Bella melemparkan tubuhnya di atas ranjang besarnya. Wajahnya masih memerah. Ia meraba sepanjang bibirnya, di sana masih terasa panas, bekas ciuman intens yang di berikan oleh Aaron. Ciuman yang sarat akan kerinduan yang menggebu. Apa lelaki itu merindukannya? Ayolah Bell, jangan mudah percaya lagi. bisik Bella pada dirinya sendiri.
Bella masih mengingat bagaimana Aaron memperlakukannya tadi. Membuat jantungnya kembali berdetak tak menentu, membuat tubuhnya seakan panas dingin karena ucapannya.
***
Lumatan itu terhenti, bibir mereka masih sangat dekat bahkan masih sedikit menempel satu sama lain. Desah napas bersahutan di antara keduanya. Hening, tak ada kata. Keduanya hanya diam, seakan saling menikmati satu sama lain.
Telapak tangan Aaron masih menangkup kedua pipi Bella, ibu jarinya sesekali mengusap lembut pipi wanita di hadapannya tersebut, mengagumi kecantikannya, kelembutannya yang seakan membuat Aaron menegang s
Paginya, mau tak mau Bella kembali masuk kerja, sedikit malu karena kembali menginjakkan kaki di kantor lelaki yang sangat di bencinya itu, tapi mau bagaimana lagi, ia terikat dengan kontrak. Lagi pula sang papa sepertinya sangat mendukung Aaron, sebenarnya ada apa sih dengan Papanya dan juga Aaron?Bella masuk ke dalam ruangannya yang satu ruangan denga Aaron, ternyata di dalam sana sudah duduk Aaron di kursi kebesarannya dengan wajah seriusnya dan juga berkas-berkas kerja di hadapannya.Bella canggung, ingin menyapa atau tidak. Jika tidak, maka akan terlihat sangat tidak sopan, bagaimanapun juga Aaron adalah atasanya.“Selamat pagi pak.” sapa Bella sedikit hormat.“Pagi.” hanya itu jawaban Aaron.Entah kenapa jawaban Aaron membuat Bella tak suka. Aaron tidak terlihat seperti biasanya, Dia terlihat bersikap cuek pada diri Bella, dan entah kenapa Bella merasa tidak nyaman dengan semua itu.Bella lalu bergegas duduk di
Aaron masih sibuk mengemudikan mobilnya. Sesekali matanya menangkap bayangan Bella dari kaca di hadapannya. Wanita di sebelahnya itu tampak murung. Apa Dimas mempengaruhi Bella hingga dapat membuat Bella murung seperti saat ini?“Kita pulang atau ke suatu tempat?” tanya Aaron kemudian.Bella mengernyit menatap ke arah Aaron. “Bukannya ini masih jam kerja?”“Aku malas balik ke kantor.” jawab Aaron dengan enteng.“Kamu itu calon penerus perusahaan, bagaimana mungkin sikapmu seenaknya seperti saat ini, keluar pergi sesuka hatimu.”Sial! Apa kamu tidak tahu kalau saat ini aku ingin menghiburmu? gerutu Aaron dalam hati.“Bailkah, lupakan saja. Kita akan kembali ke kantor.”Lalu keduanyapun sama-sama terdiam sepanjang perjalanan kembali ke tempat kerja mereka.***“Bell, maaf, aku tidak bisa jemput hari ini.”“Kenapa Dim? Kam
Hari demi Hari di lalui Bella dengan sedikit Berbeda. Ya tentu saja, setiap pagi Dimas masih menjemputnya untuk ke kantor, tapi pada sore harinya, Dimas jarang bisa mengantarnya pulang seperti biasanya. Frekuensi hubungan di teleponpun semakin menurun. Dimas Seakan terlihat sedikit menjauhinya. Apa karena malam itu? Karena malam di mana Aaron menciumnya dan Dimas melihatnya? Ohh yang benar saja, kenapa selalu Aaron yang menjadi pusat dari masalahnya?Di kantorpun saat ini menjadi lebih menjengkelkan karena beberapa gosip yang beredar di kalangan karyawan tentang dirinya dan Aaron. Banyak karyawan perempuan yang dengan terang-terangan menyindirnya.Belum lagi sikap Aaron yang baginya kini semakin membuatnya kesal. Tidak, Aaron tidak tengil dan usil lagi padanya, tapi lebih cenderung pada cuek dengannya. Dan entah kenapa Bella merasa tidak nyaman saat Aaron bersikap cuek dengannya.Aaron bahkan selalu bersikap profesional dan berkata dengan bahasa formal pad
Ini benar-benar bukan Mimpi. Aaron, lelaki tengil itu benar-benar berada di sana sedang tersenyum miring dan mungkin itu senyuman yang di perlihatkan untuk mengejeknya. Bella menggelengkan kepalanya keras-keras“Tidak, ini tidak mungkin, Ma.” ucap Bella masih tak percaya dengan keadaan yang menimpanya saat ini.Di jodohkan dengan Aaron? Yang benar saja, bahkan Bella memilih untuk hidup sebagai pengemis karena perusahaan papanya bangkrut dari pada harus di jodohkan dengan lelaki tengil yang sangat suka sekali mengganggunya ini.Dengan gusar Bella berdiri dan bersiap pergi dari ruang tengah rumahnya yang seakan menyesakkan untuknya.“Bella, kamu mau kemana?” Shasha memanggil Bella yang sudah berjalan pergi meninggalkan ruang tengah.“Biar saya yang bicara sama Bella, Tante.” ucap Aaron sambil mengejar Bella.***Aaron meraih pergelangan tangan Bella hingga membuat wanita di hadapannya yang setengah be
Bella masih tidak mengerti dengan sikap Aaron yang dapat berubah sewaktu-waktu. Kadang lelaki di sebelahnya ini menyebalkan sekali untuknya, kadang cuek dan seakan tak menghiraukannya, tapi kadang juga dia menjadi sedikit posesif saat mengingatkan kepemilikan atas dirinya.Sesekali Bella melirik ke arah Ponsel yang sejak tadi di genggamnya. Dimas sama sekali tidak menghubunginya sejak kemarin, Kenapa? Ada apa dengan lelaki itu?“Kenapa Bella? Kamu tampak sangat gelisah.” ucap Aaron masih dengan mengemudikan mobilnya.“Enggak ada apa-apa.” Bella menjawab dengan nada ketus seperti biasanya.“Sedang menunggu pacar sialanmu itu untuk menghubungimu?” tanya Aaron dengan nada sinisnya.“Bukan urusanmu, lagi pula kenapa sih kamu seakan tidak bosan ikut campur urusanku? Dan asal kamu tahu, Dimas tidak sialan.”“Ingat Bella, kita calon suami istri.”“Ya aku tahu, tapi jangan hara
Aaron masih terperangah menatap ke arah Bella. Mata wanita di hadapannya itu memperlihatkan rasa sakit yang sangat dalam, rasa kecewa dan juga rasa tercampakan. Apa dulu ia pernah menyakiti Bella seperti itu?Aaron menelan ludahnya dengan susah payah, ingin sekali ia bengkit dan menuju kepada Bella. Memeluk erat-erat tubuh wanita itu, berkata padanya jika ia sudah kembali. Tapi nyatanya ia tidak Bisa, ia harus menahannya. Jika tidak, ia akan lepas kendali.Secepat kilat Aaron membalikkan tubuhnya hingga kini posisinya memunggungi Bella. “Lupakan masa lalu, sekrang tidurlah.” ucap Aaron sambil menggertakan giginya karena tak kuasa menahan gairah yang sudah melanda dirinya.“Kamu tidak mau menjelaskan semuanya?” Bella bertanya karena tidak mengerti dengan sikap Aaron.“Kita bisa membahasnya lain waktu, tidak sekarang, dalam keadaan seperti ini.” suara Aaron benar-benar tertahan-tahan.Dengan gusar Bella membalikkan
“Kamu kemana saja? Kenapa tidak pernah menghubungiku?” tanya Bella dengan nada kesalnya saat sudah berada di hadapan Dimas.“Maaf, aku benar-benar sibuk, aku di promosikan naik jabatan.” Bella membulatkan matanya dan kemarahannya seketika itu juga hilang entah kemana.“Benarkah? Kenapa kamu nggak kasih kabar aku? Setidaknya aku nggak khawatir, Dim.”“Maaf, aku benar-benar meminta maaf.” ucap Dimas tak berhenti menundukkan kepalanya, sejak tadi lelaki itu seakan tak berani menatap tepat ke arah mata Bella.“Lalu kenapa kamu bisa di sini pada jam-jam seperti sekarang ini? Bukannya kamu sudah harus berada di kantor?” Bella melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan hampir pukul Sebelas siang.“Aku tadi menunggumu di tempat biasa, tapi kamu nggak datang, jadi aku mencoba menunggumu di sini.”Bella tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Jangan menungguk
Bella dan Aaron melangkah masuk ke dalam rumah dan mendapatkan tatapan tanda tanya dari Ramma dan juga Shasha.“Ada apa Bella?” tanya Ramma pada puterinya.Sedangkan Bella tidak tahu harus menjawab apa. “Kami ke atas dulu Pa.” ucap Bella cepat sambil menarik lengan Aaron. Dan Aaron hanya mampu mengikutinya.***“Terima kasih sudah berada di sana tadi.” ucap Bella dengan sedikit malu. Saat ini mereka berdua sudah berada di balkon yang menghadap ke samping rumah Bella.“Sejak awal aku nggak suka dengan si brengsek sialan itu.”“Sudahlah, lupakan, toh aku juga sudah putus dengannya.”Aaron mengangkat sebelah alisnya. “Segampang itu kamu putus dengannya?”“Ya, memangnya kenapa?”“Kamu nggak nangis-nangis lagi kayak tadi siang atau lebih parah lagi mungkin?” tanya Aaron yang masih penasaran dengan apa yang di rasakan Bella.