pesan dari nama kontak 'Ny